Harga Minyak Venezuela Melemah
A
A
A
CARACAS - Harga minyak mentah Venezuela melemah di bawah USD40 per barel. Ini merupakan level terendah sejak krisis keuangan 2008. “Minyak mentah Venezuela pada akhir pekan seharga USD39,19 per barel,” papar akun Twitter Kementerian Minyak Venezuela, kemarin, dikutip kantor berita AFP.
Sejak Juni minyak mentah Venezuela turun 61% dari nilainya. Harga minyak rata-rata USD88,42 per barel pada 2014, turun dari USD98,08 pada 2013. Venezuela telah mengalami masalah ekonomi sebelum harga minyak turun ke level terendah. Padahal, negara itu sangat tergantung pada minyak untuk 96% devisa asingnya.
Beberapa analis menjelaskan, negara Amerika Selatan yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia itu perlu minyak seharga USD100 per barel untuk mempertahankan kesehatan anggarannya. Penurunan harga minyak diperkirakan terus dialami negara yang telah pulih dari resesi saat memasuki awal 2014, dengan 64% inflasi dan kekurangan sepertiga komoditas pokok.
Dengan penurunan harga minyak dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Venezuela Nicolas Maduro melakukan perjalanan dalam beberapa hari ke Aljazair, China, Iran, Qatar, Rusia, dan Arab Saudi untuk meminta bantuan dana. November lalu Venezuela gagal meyakinkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), termasuk produsen utama Arab Saudi agar mengurangi produksi untuk menghentikan penurunan harga.
Sementara, harga minyak dunia mengalami sedikit kenaikan pada Jumat (16/1) setelah Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan ada tandatanda perubahan arus di pasar setelah berada di level terendah. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari naik USD2,44 menjadi USD48,69 per barel di New York Stock Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret dipatok USD50,17 per barel dalam perdagangan London, naik USD2,50 dari level penutupan Kamis (15/1). “IEA bertaruh dengan mengatakan gelombang mungkin berubah. Pasar sangat oversold dan mungkin rebound,” tulis analis CMC Markets, Michael Hewson.
Harga minyak mentah turun lebih dari setengah sejak Juni, seiring kekhawatiran atas melimpahnya suplai dan lemahnya permintaan saat ekonomi global suram. “Seberapa rendah situasi pasar akan menjadi pertanyaan semua orang. Pemulihan harga, mungkin tidak dalam waktu dekat, tapi tanda-tanda menunjukkan gelombang akan berbalik,” papar laporan bulanan IEA.
IEA memperingatkan, harga minyak diperkirakan tetap turun dalam jangka pendek, dengan potensi penyeimbangan kembali pasar pada semester II/2015, saat permintaan diperkirakan meningkat. “Dengan beberapa catatan pengecualian seperti AS, harga yang lebih rendah tidak akan mendorong permintaan saat ini,” ungkap IEA.
“Itu karena benefit dari harga yang lebih rendah yakni meningkatnya sisa pendapatan rumah tangga, mengurangi biaya pengeluaran industri, yang secara umum diimbangi oleh kondisi ekonomi yang lemah, yang menjadi alasan utama penurunan harga.” IEA memangkas proyeksi pertumbuhan suplai non-OPEC pada 2015 menjadi 350.000 barel saat sejumlah perusahaan energi memangkas anggaran dan membatalkan berbagai proyek saat harga minyak turun.
Meski demikian, IEA tidak mengubah proyeksi permintaan minyak pada 2015: tumbuh 0,9 juta barel per hari menjadi 93,3 juta barel. “Efek yoyo harga minyak mentah dunia terkait dengan ketidakpastian di pasar,” kata Shailaja Nair, penyedia informasi energi Platts, yang menyebut nilai dolar yang tidak stabil dan pasar saham yang tak dapat diprediksi.
“OPEC telah memproyeksikan penurunan permintaan untuk minyak tahun ini dan ini berarti perlombaan harga yang kita lihat pekan ini tidak mungkin bertahan,” ujar Nair. Sebelumnya, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berbeda pendapat tentang cara merespons penurunan harga minyak mentah.
Mereka tanpa rencana untuk rapat darurat dalam beberapa pekan mendatang. Saat rapat di OPEC pada November, Venezuela gagal melobi negara-negara anggota agar mengurangi output produksi minyak untuk mengatasi penurunan harga minyak. Maduro mengunjungi negara-negara OPEC, termasuk Arab Saudi dan Iran, untuk mendorong kerja sama menghentikan penurunan harga minyak.
