Pakaian Bekas Impor Berbakteri
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan, pakaian bekas impor yang banyak ditemukan di Indonesia mengandung bakteri berbahaya. Warga pun diimbau tidak membelinya.
Ditemukannya bakteri yang ada dalam pakaian bekas impor tersebut setelah petugas dari Direktur Jenderal (Ditjen) Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kemendag melakukan pengujian terhadap 25 sampel pakaian bekas yang beredar di pasar.
Sampel diambil dari pakaian bekas impor yang dijual pedagang di Pasar Senen Jakarta. Pengujian dilakukan terhadap beberapa jenis mikroorganisme yang dapat bertahan hidup pada pakaian, yaitu bakteri Staphylococcus (S aureus), bakteri Escherichia coli (E coli), dan jamur (kadang atau khamir).
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, ditemukan sejumlah koloni bakteri dan jamur yang ditunjukkan oleh parameter pengujian angka lempeng total (ALT) dan kapang pada semua contoh pakaian bekas yang nilainya cukup tinggi.
“Semua sampel yang diambil mengandung bakteri. Tidak ada satu pun pakaian bekas impor yang sehat. Kandungan mikroba pada pakaian bekas memiliki nilai total mikroba (ALT) sebesar 216.000 koloni/g dan kapang sebesar 36.000 koloni/g,” ungkap Direktur Jenderal SPK Kemendag Widodo di Jakarta kemarin. Oleh karena itu, dia mengimbau kepada konsumen untuk tidak membeli apalagi mengenakan pakaian impor bekas tersebut.
Sebab, apabila pakaian tersebut dipakai bisa menimbulkan penyakit kulit dan berbagai penyakit lain. “Infeksi masuk lewat mulut, hidung, dan mata. Ini menyebabkan gangguan beragam kesehatan,” jelasnya. Berdasarkan penelitian Y. M. Muthiani dkk (2002) dan S. F. Bloomfield dkk. (2013) bakteri S aureus dapat menyebabkan bisul, jerawat, dan infeksi luka pada kulit manusia.
Sementara, bakteri E coli menimbulkan gangguan pencernaan (diare), serta jenis jamur seperti kapang dan khamir dapat menyebabkan gatal-gatal, alergi, bahkan infeksi pada saluran kelamin. Pemerintah daerah yang bertetangga dengan negara lain juga harus mencegah masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia. “Kami akan terus melakukan koordinasi dengan dinas dan instansi terkait,” ujarnya.
Dia mengakui, masuknya pakaian bekas ini melalui pelabuhan yang sulit dideteksi oleh Kemendag. Untuk itu, Kemendag bersama Polri, Ditjen Bea Cukai, dan instansi teknis terkait yang bergabung dalam Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TTPB) akan mengintensifkanpengawasanterhadap masuknya produk yang telah dilarang undang-undang ini.
“Masuknya barang impor itu ditengarai dari negara tetangga, lewat Sumatera bagian timur, Batam, Riau, dan perbatasanperbatasan. Kalau peredarannya, hampir semua kota di Indonesia,” ungkapnya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pemerintah tidak boleh melakukan pembiaran terhadap barang ilegal, termasuk impor pakaian bekas. “Seharusnya jangan ada pembiaran kalau itu ilegal, apalagi pakaian bekas berdampak pada konsumen akibat tercemar bakteri,” ujar dia.
Dia mengatakan, pakaian bekas impor seharusnya tidak perlu diperdagangkan di Indonesia. Alasannya masih banyak produk murah yang bisa digunakan oleh konsumen di dalam negeri. “Kalau sudah begini, ya tentu yang ilegal harus diawasi peredarannya. Peran bea cukai harus mampu menghapus peredaran barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” ucap dia.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
Ditemukannya bakteri yang ada dalam pakaian bekas impor tersebut setelah petugas dari Direktur Jenderal (Ditjen) Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kemendag melakukan pengujian terhadap 25 sampel pakaian bekas yang beredar di pasar.
Sampel diambil dari pakaian bekas impor yang dijual pedagang di Pasar Senen Jakarta. Pengujian dilakukan terhadap beberapa jenis mikroorganisme yang dapat bertahan hidup pada pakaian, yaitu bakteri Staphylococcus (S aureus), bakteri Escherichia coli (E coli), dan jamur (kadang atau khamir).
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, ditemukan sejumlah koloni bakteri dan jamur yang ditunjukkan oleh parameter pengujian angka lempeng total (ALT) dan kapang pada semua contoh pakaian bekas yang nilainya cukup tinggi.
“Semua sampel yang diambil mengandung bakteri. Tidak ada satu pun pakaian bekas impor yang sehat. Kandungan mikroba pada pakaian bekas memiliki nilai total mikroba (ALT) sebesar 216.000 koloni/g dan kapang sebesar 36.000 koloni/g,” ungkap Direktur Jenderal SPK Kemendag Widodo di Jakarta kemarin. Oleh karena itu, dia mengimbau kepada konsumen untuk tidak membeli apalagi mengenakan pakaian impor bekas tersebut.
Sebab, apabila pakaian tersebut dipakai bisa menimbulkan penyakit kulit dan berbagai penyakit lain. “Infeksi masuk lewat mulut, hidung, dan mata. Ini menyebabkan gangguan beragam kesehatan,” jelasnya. Berdasarkan penelitian Y. M. Muthiani dkk (2002) dan S. F. Bloomfield dkk. (2013) bakteri S aureus dapat menyebabkan bisul, jerawat, dan infeksi luka pada kulit manusia.
Sementara, bakteri E coli menimbulkan gangguan pencernaan (diare), serta jenis jamur seperti kapang dan khamir dapat menyebabkan gatal-gatal, alergi, bahkan infeksi pada saluran kelamin. Pemerintah daerah yang bertetangga dengan negara lain juga harus mencegah masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia. “Kami akan terus melakukan koordinasi dengan dinas dan instansi terkait,” ujarnya.
Dia mengakui, masuknya pakaian bekas ini melalui pelabuhan yang sulit dideteksi oleh Kemendag. Untuk itu, Kemendag bersama Polri, Ditjen Bea Cukai, dan instansi teknis terkait yang bergabung dalam Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TTPB) akan mengintensifkanpengawasanterhadap masuknya produk yang telah dilarang undang-undang ini.
“Masuknya barang impor itu ditengarai dari negara tetangga, lewat Sumatera bagian timur, Batam, Riau, dan perbatasanperbatasan. Kalau peredarannya, hampir semua kota di Indonesia,” ungkapnya.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pemerintah tidak boleh melakukan pembiaran terhadap barang ilegal, termasuk impor pakaian bekas. “Seharusnya jangan ada pembiaran kalau itu ilegal, apalagi pakaian bekas berdampak pada konsumen akibat tercemar bakteri,” ujar dia.
Dia mengatakan, pakaian bekas impor seharusnya tidak perlu diperdagangkan di Indonesia. Alasannya masih banyak produk murah yang bisa digunakan oleh konsumen di dalam negeri. “Kalau sudah begini, ya tentu yang ilegal harus diawasi peredarannya. Peran bea cukai harus mampu menghapus peredaran barang-barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” ucap dia.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
(ars)