Cost Recovery Migas USD14,09 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Anggaran biaya operasi minyak dan gas bumi (migas) yang ditagihkan kepada negara (cost recovery) pada tahun ini akhirnya disepakati sebesar USD14,09 miliar.
Kesepakatan tersebut dicapai pada rapat yang berlangsung alot antara Panitia Kerja Penerimaan Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Pemerintah di Jakarta kemarin. Angka cost recovery yang disepakati lebih rendah dibandingkan dengan yang dianggarkan dalam APBN 2015 yang dipatok sebesar USD16 miliar. Kendati demikian, Banggar juga meminta adanya simulasi yang lebih detil jika cost recovery berada di bawah angka USD14 miliar sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
“Putus di angka USD14 miliar dengan catatan proyeksi penerimaan migas, kita harus gentle dan keputusan ini tentu ada catatannya agar dipertimbangkan baik-baik karena bakal jadi pertanggungjawaban dengan baik,” ujar Pemimpin Rapat Panja Penerimaan Jazilul Fawaid di Jakarta kemarin. Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PKB ini mengatakan, usulan-usulan dari sejumlah anggota Banggar yang ingin angka cost recovery lebih rendah tetap menjadi masukan dalam rapat.
Oleh karena itu, ia pun menyetujui usulan pemerintah yang ingin menetapkan angka cost recovery USD14,09 miliar dengan catatan. “Kami setujui angka USD 14 miliar, tapi ada kewajiban pemerintah untuk menyusun simulasi yang lebih detil agar bisa dikontrol,” tambahnya. Sejumlah anggota DPR pada rapat tersebut sempat meminta pemerintah menurunkan kembali angka cost recovery.
Salah satunya Anggota Banggar dari Fraksi PDIP I Wayan Koster yang mengatakan bahwa angka cost recovery bisa dipatok di kisaran USD13 miliar. Menurutnya, angka USD13 miliar tidak akan benar-benar bisa mengganggu lifting migas. “Kalau mau dicoba, sampai sejauh mana USD13 miliar itu mengganggu lifting ,” katanya.
Senada, anggota Banggar Kahar Muzakir juga mengatakan, sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan mantan pemimpin di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amien Sunaryadi bisa menjadi senjata untuk menurunkan lagi angka cost recovery.
Menurutnya, jika Amien berani menurunkan kembali angka cost recovery, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan sungkan dengan langkah SKK Migas menurunkan angka cost recovery. Anggota DPR Partai Golkar ini optimistis bahwa angka cost recovery sebesar USD13 miliar bisa diterapkan untuk RAPBN-P 2015.
“Saya yakin angka USD12 miliar tahun depan juga bisa. Kalau USD13 miliar itu saya yakin sekali. Karena Pak Amien baru, kalau sudah setahun (menjabat) saya belum tahu,” tambahnya Namun, usulan itu mendapat sanggahan dari pemerintah karena dianggap tidak realistis. Bahkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, angka tersebut tidak bisa diturunkan lebih rendah lagi karena khawatir bisa menimbulkan risiko pada produksi migas tahun ini.
Dalam pemaparannya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyiapkan dua skenario. Pertama, nilai cost recovery USD16,5 miliar dengan penerimaan kotor senilai USD34,2 miliar dan penerimaan negara USD15,32 miliar.
“Skenario lainnya, cost recovery sebesar USD14,09 miliar, asumsi makro lifting minyak tetap, penerimaan kotor USD34,28 miliar,” ujar dia. Amien menambahkan, dalam empat tahun terakhir angka cost recovery sektor migas masih di atas USD15 miliar. Misalnya saja pada 2011, angka cost recovery mencapai USD15,2 miliar. Sementara di 2012 sebesar USD15,5 miliar, 2013 (USD 15,9 miliar) dan 2014 (USD15,13 miliar).
“Kalau cost recovery terus ditekan, yang kena produksinya, baik minyak maupun gasnya, kalau itu kena, nanti rontok juga,” ujarnya. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, penetapan angka cost recovery ini penting bagi pemerintah untuk menyusun postur RAPBN-P 2015.
Sehingga, dia berharap dalam rapat tersebut bisa diambil keputusan agar penyusunan postur RAPBN-P 2015 dan rapat panja lainnya bisa segera terselesaikan.
