Jepang Pangkas Outlook Inflasi

Kamis, 22 Januari 2015 - 10:09 WIB
Jepang Pangkas Outlook Inflasi
Jepang Pangkas Outlook Inflasi
A A A
TOKYO - Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) kemarin memangkas outlook inflasi saat penurunan harga minyak mengganggu upaya mengatasi deflasi.

Meski demikian, para pembuat kebijakan tetap meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan menyatakan perekonomian kembali menguat. BoJ menyatakan, inflasi untuk tahun fiskal yang dimulai April sebesar 1,0%, turun dari proyeksi sebelumnya 1,7%. “Ekonomi akan tumbuh 2,1%, naik dari 1,5%,” ungkap laporan BoJ, dikutip kantor berita AFP .

Penurunan harga menunjukkan, upaya BoJ mencapai target inflasi 2,0% pada awal tahun depan tampak tidak mungkin dan meningkatkan spekulasi bahwa BoJ akan menerapkan stimulus baru untuk mendorong perekonomian. Target inflasi BoJ menjadi landasan upaya Jepang untuk meningkatkan pertumbuhan dengan mendorong kenaikan harga dan meminta perusahaan-perusahaan meningkatkan rencana inflasi dan penambahan tenaga kerja.

Kendati demikian, kenaikan pajak penjualan pada April menekan belanja konsumen, mengakibatkan ekonomi mengalami resesi selama kuartal III/2013, dan menghambat proyek pertumbuhan ekonomi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe. BoJ juga tetap yakin bahwa perekonomiandalamjaluruntuk pemulihan dan menyatakan proyeksi inflasi jangka panjang tetap tidak terpengaruh.

“Terkait dengan indeks harga konsumen (consumer price index /CPI), outlook untuk tren tersebut tetap tidak berubah, tapi tingkat peningkatan year on year akan lebih rendah pada tahun fiskal 2015 karena penurunan tajam harga minyak mentah,” ungkap BoJ. Pernyataan BoJ lain mencerminkan pendapat yang diungkapkan setelah rapat pada Desember lalu, saat BoJ menyatakan optimisme pada kondisi perekonomian, ekspor meningkat, dan output pabrik mulai membaik.

Sebelumnya regulator keuangan Jepang memulai tes terhadap perbankan regional untuk mengetahui seberapa banyak pendapatan mereka akan turun jika suku bunga jangka panjang tetap mendekati rekor terendah sesuai kebijakan bank sentral.

“Badan Jasa Keuangan (Financial Services Agency/ FSA) mengkhawatirkan, dengan yield obligasi Pemerintah Jepang 10 tahun yang mendekati rekor terendah sekitar 0,3%, perbankan regional dapat mengalami penurunan pendapatan karena perbedaan antara jumlah yang mereka bayar untuk tabungan dan jumlah yang mereka kumpulkan dari pinjaman dan obligasi akan berkurang,” ungkap pernyataan sumber yang mengetahui langsung tentang hal itu pada kantor berita Reuters .

Langkah yang diambil otoritas keuangan itu menunjukkan salah satu risiko yang tidak diinginkan dari program pemerintahan PM Abe untuk menghentikan deflasi dengan dukungan bank sentral. Sejak pemerintahan Abe, Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) menyuntikkan stimulus moneter dalam perekonomian untuk membantu mempertahankan tingkat suku bunga rendah dalam jangka panjang. Jepang memiliki lebih dari 100 perbankan regional yang mencakup sekitar 40% dari total pinjaman USD4,6 triliun.

Meski demikian, total permintaan pinjaman turun 10% dalam 20 tahun terakhir. Perbankan regional biasanya memperpanjang pinjaman untuk bisnis kecil, tapi permintaan terus turun saat populasi di Jepang semakin menua. Untuk tetap bertahap, banyak perbankan kecil menurunkan suku bunga yang mereka kenakan sehingga mengurangi keuntungan. Selama setahun FSA mendorong perbankan regional untuk melakukan konsolidasi atau mencari konsumen di luar negeri.

Belum jelas berapa lama tes FSA berlangsung dan bagaimana badan regulator itu akan melakukan tindak lanjut pada perbankan yang mungkin berisiko akibat suku bunga rendah dalam jangka panjang. Bank regional terbesar kedua di Jepang, Bank of Yokohama, menyatakan, pihaknya mempertimbangkan merger dengan Higashi-Nippon Bank Ltd yang berbasis di Tokyo dalam kesepakatan yang dapat memperkuat konsolidasi.

Sementara defisit perdagangan Jepang pada November turun hingga hampir sepertiga dari setahun lalu, terbantu oleh penguatan ekspor dan penurunan tagihan impor minyak. Kendati demikian, volume pengiriman ke pasar global tetap lemah. Data tersebut dirilis Pemerintah Jepang setelah Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe memenangkan pemilu yang dianggap sebagai referendum atas programnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Rencana kebijakan dua tahun terganjal setelah penaikan pajak penjualan pada April lalu yang menekan pertumbuhan ekonomi Jepang hingga mengalami resesi pada kuartal III/2014.

Kebijakan Abe berhasil membuat nilai yen turun, meningkatkan keuntungan bagi para eksportir seperti Toyota dan Sony. Meski demikian, penurunan yen itu tidak mengakibatkan peningkatan tajam dalam volume ekspor.

Syarifudin
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3328 seconds (0.1#10.140)