Izin Ekspor Freeport Terancam Distop

Rabu, 21 Januari 2015 - 11:12 WIB
Izin Ekspor Freeport...
Izin Ekspor Freeport Terancam Distop
A A A
JAKARTA - Pemerintah mengancam akan mencabut izin ekspor PT Freeport Indonesia. Perusahaan tambang asal AS tersebut dinilai tidak sungguh-sungguh dalam membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter ) tembaganya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam konferensi pers di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Jakarta, kemarin mengungkapkan kekesalannya atas perkembangan pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur.

Menurut dia, hingga kini pembangunan smelter tersebut tidak juga menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Manajemen Freeport bahkan terkesan acuh karena menjelang akhir penyelesaian amendemen kontrak tidak melaporkan perkembangan smelter -nya dengan baik. “Saya tidak gembira, saya kecewa. Saya mendapatkan laporan progress smelter masih jauh, bahkan tanah untuk membangun juga belum ada. Freeport tidak menunjukkan kesungguhan,” ucap Sudirman.

Sebagaimana diketahui, pembicaraan amendemen kontrak antara perusahaan tambang emas dan tembaga itu dengan pemerintah telah dimulai sejak 24 Juli 2014. Sementara batas akhir penyelesaian nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) amendemen kontrak itu dijadwalkan tuntas enam bulan setelah 24 Januari 2015. Di dalam kesepakatan penyelesaian penyusunan amendemen kontrak, Freeport harus menunjukkan perkembangan pembangunan smelter -nya.

Kendatidemikian, Freeport tidakmenunjukkan hasil seperti yang diinginkan pemerintah. “Saya tegaskan, tidak ada tawar-menawar terkait smelter karena merupakan persyaratan perpanjangan kontrak. Kalau tidak ada solusi, 25 Januari izin ekspor akan kami stop,” katanya. Sudirman meminta manajemen Freeport segera mencari jalan keluar agar pemerintah tidak melakukan rekomendasi larangan ekspor.

Dia juga meminta Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM untuk membantu mencarikan solusi apa yang bisa dilakukan perusahaan itu dalam waktu dekat. “Terserah apa pun jalannya. Tapi, bukan dengan menawar schedule pembangunan smelter ,” cetusnya. Kekecewaan pemerintah ternyata tidak hanya di persoalan pembangunan smelter.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sukhyar mengatakan, Freeport dalam kurun waktu 2012-2014 pun tidak mau membayar dividen kepada pemerintah. Freeport berdalih sebagai pemegang mayoritas tidak wajib membayar dividen sesuai keputusan induk usahanya, Freeport McMoRan Copper & Gold Inc, di AS.

“Kacau Freeport, sejak 2012-2014 tidak bayar dividen. Kalau keputusan pemegang saham mayoritas menyatakan begitu, kita tidak bisa apa-apa. Dengan begitu, harus diperbaiki,” ujar Sukhyar. Mengenai perbaikan kesepakatan antara pemerintah dan perusahaan tersebut, Sudirman mengatakan, pemerintah meminta porsi bagi hasil dievaluasi kembali.

Presiden Joko Widodo, kata dia, meminta porsi bagi hasil yang lebih besar dibanding sebelumnya, di mana rata-rata 40% untuk negara dan 60% untuk Freeport. Menurut Sudirman, hal yang wajar jika pemerintah meminta bagi hasil lebih besar.

Freeport sudah cukup lama di Indonesia dan mengambil ke-untungan dari operasi tambangnya di Papua. Indonesia sebagai pemilik lahan sangat pantas jika diberi porsi yang lebih seimbang. “Freeport sudah beroperasi 40 tahun, jadi sudah saatnya memberi porsi lebih besar bagi Indonesia,” ujarnya.

Sudirman juga memberikan sinyal bahwa pemerintah siap memperpanjang kontrak Freeport di Papua. Syaratnya, perusahaan tambang asal AS itu patuh dan memenuhi keinginan pemerintah Indonesia. “Freeport ingin tetap di Indonesia, begitu juga pemerintah,” kata Sudirman.

Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7211 seconds (0.1#10.140)