Produsen Rokok Putih Minta Pengurangan Cukai
A
A
A
JAKARTA - Produsen rokok sigaret putih meminta pemerintah kembali memberikan insentif berupa keringanan cukai.
Insentif tersebut ditujukan bagi produsen yang mengekspor produk rokok lebih banyak dibanding penjualan di dalam negeri. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan, pengurangan cukai bisa merangsang produsen rokok putih untuk lebih giat memasarkan barang ke luar negeri.
Ini mengingat pangsa pasar rokok putih di dalam negeri hanya sekitar 6% dari total produksi 340 miliar batang rokok. “Kami mohon insentif itu ada lagi karena kami kecil di sini maka coba ekspansi ke luar. Jumlahnya itu harus lebih besar dari produksi di dalam negeri. Misalnya penjualan di dalam negeri 1 miliar batang, ekspornya harus lebih dari itu. Baru dapat insentif,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu.
Ekspor rokok putih buatan Indonesia selama ini untuk memenuhi pasar seperti Vietnam, Laos, Kamboja, serta sejumlah negara di Asia-Pasifik dan Eropa. “Dulu (pada 2013) pengurangan cukainya itu sekitar 1% atau 2%. Insentif ini supaya lebih banyak rokok putih diekspor,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pada 1980-an pangsa pasar rokok putih masih 40%, namun karena tren pasar, pangsanya turun terus hingga sekarang dan dalam lima tahun terakhir tinggal 6%. “Jadi kecil, namun bukan ancaman terhadap industri yang lain,” ungkapnya.
Dia mengakui rokok memang berkontribusi terhadap pendapatan negara dengan jumlah cukup cukai tinggi. Namun, di pihak lain juga terdapat risiko kesehatan. Untuk itu, ujar Moefti, pihaknya berusaha berpartisipasi dalam membuat regulasi yang ada hubungannya dengan industri rokok.
Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Faiz Ahmad mengatakan, ekspor rokok putih sudah mencapai 1 miliar batang per tahun untuk tujuan 39 negara, terutama negara-negara Asia. “Setiap tahun jumlah tersebut berkembang. Dibanding 2013 ke tahun 2014 sudah naik 100%,” sebutnya.
Untuk itu, ujar dia, para produsen rokok putih mengharapkan dihidupkan kembali insentif kepada industri rokok putih yang mengekspor. Menurutnya, bila produsen mengekspor dengan harga tertentu, sedapat mungkin harus mendapat keringanan cukai.
“Itu akan didukung oleh Pak Menteri,” lanjut Faiz. Dia menambahkan, para produsen masih merasa berat dengan kenaikan cukai 27%.
Oktiani endarwati
Insentif tersebut ditujukan bagi produsen yang mengekspor produk rokok lebih banyak dibanding penjualan di dalam negeri. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan, pengurangan cukai bisa merangsang produsen rokok putih untuk lebih giat memasarkan barang ke luar negeri.
Ini mengingat pangsa pasar rokok putih di dalam negeri hanya sekitar 6% dari total produksi 340 miliar batang rokok. “Kami mohon insentif itu ada lagi karena kami kecil di sini maka coba ekspansi ke luar. Jumlahnya itu harus lebih besar dari produksi di dalam negeri. Misalnya penjualan di dalam negeri 1 miliar batang, ekspornya harus lebih dari itu. Baru dapat insentif,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu.
Ekspor rokok putih buatan Indonesia selama ini untuk memenuhi pasar seperti Vietnam, Laos, Kamboja, serta sejumlah negara di Asia-Pasifik dan Eropa. “Dulu (pada 2013) pengurangan cukainya itu sekitar 1% atau 2%. Insentif ini supaya lebih banyak rokok putih diekspor,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pada 1980-an pangsa pasar rokok putih masih 40%, namun karena tren pasar, pangsanya turun terus hingga sekarang dan dalam lima tahun terakhir tinggal 6%. “Jadi kecil, namun bukan ancaman terhadap industri yang lain,” ungkapnya.
Dia mengakui rokok memang berkontribusi terhadap pendapatan negara dengan jumlah cukup cukai tinggi. Namun, di pihak lain juga terdapat risiko kesehatan. Untuk itu, ujar Moefti, pihaknya berusaha berpartisipasi dalam membuat regulasi yang ada hubungannya dengan industri rokok.
Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Jenderal Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Faiz Ahmad mengatakan, ekspor rokok putih sudah mencapai 1 miliar batang per tahun untuk tujuan 39 negara, terutama negara-negara Asia. “Setiap tahun jumlah tersebut berkembang. Dibanding 2013 ke tahun 2014 sudah naik 100%,” sebutnya.
Untuk itu, ujar dia, para produsen rokok putih mengharapkan dihidupkan kembali insentif kepada industri rokok putih yang mengekspor. Menurutnya, bila produsen mengekspor dengan harga tertentu, sedapat mungkin harus mendapat keringanan cukai.
“Itu akan didukung oleh Pak Menteri,” lanjut Faiz. Dia menambahkan, para produsen masih merasa berat dengan kenaikan cukai 27%.
Oktiani endarwati
(ftr)