Kadin: Kembangkan Pelabuhan Cirebon daripada Cilamaya
A
A
A
JAKARTA - Peneliti dari Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana mengatakan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harusnya mengembangkan pelabuhan Cirebon untuk mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, daripada membangun Cilayama.
"Kenapa Kemenhub tidak memaksa pelabuhan Cirebon dibangun? Harusnya bisa. Kalau bisa memaksa Cilamaya, berarti Cirebon juga bisa memaksa kembangkan pelabuhan," kata dia dalam rilisnya, Jumat (6/3/2015).
Menurutnya, daripada ngotot membangun pelabuhan Cilamaya yang masih tidak jelas akibat Kemenhub tidak mengajak semua pihak yang mempunyai kepentingan di wilayah tersebut, harusnya mengembangkan Pelabuhan Cirebon yang sudah mempunyai fasilitas pendukung dan siap dioperasikan.
"Cirebon bisa dijadikan prioritas Kemenhub, karena fasilitas pendukung di sana sudah lengkap. Ada kereta api dan jalan tol yang akan dikembangkan. Nanti biaya
transportasinya akan menjadi murah," ujar Ina.
Guru besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini mengatakan, konflik kepentingan di Cilamaya karena semua pihak tidak dilibatkan, seperti Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai pengelola sumur dan fasilitas produksi migas Blok ONWJ.
"Perencanaannya tidak terintegrasi antar instansi dan lembaga dalam merumuskan pembangunan Cilamaya, sehingga menjadi konflik. Dikatakan bahwa feasibility study (FS) selesai pada 2011, tapi baru diketahui 2014. Sedangkan tata ruang Karawang baru ditetapkan 2013," jelas dia.
Menurutnya, pengembangan pelabuhan Cirebon lebih penting, karena sudah ada sarana pendukung. Apalagi saat ini kawasan industri beralih ke wilayah Jawa Barat bagian timur, seperti Kabupaten Majalengka, sehingga tidak ada alasan untuk mengesampingkan pelabuhan Cirebon demi mengurangi kepadatan Tanjung Priok.
"Industri di wilayah timur harusnya di-cover Cirebon. Pemerintah belum mampu melihat secara seimbang mana kepentingan yang lebih berdampak besar terhadap masyarakat banyak saat ini dan kedepan, sehingga ini bertele-tele," pungkas Ina.
"Kenapa Kemenhub tidak memaksa pelabuhan Cirebon dibangun? Harusnya bisa. Kalau bisa memaksa Cilamaya, berarti Cirebon juga bisa memaksa kembangkan pelabuhan," kata dia dalam rilisnya, Jumat (6/3/2015).
Menurutnya, daripada ngotot membangun pelabuhan Cilamaya yang masih tidak jelas akibat Kemenhub tidak mengajak semua pihak yang mempunyai kepentingan di wilayah tersebut, harusnya mengembangkan Pelabuhan Cirebon yang sudah mempunyai fasilitas pendukung dan siap dioperasikan.
"Cirebon bisa dijadikan prioritas Kemenhub, karena fasilitas pendukung di sana sudah lengkap. Ada kereta api dan jalan tol yang akan dikembangkan. Nanti biaya
transportasinya akan menjadi murah," ujar Ina.
Guru besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini mengatakan, konflik kepentingan di Cilamaya karena semua pihak tidak dilibatkan, seperti Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sebagai pengelola sumur dan fasilitas produksi migas Blok ONWJ.
"Perencanaannya tidak terintegrasi antar instansi dan lembaga dalam merumuskan pembangunan Cilamaya, sehingga menjadi konflik. Dikatakan bahwa feasibility study (FS) selesai pada 2011, tapi baru diketahui 2014. Sedangkan tata ruang Karawang baru ditetapkan 2013," jelas dia.
Menurutnya, pengembangan pelabuhan Cirebon lebih penting, karena sudah ada sarana pendukung. Apalagi saat ini kawasan industri beralih ke wilayah Jawa Barat bagian timur, seperti Kabupaten Majalengka, sehingga tidak ada alasan untuk mengesampingkan pelabuhan Cirebon demi mengurangi kepadatan Tanjung Priok.
"Industri di wilayah timur harusnya di-cover Cirebon. Pemerintah belum mampu melihat secara seimbang mana kepentingan yang lebih berdampak besar terhadap masyarakat banyak saat ini dan kedepan, sehingga ini bertele-tele," pungkas Ina.
(izz)