Mendorong BUMN Jadi Lokomotif Pembangunan
A
A
A
Ruang fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 sebesar Rp230 triliun yang digadang-gadang dapat menunjang program prioritas Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) diakui tak mencukupi kebutuhan pembiayaan.
Meski anggaran di bidang infrastruktur untuk pertama kalinya melebihi anggaran subsidi yaitu senilai Rp280 triliun, pemerintah hanya mampu membiayai pembangunan infrastruktur dasar. Untuk itu, pemerintah mendorong peran swasta dalam pembangunan berbagai infrastruktur dan program prioritas lain. Sayangnya, tak semua proyek infrastruktur menarik bagi investor swasta.
Menyadari hal tersebut, pemerintah mendorong peran perusahaan pelat merah dalam pembangunan infrastruktur. Untuk memperbesar peran BUMN dalam mewujudkan program prioritas, penguatan permodalan BUMN dinilai penting. Pemerintah mengusulkan dukungan penguatan permodalan melalui kebijakan dividen dan pemberian tambahan penyertaan modal negara (PMN).
Dukungan pemerintah terkait kebijakan dividen tercermin dari cara pandang peran BUMN yang dioptimalkan perannya sebagai agen pembangunan, berbeda dari semula yang lebih difokuskan pada sisi penerimaan negara melalui dividen dan pajak. Pemerintah mengusulkan agar dilakukan penyesuaian dividen payout ratio. Pemerintah mengusulkan perubahan target setoran dividen dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp34,95 triliun atau turun dibandingkan target dalam APBN 2015 senilai Rp44 triliun.
Dengan kebijakan itu, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas terutama untuk belanja modal (capital expenditure/ capex). Total capex seluruh perusahaan BUMN pada 2015 mencapai Rp300 triliun. Selain itu, dengan struktur permodalan BUMN yang lebih kuat, BUMN juga dapat memberikan multiplier effectyang lebih besar pada perekonomian nasional.
Namun, menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, pengurangan dividen tidak cukup sehingga diajukan pula penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp48 triliun. Sebanyak 35 perusahaan plat merah akan mendapatkan PMN tersebut. Menurutnya, ada enam agenda prioritas pemerintah yang akan membutuhkan keikutsertaan perusahaan milik negara antara lain program pembangunan maritim, pembangunan infrastruktur dan konektifitas, serta program ketahanan pagan.
Selain itu, program industri pertahanan dan keamanan dan program kemandirian ekonomi nasional. Penyuntikan modal BUMN ini diharapkan dapat menjadi daya ungkit 5–6 kali lipat dari jumlah PMN menjadi profit.
“Misalnya PT Waskita Karya yang diberikan PMN Rp3,5 triliun, taruhlah akumulasi profit perusahaan tersebut dalam lima tahun sebesar Rp6,5 triliun. Namun, kalau mendapatkan PMN, dalam lima tahun bisa menjadi Rp18 triliun,” kata menteri BUMN. PT Waskita Karya bisa saja melakukan rights issue,namun risikonya saham pemerintah akan terdilusi. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menilai, anggaran pemerintah difokuskan untuk pembangunan infrastruktur dasar.
Sementara BUMN diharapkan membangun proyek yang tidak diminati swasta. “Kenapa harus BUMN? Saya yakin dari dapil Sumatera tahu benar tender tol Sumatera sejak 90-an, tidak ada perusahaan yang tertarik. Karena gagal terus, berarti harus ada intervensi pemerintah. Karena tidak mungkin dinas PU, maka BUMN,” ucap dia.
Bambang pun memahami kekhawatiran kalangan anggota Dewan yang mempertanyakan pendeknya waktu pembahasan PMN dengan nilai terbesar sepanjang pemerintahan tersebut. Menurutnya, waktu pembahasan yang hanya sebulan tersebut karena pembahasan RAPBN-P 2015 mengakomodasi visi-misi pemerintah baru sehingga terjadi perubahan-perubahan signifikan dari APBN 2015.
Pembiayaan untuk PMN dengan penerbitan surat utang disinyalir tidak akan menambah defisit karena pemerintah akan mengurangi pembiayaan dari surat utang dengan pinjaman multilateral dan bilateral untuk mengurangi tekanan likuiditas.
Sementara itu, Komisi XI DPR menyatakan memahami upaya yang dilakukan pemerintah pada BUMN dalam mewujudkan program prioritas yang berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sebagaimana dinyatakan dalam target pembangunan yang ditetapkan dalam RAPBN-P 2015 berupa tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan indeks pembangunan manusia (IPM).
“Kendati demikian, Komisi XI DPR masih membutuhkan waktu untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh atas beberapa aspek terkait PMN sehingga Komisi XI DPR belum bisa memutuskan dan masih diperlukan pembahasan lebih lanjut dengan menkeu dan menteri BUMN,” tutur Ketua Komisi XI Fadel Muhamad. Kita tunggu ketok palu dari DPR, apakah PMN yang diusulkan pemerintah disetujui.
