Peran Konkret Aggregator Gas Minta Diperjelas
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Migas Institute Pri Agung Rakhmanto mengaku belum tahu persis peran konkret aggregator gas, sehingga harus diperjelas.
"Artinya, (aggregator gas) ini harus benar-benar memiliki kewenangan penuh sebagai stabilisator harga, termasuk di antaranya kewenangan membeli dan menjual," ujar Pri Agung dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (3/2/2015)
Menurut dia, jika peran tersebut selama ini ternyata sudah dimainkan Pertamina, maka pemerintah tidak perlu membentuk aggregator gas yang baru, hanya perlu memperjelas peran tersebut.
Wacana tentang pembentukan aggregator gas tersebut tak lepas dari platform energi pemerintah. Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji akan memperkuat gas sebagai energi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Pemerintah meyakini, dengan mempercepat konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas bisa mengatasi persoalan subsidi BBM yang terus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat, ide tersebut sangat bagus dan harus mendapat dukungan karena manifestasi pelayanan satu pintu (one stop service).
Terkait kemungkinan bahwa Pertamina yang akan menjadi single aggregator, Syarif menilai bahwa hal itu memang dimungkinkan. Apalagi, selama ini Pertamina memang memiliki kemampuan melakukan eksplorasi dan eksploitasi.
Selain itu, Pertamina juga berpengalaman dalam hal distribusi. Namun agar tujuan percepatan konversi dari BBM ke gas bisa terwujud, Syarif menyarankan agar distribusi juga dilakukan melalui instalasi, termasuk pipa-pipa sampai ke rumah.
"Artinya, (aggregator gas) ini harus benar-benar memiliki kewenangan penuh sebagai stabilisator harga, termasuk di antaranya kewenangan membeli dan menjual," ujar Pri Agung dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (3/2/2015)
Menurut dia, jika peran tersebut selama ini ternyata sudah dimainkan Pertamina, maka pemerintah tidak perlu membentuk aggregator gas yang baru, hanya perlu memperjelas peran tersebut.
Wacana tentang pembentukan aggregator gas tersebut tak lepas dari platform energi pemerintah. Sebelumnya, Presiden Jokowi berjanji akan memperkuat gas sebagai energi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Pemerintah meyakini, dengan mempercepat konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas bisa mengatasi persoalan subsidi BBM yang terus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat, ide tersebut sangat bagus dan harus mendapat dukungan karena manifestasi pelayanan satu pintu (one stop service).
Terkait kemungkinan bahwa Pertamina yang akan menjadi single aggregator, Syarif menilai bahwa hal itu memang dimungkinkan. Apalagi, selama ini Pertamina memang memiliki kemampuan melakukan eksplorasi dan eksploitasi.
Selain itu, Pertamina juga berpengalaman dalam hal distribusi. Namun agar tujuan percepatan konversi dari BBM ke gas bisa terwujud, Syarif menyarankan agar distribusi juga dilakukan melalui instalasi, termasuk pipa-pipa sampai ke rumah.
(rna)