Personal Finance dan Behavioral Finance

Minggu, 18 Januari 2015 - 09:32 WIB
Personal Finance dan...
Personal Finance dan Behavioral Finance
A A A
Ilmu finansial dan produknya telah berkembang sangat pesat dalam dua dekade terakhir. Dua puluh tahun lalu belum ada reksa dana, ORI, opsi saham, ETF, Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), Dana Investasi Real Estat (DIRE), dan RDPT di bursa kita.

Profesi manajer investasi dan perencana keuangan juga belum dikenal. Reksa dana dan profesi manajer investasi mulai marak setelah adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sejalan dengan perkembangan itu, lahir banyak mata kuliah baru dalam ilmu keuangan seperti manajemen investasi, teori portofolio, sekuritas derivatif, analisis sekuritas pendapatan tetap,

valuasi ekuitas, pasar modal & lembaga keuangan, dan manajemen risiko seperti saat ini. Saat perguruan tinggi (PT) kita menawarkan beberapa mata kuliah baru di atas mulai pertengahan tahun 1990-an, di Amerika Serikat (AS) berkembang cabang ilmu finansial lain yaitu personal finance , behavioral finance , dan market microstructure .

Personal Finance

Personal finance adalah cabang ilmu finansial yang berhubungan dengan manajemen keuangan pribadi, keluarga, dan perusahaan kecil. Personal finance sangat berbeda dengan corporate finance yang mempelajari manajemen keuangan korporasi. Mengetahui jumlah perusahaan yang sudah go public di Indonesia hanya 508 sementara dan yang sudah mengeluarkan obligasi berkisar 100-an perusahaan, aplikasi corporate finance di Indonesia tidaklah sebanyak di negara dengan sistem keuangan market-based seperti AS dan Inggris.

Dengan hanya sekitar 600 emiten di pasar modal, sistem bank-based di Indonesia masih mendominasi sistem marketbased . Saat sebuah perusahaan membutuhkan dana untuk ekspansi, corporate finance hanya memberikan dua alternatif pembiayaan yaitu mengeluarkan saham baru atau menerbitkan obligasi. Padahal yang relevan untuk sebagian besar perusahaan di Indonesia yang tidak punya akses ke pasar modal adalah pilihan menyetor tambahan modal atau berutang kepada bank.

Topik-topik utama dalam personal finance adalah matematika keuangan, strategi pengelolaan uang, perencanaan keuangan, berutang dengan cerdas, asuransi, dan warisan. Personal finance lebih bermanfaat daripada corporate finance dalam membekali lulusan menjadi wiraswasta atau bekerja di perusahaan kecil. Sayangnya, di sini personal finance hanya ditawarkan dalam kursus- kursus perencanaan keuangan. Baru ada satu dua PT yang memasukkan personal finance ke dalam kurikulumnya.

Behavioral Finance

Selain personal finance, cabang ilmu keuangan yang juga relatif baru adalah behavioral finance (BF). Ilmu ini membahas aspek perilaku para pengambil keputusan terutama investor di pasar modal atau aplikasi psikologi dalam dunia keuangan. Sebelumnya diasumsikan ada perfect information , perfect rational , dan perfect interest di pasar keuangan.

Pada praktiknya, tidak ada informasi yang lengkap, investor menghadapi bounded rationality, dan ada sisi sosial dalam diri setiap manusia. Akibatnya, investor sering menggunakan pendekatan praktis (heuristic ) dan mengalami bias (kesalahan) dalam pengambilan keputusan. Bias-bias ini sangat banyak dan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kognitif dan emosional.

Bias kognitif bersumber dari penalaran yang salah sehingga edukasi dan informasi dapat menghilangkannya. Sementara bias emosional berasal dari intuisi dan dorongan hati sehingga sulit untuk memperbaikinya. Ilmu keuangan perilaku semakin naik daun ketika untuk pertama kalinya seorang psikolog dianugerahkan hadiah nobel ekonomi pada tahun 2002 yaitu Daniel Kahneman dengan teori prospeknya.

Sebelumnya, seorang psikolog tidak pernah dapat masuk sebagai nominasi calon penerima nobel ekonomi, sehebat apa pun dia, apalagi memenangkannya. Salah satu contohnya adalah psikolog legendaris Sigmund Freud dengan teori fenomenalnya yaitu psikoanalisis. BF semakin populer sebagai bagian dari ilmu keuangan ketika seorang tokohnya kembali dianugerahkan hadiah nobel ekonomi tahun 2013 yaitu Robert Shiller.

Yang agak mengejutkan, dia harus berbagi hadiah paling bergengsi untuk ekonom ini bersama seorang tokoh keuangan lain yang mempunyai pandangan berlawanan yaitu Eugene Fama. Fama adalah penemu Teori Pasar Efisien (TPE) dan percaya sepenuhnya pada teori ini, sementara Shiller sangat menentangnya atau beraliran BF. Kemenangan kedua nama ini adalah pengakuan bahwa baik TPE maupun BF sama-sama berkontribusi dalam asset pricing.

Hingga periode 1980-an hampir tidak ada pakar keuangan yang berani menentang TPE. Lalu, datanglah serangan-serangan yang melemahkan itu yang dimulai dengan Shiller (1981) yang menemukan fenomena volatilitas saham yang jauh lebih besar daripada volatilitas dividen atau earning-nya.

Kemudian, noise trader yang membuat harga saham menjauhi nilai fundamentalnya dari Black (1986) dan De Long et al (1990), overreaction dari De Bondt dan Thaler (1985 dan 1987), dan underreaction dari Bernard & Thomas (1989) dan Jegadeesh & Titman (1993). TPE juga dikritik habis dan tak berdaya menjelaskan kejadian merosotnya indeks Dow Jones sebesar 22,6% dalam satu hari pada 19 Oktober 1987 yang dikenal sebagai Black Monday, meletusnya dotcom bubble, dan ambruknya pasar modal di seluruh bursa dunia pada tahun 2008.

Dalam menjawab banyak fenomena keuangan yang tidak dapat dijelaskan dengan TPE, para pendukung teori ini selalu bertahan dan berlindung di bawah jargon “anomali”. Segala sesuatu yang tidak sesuai atau tidak dapat dijelaskan oleh TPE dikatakan sebagai suatua nomali seperti anomali efek Januari dan efek perusahaan kecil. Pembelaan ini tentunya tidak memuaskan para penyerang dan penentangnya sehingga berkembanglah ilmu baru untuk menandingi TPE yaitu behavioral finance.

BUDI FRENSIDY
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan,
www.fund-and-fun.com
@BudiFrensidy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1006 seconds (0.1#10.140)