Saat berbicara di Aljazair, sebelum bertemu Perdana Menteri Abdelmalek Sellal, Maduro menjelaskan, “Tidak akan ada rapat OPEC dalam beberapa pekan mendatang karena kurangnya konsensus.” Rapat OPEC selanjutnya dijadwalkan digelar pada Juni. Maduro juga menggelar perundingan dengan Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika yang negaranya merupakan anggota OPEC.
Pemimpin Venezuela ini menjelaskan, diskusi fokus pada pentingnya memastikan stabilitas harga minyak. Dia berpendapat, harga minyak tidak boleh digunakan sebagai senjata ekonomi dan geopolitik. Harga minyak akan turun ke level terendah dalam enam tahun. Meskipun turun, OPEC menolak memangkas produksi karena berupaya memaksa suplier baru, khususnya para produsen shale oil Amerika Utara agar keluar dari pasar.
Analis menyatakan, para produsen di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi memiliki devisa yang cukup untuk menghadapi penurunan harga minyak, tapi anggota OPEC lainnya seperti Iran dan Venezuela menderita. Website Pemerintah Iran mengutip pernyataan Maduro bahwa perlu bekerja sama untuk mengembalikan stabilitas.
Aljazair juga meminta OPEC mengurangi produksi meskipun menyatakan mampu mengatasi penurunan harga karena besarnya devisa asing yang dikumpulkan saat harga minyak tinggi. Harga minyak terus turun karena suplai kian melimpah. “Pasar masih khawatir tidak ada tanda bahwa suplai yang melimpah akan mulai berkurang,” ungkap analis Nordea Markets, Thina Margrethe Saltvedt, kepada kantor berita AFP.
“Melimpahnya suplai itu terjadi akibat penurunan permintaan global akibat lemahnya pertumbuhan outlook di China, Jepang, dan Uni Eropa (UE).” Saltvedt menambahkan, “Turunnya sentimen pasar dan tingginya ketidakpastian pasar saat ini memicu peningkatan penjualan.”
Para trader menyatakan, perusahaan minyak milik Pemerintah Arab Saudi, Saudi Aramco, pekan ini memangkas harga untuk minyak mentah untuk Eropa dan AS tapi menaikkannya untuk Asia. “Penyesuaian harga Saudi Aramco untuk pengiriman minyak mentah Februari berupa pemangkasan harga untuk para pembeli di Eropa, berbeda dengan peningkatan harga untuk pengiriman ke Asia,” ungkap para analis di lembaga konsultasi JBC Energy yang berbasis di Wina.
Syarifudin
Sejak Juni minyak mentah Venezuela turun 61% dari nilainya. Harga minyak rata-rata USD88,42 per barel pada 2014, turun dari USD98,08 pada 2013. Venezuela telah mengalami masalah ekonomi sebelum harga minyak turun ke level terendah. Padahal, negara itu sangat tergantung pada minyak untuk 96% devisa asingnya.
Beberapa analis menjelaskan, negara Amerika Selatan yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia itu perlu minyak seharga USD100 per barel untuk mempertahankan kesehatan anggarannya. Penurunan harga minyak diperkirakan terus dialami negara yang telah pulih dari resesi saat memasuki awal 2014, dengan 64% inflasi dan kekurangan sepertiga komoditas pokok.
Dengan penurunan harga minyak dalam beberapa bulan terakhir, Presiden Venezuela Nicolas Maduro melakukan perjalanan dalam beberapa hari ke Aljazair, China, Iran, Qatar, Rusia, dan Arab Saudi untuk meminta bantuan dana. November lalu Venezuela gagal meyakinkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), termasuk produsen utama Arab Saudi agar mengurangi produksi untuk menghentikan penurunan harga.
Sementara, harga minyak dunia mengalami sedikit kenaikan pada Jumat (16/1) setelah Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan ada tandatanda perubahan arus di pasar setelah berada di level terendah. Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari naik USD2,44 menjadi USD48,69 per barel di New York Stock Exchange.
Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret dipatok USD50,17 per barel dalam perdagangan London, naik USD2,50 dari level penutupan Kamis (15/1). “IEA bertaruh dengan mengatakan gelombang mungkin berubah. Pasar sangat oversold dan mungkin rebound,” tulis analis CMC Markets, Michael Hewson.
Harga minyak mentah turun lebih dari setengah sejak Juni, seiring kekhawatiran atas melimpahnya suplai dan lemahnya permintaan saat ekonomi global suram. “Seberapa rendah situasi pasar akan menjadi pertanyaan semua orang. Pemulihan harga, mungkin tidak dalam waktu dekat, tapi tanda-tanda menunjukkan gelombang akan berbalik,” papar laporan bulanan IEA.
