Pertamina Minta Cilamaya Dipindah
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (persero) meminta lokasi pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat, dipindahkan karena mengganggu operasi migas PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ).
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menegaskan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kemudian dilanjutkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk diteruskan kepada Presiden agar Pelabuhan Cilamaya tidak dibangun di wilayah kerja migas milik Pertamina.
Pertamina, lanjutnya, meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pembangunan pelabuhan tersebut. ”Kami telah menyampaikan semuanya kepada pemerintah guna dipertimbangkan kembali,” kata dia di Jakarta, kemarin. Ali juga menyampaikan, seyogianya pembangunan Pelabuhan Cilamaya dipindah ke Jawa Tengah.
Hal itu seiring niat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng yang ingin membangun pelabuhan besar dalam rangka pemerataan pembangunan. ”Kami telah berkomunikasi dengan Pak Ganjar (Gubernur Jateng). Katanya mau bangun pelabuhan besar, saya rasa lebih bagus di sana,” ungkapnya.
Communication and Relations Manager PHE ONWJ Dona M Priadi menjelaskan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya akan mengganggu operasional migas dan menyebabkan potensi kerugian mencapai Rp750 triliun. Selain itu, pembangunan Pelabuhan Cilamaya riskan dilanjutkan karena mengancam keselamatan kerja karyawan serta potensi kehilangan migas sebesar 40.000 + 200 mmscfd dan cadangan 750 mmboe (seluruh PHE ONWJ) atau setara USD75miliar.
”Itu belum termasuk kehilangan pendapatan dari terhentinya produksi selama eksekusi dari pekerjaan tambahan seperti pemendaman pipa,” kata dia. Dengan demikian, lanjut Dona, ada potensi berhentinya pasokan gas ke pelanggan PHE ONWJ yakni PLN Muarakarang, PLN Tanjung Priok, Pupuk Kujang, RU VI Balongan dan Krakatau Steel.
Bahkan tidak hanya itu, produksi dari anak usaha lain Pertamina di sektor hulu yakni PT Pertamina EP juga bakal terganggu. Begitupun produksi dari Pertamina EP sebesar 76 mmscfd+200 mmscfd dan berhentinya pasokan gas ke Balongan, Pupuk Kujang, Krakatau Steel dan sekitar 27 industri lokal. ”Kalau pasokan gas untuk PLN terganggu tentu Jakarta juga akan terganggu. Bahkan, Istana Negara juga akan mati listrik karena pasokannya dari kami,” ungkap dia.
Kendati demikian, pembangunan pelabuhan Cilamaya merupakan hak pemerintah. Menurut Dona, PHE ONWJ hanya bisa berharap pembangunan itu dapat dipindahkan ke tempat lain, bukan di Cilamaya. ”Tertanggal 6 September 2010 BP Migas sudah melayangkan surat ke pemerintah untuk mempertimbangkan terminal peti kemas tersebut,” tuturnya.
Dona menegaskan, jika terminal peti kemas yang akan dibangun Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap dilanjutkan, tentu harus ada pendalaman pipa dan pemindahan anjungan.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan mengatakan, saat ini pembangunan pelabuhan masih dalam tahap studi kelayakan, namun rencananya pembangunan 100% akan diserahkan kepada swasta. ”Akan ditawarkan untuk swasta. Sekarang belum kami tawarkan ke investor karena masih tahap studi. Cilamaya itu nanti 100% komersial, jadi tidak ada menggunakan APBN,” ungkap Jonan.
Dia menjelaskan, pemerintah hanya akan menjadi regulator, sedang fisik seluruhnya didanai swasta. Menurut dia, dana APBN hanya akan dipakai untuk pembangunan pelabuhan perintis di daerah-daerah. Jonan mendorong agar swasta turut terlibat membangun jalan akses menuju pelabuhan sekaligus.
Berkaitan dengan investor, sejauh ini sudah banyak yang bertanya, namun pihaknya tidak menjelaskan lebih jauh investor mana saja yang sudah siap menjadi investor Pelabuhan Cilamaya.
