Kasus Dhiva Coreng Dunia Usaha

Kamis, 29 Januari 2015 - 11:53 WIB
Kasus Dhiva Coreng Dunia Usaha
Kasus Dhiva Coreng Dunia Usaha
A A A
JAKARTA - Kasus kredit macet dari PT Dhiva Inter Sarana (DIS) dinilai hanya akan mencoreng citra dunia usaha, khususnya korporasi sebagai debitur perbankan.

Hal ini akan semakin merugikan nasabah lain yang membutuhkan penurunan bunga kredit. Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai kasus kredit macet nasabah korporasi akan semakin memberatkan perbankan. Hal ini akan berdampak menggerus permodalan untuk menutup kredit macet tersebut.

“Dampaknya ialah cadangan risiko akan semakin besar dan memberatkan. Modalnya terpaksa digunakan menyumbat kredit macet ini. Dan mengembalikan kredit macet tersebut akan membutuhkan biaya tidak sedikit. Perbankan akan semakin trauma dengan dunia usaha,” ujar Paul saat dihubungi kemarin.

Dia menyayangkan kredit macet ini karena seharusnya dapat membantu banyak usaha kecil atau UKM. Dana yang tertahan tersebut mempunyai beban moral yang seharusnya dapat digulirkan untuk kepentingan ekonomi lebih luas. “Ini yang membuat nasabah korporasi semakin berbahaya. Karena begitu bermasalah seketika juga langsung hilang. Beda dengan nasabah UKM,” ujarnya.

Hal ini, lanjut dia, semakin diperparah dengan sikap pihak DIS yang tidak terbuka menjelaskan masalah. Hal itu terlihat saat KORAN SINDO mendatangi kantor pusat DIS di Equity Tower, kawasan SCBD. Kantor yang berada di lantai 46 tersebut terlihat elegan dengan sebuah ruang tunggu. Namun, petugas yang berada di meja resepsionis mengaku para direksi sedang keluar kantor karena jam istirahat.

Setelah lebih dari satu jam menunggu alasan akhirnya berubah menjadi pihak direksi tidak akan kembali ke kantor. Petugas yang mengaku satpam tidak bersedia menghubungi satu orang pun staf humas untuk klarifikasi. Dia mengaku Presiden Direktur DIS Richard Setiawan masih beraktivitas di kantor.

Sayangnya, alasan meminta klarifikasi masih tetap tidak menggugah petugas tersebut menghubungi atasannya. “Saya tidak tahu menahu dengan kasus kredit macet itu. Nanti, saya sampaikan kedatangan Anda ke atasan saya,” ujar pria yang tidak bersedia disebutkan namanya tersebut.

Kasus kredit macet PT Dhiva Inter Sarana telah masuk tahap restrukturisasi setelah majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan restrukturisasi utang melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Perseroan memiliki waktu hingga 4 Maret 2015 untuk mencapai kesepakatan damai dengan kreditor.

Kuasa hukum PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk Duma Hutapea mengatakan, pihak Dhiva telah berstatus PKPU selama 45 hari. Saat ini pihaknya memiliki posisi yang sama dengan kreditor lain. Pengadilan telah mengangkat tim pengurus untuk mengawal proses menuju kesepakatan restrukturisasi.

“Tahap pertama telah kita lalui. Saat ini kekayaan Dhiva Inter Sarana sudah terikat PKPU dan harus berkoordinasi dengan kreditor lain. Kita tunggu proposal perdamaian dari mereka apakah disetujui mayoritas kreditor atau tidak nantinya,” ujarnya. Salah satu anggota pengurus PKPU Sementara Allova Herling Mengko mengatakan, saat ini belum ada kreditor lain yang mengadu.

Namun, berdasarkan pengalaman, situasi mulai memanas menjelang pencocokan piutang. Pihaknya akan mengikuti amanat regulasi untuk kedua belah pihak. Dia mengingatkan pihak Dhiva harus menyiapkan proposal penyelesaian untuk berdamai. Hal ini yang harusditerimaolehmayoritaskreditor.

Kalau dalam rapat musyawarah nanti proposal itu ditolak, maka hari itu juga perusahaan dapat dinyatakan pailit. Kuasa hukum Dhiva, Rico Pandeirot, mengatakan kliennya belum merancang proposal penyelesaian. Sebab, pihaknya belum mengetahui jumlah utang dari seluruh kreditor. Meski demikian dia menjamin Dhiva siap mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Klien kami PT Dhiva saat ini belum mendapat panggilan rapat kreditor. Intinya klien kami siap untuk restrukturisasi utang,” ujar Rico kemarin. Sesuai dokumen permohonan PKPU, per 17 Desember 2014, Dhiva memiliki utang ke BII sekitar USD67,67 juta. Perinciannya, utang pokok senilai sekitar USD53,59 juta, utang bunga sekitar USD2,67 juta, dan denda sekitar USD11,41 juta.

Dhiva juga memiliki utang kepada Bank Permata senilai Rp304,23 miliar. Dhiva juga diduga memiliki utang yang berpotensi gagal bayar ke Bank DBS Indonesia sebesar Rp197,79 miliar, dan Bank Central Asia Tbk senilai Rp850 juta, PT Orix Indonesia Finance senilai Rp807,21 juta, Bank CIMB Niaga Rp14,23 miliar, dan kepada BRI senilai Rp33 miliar.

Hafid fuad
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5651 seconds (0.1#10.140)