Pengamat Kritisi Distribusi Tertutup Elpiji 3 Kg
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Energi Sofyano Zakaria mengkritisi pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam menerapkan distribusi tertutup elpiji subsidi 3 kilogram (kg).
Sofyano menilai, implementasi distribusi elpiji secara tertutup akan memakan biaya serta infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang mahal.
"Selain itu, tentunya juga harus dipraktikan pada minyak tanah subsidi untuk wilayah yang belum dikonversi supaya penggunaan minyak tanah juga tidak melenceng," tutur Sofyano di Jakarta, Senin (25/1/2015).
Dia mengungkapkan, bila teknologi distribusi tertutup dibangun, maka konsekuensi di lapangan, pemerintah perlu melakukan pengawasan.
"Akan perlu aparatur pemerintah bekerja ekstra, sehingga ada tambahan ekstra biaya, yang bisa saja seluruh biaya tersebut sebenarnya kurang ada manfaat terhadap sasaran distribusi tertutup itu sendiri. Jangan jangan hanya akan keluar biaya saja tapi hasilnya tidak jelas sebagaimana kartu kendali masa lampau," tuturnya.
Sofyano menyebut, titik masalah sesungguhnya lantaran tidak pernah dikoreksinya harga elpiji 3 kg. Hal itu menyebabkan disparitas yang berlebihan, sehingga ada potensi penyelewengan pemakaian, misalnya pengoplosan elpiji 3 kg ke tabung 12 kg.
"Kesimpulannya, tindakan sangat tergesa-gesa untuk menerapkan distribusi tertutup seperti konsep yang tertuang dalam lampiran Permen ESDM No 26/2009 adalah kebijakan yang kurang bijaksana," ujar dia.
Menurutnya, jika pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk menjalankan disribusi elpiji 3 kg secara tertutup maka akan sangat menyalahi prinsip good governance. Pasalnya, Pertamina sebagai badan usaha telah menjadi satu-satunya pelaku distribusi elpiji bersubsidi.
"Obat yang paling mujarab atas hal tersebut adalah dengan melakukan koreksi atas besaran subsidi itu sendiri," tuturnya.
Lebih lanjut Sofyano menambahkan, akan teramat sulit bagi pemerintah untuk melaksanakan dan mengatur serta mengawasi distribusi elpiji tertutup dengan jumlah agen yang lebih dari 3.400 agen, pangkalan elpiji sekitar 150 ribu, dan sekitar 1,5 juta pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Ditambah dengan jumlah konsumen pengguna elpiji 3 kg eks program konversi sekitar 57 juta kepala keluarga dan belum ditambah dengan penggunaan oleh masyarakat lain non-penerima paket konversi mitan, saya sangat yakin program distribusi tertutup yang ditetapkan pemerintah sangat mustahil bisa terwujud," tuturnya.
Sofyano menilai, implementasi distribusi elpiji secara tertutup akan memakan biaya serta infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang mahal.
"Selain itu, tentunya juga harus dipraktikan pada minyak tanah subsidi untuk wilayah yang belum dikonversi supaya penggunaan minyak tanah juga tidak melenceng," tutur Sofyano di Jakarta, Senin (25/1/2015).
Dia mengungkapkan, bila teknologi distribusi tertutup dibangun, maka konsekuensi di lapangan, pemerintah perlu melakukan pengawasan.
"Akan perlu aparatur pemerintah bekerja ekstra, sehingga ada tambahan ekstra biaya, yang bisa saja seluruh biaya tersebut sebenarnya kurang ada manfaat terhadap sasaran distribusi tertutup itu sendiri. Jangan jangan hanya akan keluar biaya saja tapi hasilnya tidak jelas sebagaimana kartu kendali masa lampau," tuturnya.
Sofyano menyebut, titik masalah sesungguhnya lantaran tidak pernah dikoreksinya harga elpiji 3 kg. Hal itu menyebabkan disparitas yang berlebihan, sehingga ada potensi penyelewengan pemakaian, misalnya pengoplosan elpiji 3 kg ke tabung 12 kg.
"Kesimpulannya, tindakan sangat tergesa-gesa untuk menerapkan distribusi tertutup seperti konsep yang tertuang dalam lampiran Permen ESDM No 26/2009 adalah kebijakan yang kurang bijaksana," ujar dia.
Menurutnya, jika pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk menjalankan disribusi elpiji 3 kg secara tertutup maka akan sangat menyalahi prinsip good governance. Pasalnya, Pertamina sebagai badan usaha telah menjadi satu-satunya pelaku distribusi elpiji bersubsidi.
"Obat yang paling mujarab atas hal tersebut adalah dengan melakukan koreksi atas besaran subsidi itu sendiri," tuturnya.
Lebih lanjut Sofyano menambahkan, akan teramat sulit bagi pemerintah untuk melaksanakan dan mengatur serta mengawasi distribusi elpiji tertutup dengan jumlah agen yang lebih dari 3.400 agen, pangkalan elpiji sekitar 150 ribu, dan sekitar 1,5 juta pengecer yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Ditambah dengan jumlah konsumen pengguna elpiji 3 kg eks program konversi sekitar 57 juta kepala keluarga dan belum ditambah dengan penggunaan oleh masyarakat lain non-penerima paket konversi mitan, saya sangat yakin program distribusi tertutup yang ditetapkan pemerintah sangat mustahil bisa terwujud," tuturnya.
(rna)