Nanang wijayanto
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir menegaskan bahwa pihaknya telah mengirim surat kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kemudian dilanjutkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk diteruskan kepada Presiden agar Pelabuhan Cilamaya tidak dibangun di wilayah kerja migas milik Pertamina.
Pertamina, lanjutnya, meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pembangunan pelabuhan tersebut. ”Kami telah menyampaikan semuanya kepada pemerintah guna dipertimbangkan kembali,” kata dia di Jakarta, kemarin. Ali juga menyampaikan, seyogianya pembangunan Pelabuhan Cilamaya dipindah ke Jawa Tengah.
Hal itu seiring niat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng yang ingin membangun pelabuhan besar dalam rangka pemerataan pembangunan. ”Kami telah berkomunikasi dengan Pak Ganjar (Gubernur Jateng). Katanya mau bangun pelabuhan besar, saya rasa lebih bagus di sana,” ungkapnya.
Communication and Relations Manager PHE ONWJ Dona M Priadi menjelaskan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya akan mengganggu operasional migas dan menyebabkan potensi kerugian mencapai Rp750 triliun. Selain itu, pembangunan Pelabuhan Cilamaya riskan dilanjutkan karena mengancam keselamatan kerja karyawan serta potensi kehilangan migas sebesar 40.000 + 200 mmscfd dan cadangan 750 mmboe (seluruh PHE ONWJ) atau setara USD75miliar.
”Itu belum termasuk kehilangan pendapatan dari terhentinya produksi selama eksekusi dari pekerjaan tambahan seperti pemendaman pipa,” kata dia. Dengan demikian, lanjut Dona, ada potensi berhentinya pasokan gas ke pelanggan PHE ONWJ yakni PLN Muarakarang, PLN Tanjung Priok, Pupuk Kujang, RU VI Balongan dan Krakatau Steel.
Bahkan tidak hanya itu, produksi dari anak usaha lain Pertamina di sektor hulu yakni PT Pertamina EP juga bakal terganggu. Begitupun produksi dari Pertamina EP sebesar 76 mmscfd+200 mmscfd dan berhentinya pasokan gas ke Balongan, Pupuk Kujang, Krakatau Steel dan sekitar 27 industri lokal. ”Kalau pasokan gas untuk PLN terganggu tentu Jakarta juga akan terganggu. Bahkan, Istana Negara juga akan mati listrik karena pasokannya dari kami,” ungkap dia.
Kendati demikian, pembangunan pelabuhan Cilamaya merupakan hak pemerintah. Menurut Dona, PHE ONWJ hanya bisa berharap pembangunan itu dapat dipindahkan ke tempat lain, bukan di Cilamaya. ”Tertanggal 6 September 2010 BP Migas sudah melayangkan surat ke pemerintah untuk mempertimbangkan terminal peti kemas tersebut,” tuturnya.
Dona menegaskan, jika terminal peti kemas yang akan dibangun Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap dilanjutkan, tentu harus ada pendalaman pipa dan pemindahan anjungan.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan mengatakan, saat ini pembangunan pelabuhan masih dalam tahap studi kelayakan, namun rencananya pembangunan 100% akan diserahkan kepada swasta. ”Akan ditawarkan untuk swasta. Sekarang belum kami tawarkan ke investor karena masih tahap studi. Cilamaya itu nanti 100% komersial, jadi tidak ada menggunakan APBN,” ungkap Jonan.
Dia menjelaskan, pemerintah hanya akan menjadi regulator, sedang fisik seluruhnya didanai swasta. Menurut dia, dana APBN hanya akan dipakai untuk pembangunan pelabuhan perintis di daerah-daerah. Jonan mendorong agar swasta turut terlibat membangun jalan akses menuju pelabuhan sekaligus.
Berkaitan dengan investor, sejauh ini sudah banyak yang bertanya, namun pihaknya tidak menjelaskan lebih jauh investor mana saja yang sudah siap menjadi investor Pelabuhan Cilamaya.
Nanang wijayanto
(ftr)