Iklim Investasi Terganggu
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus memberikan kepastian hukum sebagai salah satu upaya untuk melawan kampanye negatif yang dilakukan sejumlah kalangan terhadap industri sawit.
Kampanye negatif yang dilakukan dalam bentuk survei yang terencana itu mengganggu iklim investasi di daerah. Dwi Dharmawan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Tengah (Kalteng), menyatakan, berbagai survei yang muncul belakangan ini cenderung tidak berdasar dan patut dipertanyakan.
Karena hanya mengambil sampel tiga perusahaan dari sekian puluh perusahaan yang ada di Kalteng. “Apalagi survei-survei itu menuding pelaku industri menggusur lahan rakyat dan merusak lingkungan. Itu sama sekali tidak benar dan tidak berdasar,” ujarnya kemarin. Dia menilai, survei tersebut merupakan bentuk kampanye negatif pihak tertentu untuk menghambat perkembangan budi daya sawit di Tanah Air.
“Ini kriminalisasi komoditas Indonesia. Patut diduga ada kepentingan tertentu yang ingin merusak iklim investasi di negeri ini,” tegasnya. Menurut dia, tudingan menggusur lahan rakyat dinilai sangat berlebihan dan tidak berdasar fakta di lapangan. Dwi juga mempertanyakan mengapa survei tersebut baru dibuat belakangan ini. “Kenapa tidak protes saat pembibitan atau pembukaan lahan, nah sekarang pas dibangun pabrik baru protes. Ini kan aneh,” katanya.
Padahal, perkebunan sawit ikut membangun perekonomian daerah dan perekonomian nasional. Hal itu ditunjukkan dari perolehan devisa ekspor yang tinggi, menciptakan tenaga kerja, dan tidak kalah penting membangun infrastruktur daerah. Seperti diketahui, pekan lalu Gapki melansir nilai ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya pada 2014 mencapai USD20,8 miliar atau setara dengan Rp262 triliun.
“Di daerah, mana pernah pemerintah bangun jalan, jembatan, dan irigasi, justru kami yang berani masuk duluan,” ujarnya. Karena itu, dia menegaskan, Gapki mendesak pemerintah memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku industri di Kalteng. “Pemerintah harus memberikan kepastian hukum antara lain payung hukum tata ruang dan perizinan yang berlaku. Tanpa itu, masyarakat dan pelaku industri akan mudah menjadi korban kampanye negatif,” ucapnya.
Dwi menilai pelaku industri menaruh harapan besar bagi pemerintahan baru ini untuk memberikan kepastian hukum agar iklim investasi tetap kondusif. “Ini tugas pemerintah baru, memberikan kepastian hukum dan menjaga iklim investasi. Kita ketahui bersama jarang Menteri Pertanian berbicara komoditas sawit, padahal sumbangsih terhadap perekonomian besar,” ujarnya.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani mengakui, kampanye negatif yang dilakukan sejumlah pihak tertentu makin gencar. “Bukan hanya survei tentang menggusur lahan, kampanye negatif juga dilakukan dengan tudingan merusak lingkungan dan membakar hutan. Ini yang harus dicegah bersama,” ujarnya.
Menurut dia, kampanye negatif yang terus digulirkan sejumlah pihak tertentu telah merugikan bukan hanya pelaku industri, tapi juga rakyat dan negara, karena bisa mengganggu perekonomian nasional. “Sudah banyak contoh kampanye negatif. Ini perlu usaha bersama untuk mengatasinya, tidak bisa hanya pelaku industri, tapi harus merangkul pemerintah secara luas dan masyarakat,” katanya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo juga mendukung upaya masyarakat dan pelaku industri meminta kepastian hukum terhadap gangguan iklim investasi di daerah. “Ini komitmen dari pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla untuk membuat iklim investasi kondusif, salah satunya dengan memberikan kepastian hukum. DPR juga mendukung hal tersebut,” ujarnya. Menurut dia, kampanye negatif yang digaungkan sejumlah pihak bukan hanya di Kalteng, tapi dilakukan secara internasional.
“Sudah semestinya pemerintah memberikan perlawanan dengan adanya kepastian hukum,” paparnya. Sebelumnya pengelola perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah menuai sorotan. Survei terencana karena hanya mengambil tiga sampel yang dilakukan The Institute for Ecosoc Rights. Riset tersebut menyebutkan bahwa ekspansi perkebunan sawit menggusur lahan warga setempat.