IEA memperingatkan, harga minyak diperkirakan tetap turun dalam jangka pendek, dengan potensi penyeimbangan kembali pasar pada semester II/2015, saat permintaan diperkirakan meningkat. “Dengan beberapa catatan pengecualian seperti AS, harga yang lebih rendah tidak akan mendorong permintaan saat ini,” ungkap IEA.
“Itu karena benefit dari harga yang lebih rendah yakni meningkatnya sisa pendapatan rumah tangga, mengurangi biaya pengeluaran industri, yang secara umum diimbangi oleh kondisi ekonomi yang lemah, yang menjadi alasan utama penurunan harga.” IEA memangkas proyeksi pertumbuhan suplai non-OPEC pada 2015 menjadi 350.000 barel saat sejumlah perusahaan energi memangkas anggaran dan membatalkan berbagai proyek saat harga minyak turun.
Meski demikian, IEA tidak mengubah proyeksi permintaan minyak pada 2015: tumbuh 0,9 juta barel per hari menjadi 93,3 juta barel. “Efek yoyo harga minyak mentah dunia terkait dengan ketidakpastian di pasar,” kata Shailaja Nair, penyedia informasi energi Platts, yang menyebut nilai dolar yang tidak stabil dan pasar saham yang tak dapat diprediksi.
“OPEC telah memproyeksikan penurunan permintaan untuk minyak tahun ini dan ini berarti perlombaan harga yang kita lihat pekan ini tidak mungkin bertahan,” ujar Nair. Sebelumnya, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berbeda pendapat tentang cara merespons penurunan harga minyak mentah.
Mereka tanpa rencana untuk rapat darurat dalam beberapa pekan mendatang. Saat rapat di OPEC pada November, Venezuela gagal melobi negara-negara anggota agar mengurangi output produksi minyak untuk mengatasi penurunan harga minyak. Maduro mengunjungi negara-negara OPEC, termasuk Arab Saudi dan Iran, untuk mendorong kerja sama menghentikan penurunan harga minyak.
Saat berbicara di Aljazair, sebelum bertemu Perdana Menteri Abdelmalek Sellal, Maduro menjelaskan, “Tidak akan ada rapat OPEC dalam beberapa pekan mendatang karena kurangnya konsensus.” Rapat OPEC selanjutnya dijadwalkan digelar pada Juni. Maduro juga menggelar perundingan dengan Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika yang negaranya merupakan anggota OPEC.
Pemimpin Venezuela ini menjelaskan, diskusi fokus pada pentingnya memastikan stabilitas harga minyak. Dia berpendapat, harga minyak tidak boleh digunakan sebagai senjata ekonomi dan geopolitik. Harga minyak akan turun ke level terendah dalam enam tahun. Meskipun turun, OPEC menolak memangkas produksi karena berupaya memaksa suplier baru, khususnya para produsen shale oil Amerika Utara agar keluar dari pasar.
Analis menyatakan, para produsen di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi memiliki devisa yang cukup untuk menghadapi penurunan harga minyak, tapi anggota OPEC lainnya seperti Iran dan Venezuela menderita. Website Pemerintah Iran mengutip pernyataan Maduro bahwa perlu bekerja sama untuk mengembalikan stabilitas.
Aljazair juga meminta OPEC mengurangi produksi meskipun menyatakan mampu mengatasi penurunan harga karena besarnya devisa asing yang dikumpulkan saat harga minyak tinggi. Harga minyak terus turun karena suplai kian melimpah. “Pasar masih khawatir tidak ada tanda bahwa suplai yang melimpah akan mulai berkurang,” ungkap analis Nordea Markets, Thina Margrethe Saltvedt, kepada kantor berita AFP.
“Melimpahnya suplai itu terjadi akibat penurunan permintaan global akibat lemahnya pertumbuhan outlook di China, Jepang, dan Uni Eropa (UE).” Saltvedt menambahkan, “Turunnya sentimen pasar dan tingginya ketidakpastian pasar saat ini memicu peningkatan penjualan.”
Para trader menyatakan, perusahaan minyak milik Pemerintah Arab Saudi, Saudi Aramco, pekan ini memangkas harga untuk minyak mentah untuk Eropa dan AS tapi menaikkannya untuk Asia. “Penyesuaian harga Saudi Aramco untuk pengiriman minyak mentah Februari berupa pemangkasan harga untuk para pembeli di Eropa, berbeda dengan peningkatan harga untuk pengiriman ke Asia,” ungkap para analis di lembaga konsultasi JBC Energy yang berbasis di Wina.
Syarifudin
(bbg)