Ria martati
Kesepakatan tersebut dicapai pada rapat yang berlangsung alot antara Panitia Kerja Penerimaan Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Pemerintah di Jakarta kemarin. Angka cost recovery yang disepakati lebih rendah dibandingkan dengan yang dianggarkan dalam APBN 2015 yang dipatok sebesar USD16 miliar. Kendati demikian, Banggar juga meminta adanya simulasi yang lebih detil jika cost recovery berada di bawah angka USD14 miliar sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
“Putus di angka USD14 miliar dengan catatan proyeksi penerimaan migas, kita harus gentle dan keputusan ini tentu ada catatannya agar dipertimbangkan baik-baik karena bakal jadi pertanggungjawaban dengan baik,” ujar Pemimpin Rapat Panja Penerimaan Jazilul Fawaid di Jakarta kemarin. Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PKB ini mengatakan, usulan-usulan dari sejumlah anggota Banggar yang ingin angka cost recovery lebih rendah tetap menjadi masukan dalam rapat.
Oleh karena itu, ia pun menyetujui usulan pemerintah yang ingin menetapkan angka cost recovery USD14,09 miliar dengan catatan. “Kami setujui angka USD 14 miliar, tapi ada kewajiban pemerintah untuk menyusun simulasi yang lebih detil agar bisa dikontrol,” tambahnya. Sejumlah anggota DPR pada rapat tersebut sempat meminta pemerintah menurunkan kembali angka cost recovery.
Salah satunya Anggota Banggar dari Fraksi PDIP I Wayan Koster yang mengatakan bahwa angka cost recovery bisa dipatok di kisaran USD13 miliar. Menurutnya, angka USD13 miliar tidak akan benar-benar bisa mengganggu lifting migas. “Kalau mau dicoba, sampai sejauh mana USD13 miliar itu mengganggu lifting ,” katanya.
Senada, anggota Banggar Kahar Muzakir juga mengatakan, sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan mantan pemimpin di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amien Sunaryadi bisa menjadi senjata untuk menurunkan lagi angka cost recovery.
Menurutnya, jika Amien berani menurunkan kembali angka cost recovery, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) akan sungkan dengan langkah SKK Migas menurunkan angka cost recovery. Anggota DPR Partai Golkar ini optimistis bahwa angka cost recovery sebesar USD13 miliar bisa diterapkan untuk RAPBN-P 2015.
“Saya yakin angka USD12 miliar tahun depan juga bisa. Kalau USD13 miliar itu saya yakin sekali. Karena Pak Amien baru, kalau sudah setahun (menjabat) saya belum tahu,” tambahnya Namun, usulan itu mendapat sanggahan dari pemerintah karena dianggap tidak realistis. Bahkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, angka tersebut tidak bisa diturunkan lebih rendah lagi karena khawatir bisa menimbulkan risiko pada produksi migas tahun ini.
Dalam pemaparannya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menyiapkan dua skenario. Pertama, nilai cost recovery USD16,5 miliar dengan penerimaan kotor senilai USD34,2 miliar dan penerimaan negara USD15,32 miliar.
“Skenario lainnya, cost recovery sebesar USD14,09 miliar, asumsi makro lifting minyak tetap, penerimaan kotor USD34,28 miliar,” ujar dia. Amien menambahkan, dalam empat tahun terakhir angka cost recovery sektor migas masih di atas USD15 miliar. Misalnya saja pada 2011, angka cost recovery mencapai USD15,2 miliar. Sementara di 2012 sebesar USD15,5 miliar, 2013 (USD 15,9 miliar) dan 2014 (USD15,13 miliar).
“Kalau cost recovery terus ditekan, yang kena produksinya, baik minyak maupun gasnya, kalau itu kena, nanti rontok juga,” ujarnya. Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, penetapan angka cost recovery ini penting bagi pemerintah untuk menyusun postur RAPBN-P 2015.
Sehingga, dia berharap dalam rapat tersebut bisa diambil keputusan agar penyusunan postur RAPBN-P 2015 dan rapat panja lainnya bisa segera terselesaikan.
Ria martati
(ftr)