Konglomerasi Keuangan Diawasi Mulai Juni 2015
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan pengawasan konglomerasi keuangan mulai Juni 2015. Ini dilakukan demi menerapkan manajemen risiko dalam tata kelola perusahaan keuangan.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tampubolon, pengawasan tersebut akan mempermudah penilaian jasa keuangan dari kemungkinan kerugian. Pengawasan dilakukan secara individu maupun konglomerasi untuk semua faktor yang mempengaruhi permodalan. “Tidak ada lagi risiko dalam konglomerasi keuangan yang dapat mengganggu secara keseluruhan,” ujar Nelson dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Dia menyebutkan, dari 32 perusahaan konglomerasi keuangan yang ada, sedikitnya 16 perusahaan sudah teridentifikasi datanya secara lengkap. Perusahaan-perusahaan yang termasuk konglomerasi keuangan akan masuk dalam pengawasan. “Sisanya sebelum Juni 2015 diharapkan sudah teridentifikasi secara lengkap,” ujarnya Nelson menambahkan, salah satu poin yang menjadi pengawasan OJK adalah sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di anak perusahaan bagian dari konglomerasi keuangan.
SDM tersebut harus memiliki kualitas yang sama dengan induk usahanya. “Jangan sampai anak perusahaan itu ditempatkan orang-orang kualitas dua atau tiga. Kualitas juga harus bisa sama dengan induk baik di anak maupun sister company,” ucapnya. Berdasarkan data OJK, saat ini total aset dari 16 grup konglomerasi perbankan nasional mendominasi total aset perbankan nasional.
Oleh sebab itu, otoritas sangat berkepentingan untuk menjaga stabilitas risiko lembaga konglomerasi jasa keuangan. Seperti diketahui, saat ini di Indonesia terdapat 118 bank umum. Jumlah ini berkurang dua unit karena telah ada bank yang merger pada 2014 dan awal 2015. Nelson menyebut, total aset milik 16 bank yang memiliki grup konglomerasi jasa keuangan itu mendominasi 60% dari total aset perbankan nasional pada 2014.
“Sisi positifnya, ini meningkatkan daya saing lembaga jasa keuangan kita diera persaingan global yang semakin ketat seperti era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” ujarnya. Kondisi ini juga meningkatkan risiko terintegrasi yang berpotensi timbul dalam pengelolaan grup konglomerasi jasa keuangan. Bisasaja adaanakperusahaan yang terpaksa harus diselamatkan oleh induknya.
Di bagian lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sedang fokus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dengan berlandaskan strategi nasional literasi keuangan yang diluncurkan 2013. OJK akan fokus pada tiga aspek yaitu meningkatkan edukasi keuangan melalui sosialisasi/edukasi kepada masyarakat luas, penguatan infrastruktur keuangan, dan ketiga fokus pada pengembangan produk jasa keuangan.
“Tahun 2014 program peningkatan literasi keuangan kami fokuskan pada para ibu-ibu dan UMKM, sedangkan tahun ini kami akan fokus pada pelajar dan profesional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad di Jakarta kemarin.
Kunthy fahmar sandy/Hafid fuad
Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Nelson Tampubolon, pengawasan tersebut akan mempermudah penilaian jasa keuangan dari kemungkinan kerugian. Pengawasan dilakukan secara individu maupun konglomerasi untuk semua faktor yang mempengaruhi permodalan. “Tidak ada lagi risiko dalam konglomerasi keuangan yang dapat mengganggu secara keseluruhan,” ujar Nelson dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Dia menyebutkan, dari 32 perusahaan konglomerasi keuangan yang ada, sedikitnya 16 perusahaan sudah teridentifikasi datanya secara lengkap. Perusahaan-perusahaan yang termasuk konglomerasi keuangan akan masuk dalam pengawasan. “Sisanya sebelum Juni 2015 diharapkan sudah teridentifikasi secara lengkap,” ujarnya Nelson menambahkan, salah satu poin yang menjadi pengawasan OJK adalah sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di anak perusahaan bagian dari konglomerasi keuangan.
SDM tersebut harus memiliki kualitas yang sama dengan induk usahanya. “Jangan sampai anak perusahaan itu ditempatkan orang-orang kualitas dua atau tiga. Kualitas juga harus bisa sama dengan induk baik di anak maupun sister company,” ucapnya. Berdasarkan data OJK, saat ini total aset dari 16 grup konglomerasi perbankan nasional mendominasi total aset perbankan nasional.
Oleh sebab itu, otoritas sangat berkepentingan untuk menjaga stabilitas risiko lembaga konglomerasi jasa keuangan. Seperti diketahui, saat ini di Indonesia terdapat 118 bank umum. Jumlah ini berkurang dua unit karena telah ada bank yang merger pada 2014 dan awal 2015. Nelson menyebut, total aset milik 16 bank yang memiliki grup konglomerasi jasa keuangan itu mendominasi 60% dari total aset perbankan nasional pada 2014.
“Sisi positifnya, ini meningkatkan daya saing lembaga jasa keuangan kita diera persaingan global yang semakin ketat seperti era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” ujarnya. Kondisi ini juga meningkatkan risiko terintegrasi yang berpotensi timbul dalam pengelolaan grup konglomerasi jasa keuangan. Bisasaja adaanakperusahaan yang terpaksa harus diselamatkan oleh induknya.
Di bagian lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sedang fokus meningkatkan literasi keuangan masyarakat dengan berlandaskan strategi nasional literasi keuangan yang diluncurkan 2013. OJK akan fokus pada tiga aspek yaitu meningkatkan edukasi keuangan melalui sosialisasi/edukasi kepada masyarakat luas, penguatan infrastruktur keuangan, dan ketiga fokus pada pengembangan produk jasa keuangan.
“Tahun 2014 program peningkatan literasi keuangan kami fokuskan pada para ibu-ibu dan UMKM, sedangkan tahun ini kami akan fokus pada pelajar dan profesional,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad di Jakarta kemarin.
Kunthy fahmar sandy/Hafid fuad
(bbg)