Kebutuhan Lahan Infrastruktur 133.657 Ha
A
A
A
JAKARTA - Kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur hingga tahun 2019 mencapai 133.657 hektare (ha). Kebutuhan tersebut meliputi pengadaan lahan untuk jalan seluas 21.172 ha, pengelolaan sumber daya air (111.437 ha), bidang cipta karya (592 ha), serta untuk perumahan rakyat (456 ha).
Kepala Badan Pengatur (BP) Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Hediyanto W Husaini mengatakan, pengadaan lahan tersebut sudah harus diselesaikan minimal dua tahun sebelum pembangunan konstruksi berjalan. “Minimal permasalahan lahan sudah harus selesai dua tahun sebelum pengerjaan konstruksi dilakukan.
Sebab, undang-undang kita yang baru sudah bisa memastikan itu, di mana permasalahan lahan yang menjadi sengketa diselesaikan di pengadilan dengan lama waktu dua tahun,” ujar dia di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, berdasarkan target rencana strategis 2015-2019, kebutuhan anggaran untuk pembebasan lahan mencapai Rp82,8 triliun.
Anggaran tersebut terdiri atas bidang Bina Marga (jalan) Rp33,76 triliun, Bidang Sumber Daya Air (Rp46,67 triliun), Bidang Cipta Karya (Rp1,5 triliun), serta perumahan (Rp931 miliar). “Besaran biaya ini cukup signifikan bila dibandingkan dengan perkiraan alokasi pendanaan di lingkungan satuan kerja Kementerian PUPR,” ucapnya.
Menurut dia, permasalahan lahan kerap menjadi kendala dalam pembangunan infrastruktur. Karena itu, pihaknya akan berbagi peran dan berkoordinasi dengan Kementerian terkait terutama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Menurut dia, peranan Kementerian Agraria dan Tata Ruang ke depan jauh lebih besar dari sekarang.
Jika dulu membangun infrastruktur baru diikuti Badan Pertanahan Nasional, kini sebaliknya karena mengerjakan infrastruktur tidak mungkin dilakukan tanpa didahului dengan ketersediaan lahan. “Di daerah, dulu pembebasan lahan merupakan pekerjaan yang rumit karena merupakan seni bagaimana bicara dengan publik, meyakinkan masyarakat dan dengan keterbatasan pemerintah yang ada tekait dengan anggaran,” ujar Hediyanto.
Lebih lanjut dia menambahkan, kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur PUPR selama tahun 2015- 2019 perlu diinventarisasi dan dituangkan dalam perencanaan tahunan sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundangan yang baru. Adapun, permasalahan yang secara umum muncul dalam pengadaan lahan yaitu kepemilikan ganda dalam hak atas tanah, penolakan masyarakat terhadap pembebasan lahan, status lahan, serta masih seringnya ditemui spekulan tanah.
Sebelumnya Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S Priatna menyatakan, pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla ingin mempercepat pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia demi meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Dedy, dalam rencana 2015-2019 infrastruktur perhubungan menjadi fokus program yang dicanangkan.
Ichsan amin
Kepala Badan Pengatur (BP) Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Hediyanto W Husaini mengatakan, pengadaan lahan tersebut sudah harus diselesaikan minimal dua tahun sebelum pembangunan konstruksi berjalan. “Minimal permasalahan lahan sudah harus selesai dua tahun sebelum pengerjaan konstruksi dilakukan.
Sebab, undang-undang kita yang baru sudah bisa memastikan itu, di mana permasalahan lahan yang menjadi sengketa diselesaikan di pengadilan dengan lama waktu dua tahun,” ujar dia di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, berdasarkan target rencana strategis 2015-2019, kebutuhan anggaran untuk pembebasan lahan mencapai Rp82,8 triliun.
Anggaran tersebut terdiri atas bidang Bina Marga (jalan) Rp33,76 triliun, Bidang Sumber Daya Air (Rp46,67 triliun), Bidang Cipta Karya (Rp1,5 triliun), serta perumahan (Rp931 miliar). “Besaran biaya ini cukup signifikan bila dibandingkan dengan perkiraan alokasi pendanaan di lingkungan satuan kerja Kementerian PUPR,” ucapnya.
Menurut dia, permasalahan lahan kerap menjadi kendala dalam pembangunan infrastruktur. Karena itu, pihaknya akan berbagi peran dan berkoordinasi dengan Kementerian terkait terutama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Menurut dia, peranan Kementerian Agraria dan Tata Ruang ke depan jauh lebih besar dari sekarang.
Jika dulu membangun infrastruktur baru diikuti Badan Pertanahan Nasional, kini sebaliknya karena mengerjakan infrastruktur tidak mungkin dilakukan tanpa didahului dengan ketersediaan lahan. “Di daerah, dulu pembebasan lahan merupakan pekerjaan yang rumit karena merupakan seni bagaimana bicara dengan publik, meyakinkan masyarakat dan dengan keterbatasan pemerintah yang ada tekait dengan anggaran,” ujar Hediyanto.
Lebih lanjut dia menambahkan, kebutuhan lahan untuk pembangunan infrastruktur PUPR selama tahun 2015- 2019 perlu diinventarisasi dan dituangkan dalam perencanaan tahunan sesuai dengan pengaturan dalam peraturan perundangan yang baru. Adapun, permasalahan yang secara umum muncul dalam pengadaan lahan yaitu kepemilikan ganda dalam hak atas tanah, penolakan masyarakat terhadap pembebasan lahan, status lahan, serta masih seringnya ditemui spekulan tanah.
Sebelumnya Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S Priatna menyatakan, pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla ingin mempercepat pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia demi meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Menurut Dedy, dalam rencana 2015-2019 infrastruktur perhubungan menjadi fokus program yang dicanangkan.
Ichsan amin
(bbg)