Kepri Alami Deflasi 0,32%
A
A
A
BATAM - Penurunan harga BBM memicu deflasi Kepulauan Riau (Kepri) di Januari 2015 sebesar 0,32%. Angka ini jauh di bawah ekspetasi sebelumnya sekaligus menunjukkan penurunan indeks harga konsumen dari Desember 2014.
Bank Indonesia (BI) kepri melaporkan, atas perkembangan itu, inflasi tahunan (year on year) tercatat hanya 6,39%, di bawah inflasi bulan sebelumnya 7,5%.
BI Kepri mencatat pemangkasan harga BBM hingga dua kali yang diikuti penurunan tarif angkutan menjadi kunci penurunan inflasi.
"Deflasi di Januari berlawanan arah dibanding bulan sebelumnya yang tercatat terjadi inflasi bulanan 2,70% dan year on year 7,5%," ujar Deputi Kepala Perwakilan BI Kepri Rino Is Triyanto di Batam, Selasa (4/2/2015).
Deflasi Januari yang terjadi di Kepri lebih tinggi dibanding nasional sebesar 0,24% (mtm) atau 6,96%(yoy).
Sementara di tingkat kota, Batam mengalami deflasi sebesar 0,41% atau 6,39% dan Kota Tanjungpinang mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) atau 6,36% (yoy). Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Batam pada Januari 2015 turun dari 117,01 pada Desember 2014 menjadi 116,53 di Januari 2015.
Terjadinya perubahan harga pada 142 komoditi kebutuhan masyarakat menjadi pemicu terjadinya deflasi di Kota Batam. Di mana, sebanyak 36 komoditi/jasa di antaranya mengalami penurunan harga/tarif.
Pihaknya mencatat kelompok administered price menjadi penyumbang deflasi Januari sebesar 4,04% (mtm) dan andil -0,89%.
Deflasi itu didorong penurunan harga beberapa komoditas yang ditetapkan pemerintah. Antara lain harga BBM bersubsidi (bensin dan solar), elpiji 12 kg serta semen.
Penurunan harga komoditas tersebut diberlakukan per 19 Januari 2015, bensin dari harga Rp7.600 menjadi Rp6.600, solar dari harga Rp7.250 menjadi Rp6.400, elpiji 12 kg dari harga Rp135.000 menjadi Rp129.000 serta harga semen yang turun Rp3.000 per sak.
Selain itu, deflasi kelompok administered price juga disumbang penurunan tarif angkutan udara, laut, dan tarif taksi.
Sementara, andil terbesar inflasi disumbang kelompok inti sebesar 0,77% dan andil 0,45%. Inflasi kelompok inti terutama dipicu peningkatan harga kelompok makanan jadi, upah pembantu RT, emas perhiasan, dan harga semen yang merupakan penyesuaian biaya operasional dengan kondisi terkini.
Meskipun penurunan harga semen telah diberlakukan, harga komoditas semen di Kepri tercatat mengalami inflasi sebesar 4,31% (mtm) dengan andil 0,02%.
Kelompok volatile food inflasi 0,53% (mtm) dengan andil 0,10%. Inflasi kelompok itu terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok sayuran, telur ayam ras dan ikan segar.
Menurutnya, kenaikan harga komoditas sayuran dan bahan makanan merupakan dampak gangguan distribusi barang serta berkurangnya hasil tangkapan nelayan, akibat tingginya gelombang laut yang disebabkan angin musim utara yang diperkirakan baru akan berakhir pada pertengahan Februari.
Sebelumnya, Dosen Bisnis Internasional Universitas Putera Batam (UPB) Suyono Saputra menilai, belum tampak solusi cepat dari pemerintah untuk menurunkan harga secara instan setelah harga melambung akibat kenaikan harga BBM.
Salah satu solusi yang realistis dan instan adalah dengan operasi pasar, penambahan stok ke pasar dan menjualnya berdasarkan harga jual ideal yang diinginkan pemerintah.
Namun, agar efektif operasi pasar harus dilakukan pemerintah dan distributor utama ke semua pasar yang ada. Sayangnya operasi pasar juga tidak berdampak panjang.
Suyono berpendapat operasi pasar kemungkinan hanya dilakukan di kantong-kantong masyarakat berpenghasilan rendah agar tidak semakin tertekan dengan harga bahan pokok.
"Saya melihat belum ada upaya instan dan cepat untuk menekan harga. Tapi sebenarnya harga bisa ditekan secara proporsional dan secara bertahap dengan mempertimbangkan pergerakan harga BBM, karena operasi pasar hanya temporary saja," jelasnya.
Selain itu, asosiasi pelaku usaha dan pengelola pasar juga dinilai perlu ikut memantau perkembangan harga bahan bakar minyak dalam menentukan harga jual barang kebutuhan pokok di pasaran.
Dia mengatakan, sebenarnya tanpa instruksi, harga bahan pokok di pasaran akan praktis turun karena harga BBM sudah turun.
Apalagi, pasokan lancar, distribusi normal dan produksi daerah asal yang tidak terganggu bisa menjadi faktor penurunan harga, di samping juga terpenuhinya mekanisme pasar.
"Tapi tidak ada salahnya jika Pemda menginstruksikan distributor untuk mengikuti perkembangan harga BBM dalam penentuan harga jual," tambahnya.
Selain itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kepri juga dinilai perlu turun tangan bertemu dengan seluruh distributor dan pelaku usaha angkutan guna menyelesaikan tarik ulur tarif dan harga.