Ria martati
Meski anggaran di bidang infrastruktur untuk pertama kalinya melebihi anggaran subsidi yaitu senilai Rp280 triliun, pemerintah hanya mampu membiayai pembangunan infrastruktur dasar. Untuk itu, pemerintah mendorong peran swasta dalam pembangunan berbagai infrastruktur dan program prioritas lain. Sayangnya, tak semua proyek infrastruktur menarik bagi investor swasta.
Menyadari hal tersebut, pemerintah mendorong peran perusahaan pelat merah dalam pembangunan infrastruktur. Untuk memperbesar peran BUMN dalam mewujudkan program prioritas, penguatan permodalan BUMN dinilai penting. Pemerintah mengusulkan dukungan penguatan permodalan melalui kebijakan dividen dan pemberian tambahan penyertaan modal negara (PMN).
Dukungan pemerintah terkait kebijakan dividen tercermin dari cara pandang peran BUMN yang dioptimalkan perannya sebagai agen pembangunan, berbeda dari semula yang lebih difokuskan pada sisi penerimaan negara melalui dividen dan pajak. Pemerintah mengusulkan agar dilakukan penyesuaian dividen payout ratio. Pemerintah mengusulkan perubahan target setoran dividen dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp34,95 triliun atau turun dibandingkan target dalam APBN 2015 senilai Rp44 triliun.
Dengan kebijakan itu, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas terutama untuk belanja modal (capital expenditure/ capex). Total capex seluruh perusahaan BUMN pada 2015 mencapai Rp300 triliun. Selain itu, dengan struktur permodalan BUMN yang lebih kuat, BUMN juga dapat memberikan multiplier effectyang lebih besar pada perekonomian nasional.
Namun, menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, pengurangan dividen tidak cukup sehingga diajukan pula penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp48 triliun. Sebanyak 35 perusahaan plat merah akan mendapatkan PMN tersebut. Menurutnya, ada enam agenda prioritas pemerintah yang akan membutuhkan keikutsertaan perusahaan milik negara antara lain program pembangunan maritim, pembangunan infrastruktur dan konektifitas, serta program ketahanan pagan.
Selain itu, program industri pertahanan dan keamanan dan program kemandirian ekonomi nasional. Penyuntikan modal BUMN ini diharapkan dapat menjadi daya ungkit 5–6 kali lipat dari jumlah PMN menjadi profit.
“Misalnya PT Waskita Karya yang diberikan PMN Rp3,5 triliun, taruhlah akumulasi profit perusahaan tersebut dalam lima tahun sebesar Rp6,5 triliun. Namun, kalau mendapatkan PMN, dalam lima tahun bisa menjadi Rp18 triliun,” kata menteri BUMN. PT Waskita Karya bisa saja melakukan rights issue,namun risikonya saham pemerintah akan terdilusi. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menilai, anggaran pemerintah difokuskan untuk pembangunan infrastruktur dasar.
Sementara BUMN diharapkan membangun proyek yang tidak diminati swasta. “Kenapa harus BUMN? Saya yakin dari dapil Sumatera tahu benar tender tol Sumatera sejak 90-an, tidak ada perusahaan yang tertarik. Karena gagal terus, berarti harus ada intervensi pemerintah. Karena tidak mungkin dinas PU, maka BUMN,” ucap dia.
Bambang pun memahami kekhawatiran kalangan anggota Dewan yang mempertanyakan pendeknya waktu pembahasan PMN dengan nilai terbesar sepanjang pemerintahan tersebut. Menurutnya, waktu pembahasan yang hanya sebulan tersebut karena pembahasan RAPBN-P 2015 mengakomodasi visi-misi pemerintah baru sehingga terjadi perubahan-perubahan signifikan dari APBN 2015.
Pembiayaan untuk PMN dengan penerbitan surat utang disinyalir tidak akan menambah defisit karena pemerintah akan mengurangi pembiayaan dari surat utang dengan pinjaman multilateral dan bilateral untuk mengurangi tekanan likuiditas.
Sementara itu, Komisi XI DPR menyatakan memahami upaya yang dilakukan pemerintah pada BUMN dalam mewujudkan program prioritas yang berorientasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sebagaimana dinyatakan dalam target pembangunan yang ditetapkan dalam RAPBN-P 2015 berupa tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan indeks pembangunan manusia (IPM).
“Kendati demikian, Komisi XI DPR masih membutuhkan waktu untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh atas beberapa aspek terkait PMN sehingga Komisi XI DPR belum bisa memutuskan dan masih diperlukan pembahasan lebih lanjut dengan menkeu dan menteri BUMN,” tutur Ketua Komisi XI Fadel Muhamad. Kita tunggu ketok palu dari DPR, apakah PMN yang diusulkan pemerintah disetujui.
Ria martati
(ars)