Sudarsono
Kampanye negatif yang dilakukan dalam bentuk survei yang terencana itu mengganggu iklim investasi di daerah. Dwi Dharmawan, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Tengah (Kalteng), menyatakan, berbagai survei yang muncul belakangan ini cenderung tidak berdasar dan patut dipertanyakan.
Karena hanya mengambil sampel tiga perusahaan dari sekian puluh perusahaan yang ada di Kalteng. “Apalagi survei-survei itu menuding pelaku industri menggusur lahan rakyat dan merusak lingkungan. Itu sama sekali tidak benar dan tidak berdasar,” ujarnya kemarin. Dia menilai, survei tersebut merupakan bentuk kampanye negatif pihak tertentu untuk menghambat perkembangan budi daya sawit di Tanah Air.
“Ini kriminalisasi komoditas Indonesia. Patut diduga ada kepentingan tertentu yang ingin merusak iklim investasi di negeri ini,” tegasnya. Menurut dia, tudingan menggusur lahan rakyat dinilai sangat berlebihan dan tidak berdasar fakta di lapangan. Dwi juga mempertanyakan mengapa survei tersebut baru dibuat belakangan ini. “Kenapa tidak protes saat pembibitan atau pembukaan lahan, nah sekarang pas dibangun pabrik baru protes. Ini kan aneh,” katanya.
Padahal, perkebunan sawit ikut membangun perekonomian daerah dan perekonomian nasional. Hal itu ditunjukkan dari perolehan devisa ekspor yang tinggi, menciptakan tenaga kerja, dan tidak kalah penting membangun infrastruktur daerah. Seperti diketahui, pekan lalu Gapki melansir nilai ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya pada 2014 mencapai USD20,8 miliar atau setara dengan Rp262 triliun.
“Di daerah, mana pernah pemerintah bangun jalan, jembatan, dan irigasi, justru kami yang berani masuk duluan,” ujarnya. Karena itu, dia menegaskan, Gapki mendesak pemerintah memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku industri di Kalteng. “Pemerintah harus memberikan kepastian hukum antara lain payung hukum tata ruang dan perizinan yang berlaku. Tanpa itu, masyarakat dan pelaku industri akan mudah menjadi korban kampanye negatif,” ucapnya.
Dwi menilai pelaku industri menaruh harapan besar bagi pemerintahan baru ini untuk memberikan kepastian hukum agar iklim investasi tetap kondusif. “Ini tugas pemerintah baru, memberikan kepastian hukum dan menjaga iklim investasi. Kita ketahui bersama jarang Menteri Pertanian berbicara komoditas sawit, padahal sumbangsih terhadap perekonomian besar,” ujarnya.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani mengakui, kampanye negatif yang dilakukan sejumlah pihak tertentu makin gencar. “Bukan hanya survei tentang menggusur lahan, kampanye negatif juga dilakukan dengan tudingan merusak lingkungan dan membakar hutan. Ini yang harus dicegah bersama,” ujarnya.
Menurut dia, kampanye negatif yang terus digulirkan sejumlah pihak tertentu telah merugikan bukan hanya pelaku industri, tapi juga rakyat dan negara, karena bisa mengganggu perekonomian nasional. “Sudah banyak contoh kampanye negatif. Ini perlu usaha bersama untuk mengatasinya, tidak bisa hanya pelaku industri, tapi harus merangkul pemerintah secara luas dan masyarakat,” katanya.
Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo juga mendukung upaya masyarakat dan pelaku industri meminta kepastian hukum terhadap gangguan iklim investasi di daerah. “Ini komitmen dari pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla untuk membuat iklim investasi kondusif, salah satunya dengan memberikan kepastian hukum. DPR juga mendukung hal tersebut,” ujarnya. Menurut dia, kampanye negatif yang digaungkan sejumlah pihak bukan hanya di Kalteng, tapi dilakukan secara internasional.
“Sudah semestinya pemerintah memberikan perlawanan dengan adanya kepastian hukum,” paparnya. Sebelumnya pengelola perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah menuai sorotan. Survei terencana karena hanya mengambil tiga sampel yang dilakukan The Institute for Ecosoc Rights. Riset tersebut menyebutkan bahwa ekspansi perkebunan sawit menggusur lahan warga setempat.
Sudarsono
(bbg)