Freeport Akui Lamban Respons Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia memastikan akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di lahan milik PT Petrokimia Gresik, di Gresik, Jawa Timur.
Manajemen Freeport menyatakan siap bekerja lebih cepat untuk membangun smelter sesuai keinginan pemerintah. “Saya akui, selama ini masih di jalur lambat. Ke depan Freeport akan berada di jalur cepat sesuai keinginan pemerintah,” ujar Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin di Jakarta kemarin.
Maroef menegaskan, Freeport konsisten mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, termasuk Undang- Undang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, beserta aturan di bawahnya. Sebelumnya Freeport memang sudah menyetor jaminan sebesar USD115 juta atau sekitar 5% dari perkiraan nilai investasi sebesar USD2,3 miliar, sebagai bukti komitmennya dalam pembangunan smelter.
Maroef mengatakan, pihaknya kemarin telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dengan Petrokimia Gresik. Pada hari itu pula, kata dia, Freeport baru mendapat kepastian mengenai pemakaian lahan milik pabrik petrokimia tersebut seluas 60 hektare. Dia menambahkan, Freeport juga menjajaki untuk memasok asam sulfat yang merupakan produk samping smelter sebagai bahan baku Petrokimia Gresik.
Di samping itu, Freeport bisa memasok limestone ke pabrik semen. Namun, dia belum bisa menjanjikan kapan target pengoperasian smelter tersebut. “Kami akan sesuaikan dengan target pemerintah,” ujarnya. Kapasitas smelter baru itu direncanakan sebesar 2 juta ton konsentrat per tahun. Lokasinya berdekatan dengan smelter PT Smelting Gresik di Gresik, di mana di daerah itu sudah tersedia infrastruktur yang dibutuhkan, seperti pelabuhan.
Maroef menambahkan, Freeport juga akan meneruskan kajian pembangunan smelterdan pabrik semen di Papua. Dia menegaskan, Freeport sangat berkomitmen dalam membangun bumi Papua. Selain smelter yang memang terkait dengan bisnis perusahaan, pembangunan pabrik semen dinilai penting untuk menurunkan harga semen yang sangat tinggi dan mendukung pembangunan infrastruktur di Papua.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengancam akan membekukan izin ekspor konsentrat Freeport. Perusahaan tambang emas dan tembaga itu dinilai tidak menunjukkan kesungguhannya dalam membangun smelter sebagaimana yang disyaratkan pemerintah.
Sudirman bahkan menetapkan tanggal 25 Januari 2015 sebagai batas akhir bagi Freeport untuk menunjukkan kemajuan dalam pembangunan smelter, atau pemerintah mencabut izin ekspor perusahaan. Senada dengan pemerintah, DPR pun mendukung rencana sanksi bagi perusahaan tambang emas terbesar yang beroperasi di Tanah Air ini. DPR menilai, pemerintah berhak mencabut izin ekspor Freeport jika perusahaan tidak patuh terhadap aturan negara.
“Kita mendukung pemerintah. Apabila mereka tidak ikuti aturan pemerintah, cabut saja izinnya,” tandas Wakil Ketua Komisi VII DPR Zairullah Azhar baru-baru ini.
Nanang wijayanto/ant
Manajemen Freeport menyatakan siap bekerja lebih cepat untuk membangun smelter sesuai keinginan pemerintah. “Saya akui, selama ini masih di jalur lambat. Ke depan Freeport akan berada di jalur cepat sesuai keinginan pemerintah,” ujar Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin di Jakarta kemarin.
Maroef menegaskan, Freeport konsisten mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, termasuk Undang- Undang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, beserta aturan di bawahnya. Sebelumnya Freeport memang sudah menyetor jaminan sebesar USD115 juta atau sekitar 5% dari perkiraan nilai investasi sebesar USD2,3 miliar, sebagai bukti komitmennya dalam pembangunan smelter.
Maroef mengatakan, pihaknya kemarin telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dengan Petrokimia Gresik. Pada hari itu pula, kata dia, Freeport baru mendapat kepastian mengenai pemakaian lahan milik pabrik petrokimia tersebut seluas 60 hektare. Dia menambahkan, Freeport juga menjajaki untuk memasok asam sulfat yang merupakan produk samping smelter sebagai bahan baku Petrokimia Gresik.
Di samping itu, Freeport bisa memasok limestone ke pabrik semen. Namun, dia belum bisa menjanjikan kapan target pengoperasian smelter tersebut. “Kami akan sesuaikan dengan target pemerintah,” ujarnya. Kapasitas smelter baru itu direncanakan sebesar 2 juta ton konsentrat per tahun. Lokasinya berdekatan dengan smelter PT Smelting Gresik di Gresik, di mana di daerah itu sudah tersedia infrastruktur yang dibutuhkan, seperti pelabuhan.
Maroef menambahkan, Freeport juga akan meneruskan kajian pembangunan smelterdan pabrik semen di Papua. Dia menegaskan, Freeport sangat berkomitmen dalam membangun bumi Papua. Selain smelter yang memang terkait dengan bisnis perusahaan, pembangunan pabrik semen dinilai penting untuk menurunkan harga semen yang sangat tinggi dan mendukung pembangunan infrastruktur di Papua.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengancam akan membekukan izin ekspor konsentrat Freeport. Perusahaan tambang emas dan tembaga itu dinilai tidak menunjukkan kesungguhannya dalam membangun smelter sebagaimana yang disyaratkan pemerintah.
Sudirman bahkan menetapkan tanggal 25 Januari 2015 sebagai batas akhir bagi Freeport untuk menunjukkan kemajuan dalam pembangunan smelter, atau pemerintah mencabut izin ekspor perusahaan. Senada dengan pemerintah, DPR pun mendukung rencana sanksi bagi perusahaan tambang emas terbesar yang beroperasi di Tanah Air ini. DPR menilai, pemerintah berhak mencabut izin ekspor Freeport jika perusahaan tidak patuh terhadap aturan negara.
“Kita mendukung pemerintah. Apabila mereka tidak ikuti aturan pemerintah, cabut saja izinnya,” tandas Wakil Ketua Komisi VII DPR Zairullah Azhar baru-baru ini.
Nanang wijayanto/ant
(ars)