"Karena kondisi Batam dan Kepri sangat krusial dalam pengamanan kebutuhan, karena ketergantungan yang sangat tinggi atas pasokan daerah lain," pungkasnya.
Bank Indonesia (BI) kepri melaporkan, atas perkembangan itu, inflasi tahunan (year on year) tercatat hanya 6,39%, di bawah inflasi bulan sebelumnya 7,5%.
BI Kepri mencatat pemangkasan harga BBM hingga dua kali yang diikuti penurunan tarif angkutan menjadi kunci penurunan inflasi.
"Deflasi di Januari berlawanan arah dibanding bulan sebelumnya yang tercatat terjadi inflasi bulanan 2,70% dan year on year 7,5%," ujar Deputi Kepala Perwakilan BI Kepri Rino Is Triyanto di Batam, Selasa (4/2/2015).
Deflasi Januari yang terjadi di Kepri lebih tinggi dibanding nasional sebesar 0,24% (mtm) atau 6,96%(yoy).
Sementara di tingkat kota, Batam mengalami deflasi sebesar 0,41% atau 6,39% dan Kota Tanjungpinang mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) atau 6,36% (yoy). Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Batam pada Januari 2015 turun dari 117,01 pada Desember 2014 menjadi 116,53 di Januari 2015.
Terjadinya perubahan harga pada 142 komoditi kebutuhan masyarakat menjadi pemicu terjadinya deflasi di Kota Batam. Di mana, sebanyak 36 komoditi/jasa di antaranya mengalami penurunan harga/tarif.
Pihaknya mencatat kelompok administered price menjadi penyumbang deflasi Januari sebesar 4,04% (mtm) dan andil -0,89%.
Deflasi itu didorong penurunan harga beberapa komoditas yang ditetapkan pemerintah. Antara lain harga BBM bersubsidi (bensin dan solar), elpiji 12 kg serta semen.
Penurunan harga komoditas tersebut diberlakukan per 19 Januari 2015, bensin dari harga Rp7.600 menjadi Rp6.600, solar dari harga Rp7.250 menjadi Rp6.400, elpiji 12 kg dari harga Rp135.000 menjadi Rp129.000 serta harga semen yang turun Rp3.000 per sak.
Selain itu, deflasi kelompok administered price juga disumbang penurunan tarif angkutan udara, laut, dan tarif taksi.
Sementara, andil terbesar inflasi disumbang kelompok inti sebesar 0,77% dan andil 0,45%. Inflasi kelompok inti terutama dipicu peningkatan harga kelompok makanan jadi, upah pembantu RT, emas perhiasan, dan harga semen yang merupakan penyesuaian biaya operasional dengan kondisi terkini.
Meskipun penurunan harga semen telah diberlakukan, harga komoditas semen di Kepri tercatat mengalami inflasi sebesar 4,31% (mtm) dengan andil 0,02%.
Kelompok volatile food inflasi 0,53% (mtm) dengan andil 0,10%. Inflasi kelompok itu terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok sayuran, telur ayam ras dan ikan segar.
Menurutnya, kenaikan harga komoditas sayuran dan bahan makanan merupakan dampak gangguan distribusi barang serta berkurangnya hasil tangkapan nelayan, akibat tingginya gelombang laut yang disebabkan angin musim utara yang diperkirakan baru akan berakhir pada pertengahan Februari.
Sebelumnya, Dosen Bisnis Internasional Universitas Putera Batam (UPB) Suyono Saputra menilai, belum tampak solusi cepat dari pemerintah untuk menurunkan harga secara instan setelah harga melambung akibat kenaikan harga BBM.
Salah satu solusi yang realistis dan instan adalah dengan operasi pasar, penambahan stok ke pasar dan menjualnya berdasarkan harga jual ideal yang diinginkan pemerintah.
Namun, agar efektif operasi pasar harus dilakukan pemerintah dan distributor utama ke semua pasar yang ada. Sayangnya operasi pasar juga tidak berdampak panjang.
Suyono berpendapat operasi pasar kemungkinan hanya dilakukan di kantong-kantong masyarakat berpenghasilan rendah agar tidak semakin tertekan dengan harga bahan pokok.
"Saya melihat belum ada upaya instan dan cepat untuk menekan harga. Tapi sebenarnya harga bisa ditekan secara proporsional dan secara bertahap dengan mempertimbangkan pergerakan harga BBM, karena operasi pasar hanya temporary saja," jelasnya.
Selain itu, asosiasi pelaku usaha dan pengelola pasar juga dinilai perlu ikut memantau perkembangan harga bahan bakar minyak dalam menentukan harga jual barang kebutuhan pokok di pasaran.
Dia mengatakan, sebenarnya tanpa instruksi, harga bahan pokok di pasaran akan praktis turun karena harga BBM sudah turun.
Apalagi, pasokan lancar, distribusi normal dan produksi daerah asal yang tidak terganggu bisa menjadi faktor penurunan harga, di samping juga terpenuhinya mekanisme pasar.
"Tapi tidak ada salahnya jika Pemda menginstruksikan distributor untuk mengikuti perkembangan harga BBM dalam penentuan harga jual," tambahnya.
Selain itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kepri juga dinilai perlu turun tangan bertemu dengan seluruh distributor dan pelaku usaha angkutan guna menyelesaikan tarik ulur tarif dan harga.
"Karena kondisi Batam dan Kepri sangat krusial dalam pengamanan kebutuhan, karena ketergantungan yang sangat tinggi atas pasokan daerah lain," pungkasnya.
(izz)