DPR Minta Kemenhub Kaji Ulang Pelabuhan Cilamaya
A
A
A
JAKARTA - DPR RI meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengkaji ulang mengenai lokasi pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Jawa Barat. Sebab, di lokasi ini terdapat area operasional anak usaha PT Pertamina (Persero) yang terganggu akibat pembangunan tersebut.
Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menuturkan, dirinya menyadari bahwa pembangunan pelabuhan penting untuk menunjang perekonomian Indonesia. Namun pembangunannya tersebut tetap harus disinergikan dengan hal lain, seperti persoalan migas.
"Pelabuhan itu penting kita sadari, kita butuh pelabuhan. Tetapi kita juga butuh yang lain. Ada yang lain di situ, yaitu ada migas. Semestinya antara pelabuhan dan migas diatur sehingga dua-duanya bisa jalan dan sinergi. Tidak yang satu mematikan yang lain," katanya di Jakarta, Selasa (10/3/2015).
Dia menjelaskan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya tersebut akan berpengaruh terhadap daerah lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Sebab, wilayah laut Karawang tersebut merupakan daerah perminyakan yang sangat sibuk yang dioperasikan oleh China National Offshore Oil Company (CNOOC) dan anak usaha Pertamina, yaitu ONWJ. "Saat ini dari Karawang sampai Indramayu memproduksi minyak 40 ribu barel per hari," imbuh Kardaya.
Selain itu, di lokasi tersebut juga menghasilkan gas sebesar 200 mmscfd atau 200 juta kaki kubik per hari. Jika dikalkulasikan, gas tersebut bisa untuk menghidupi empat pabrik pupuk. Sebanyak 60% kebutuhan listrik di Jakarta pun dipasok dari pembangkit listrik di wilayah tersebut.
"Kalau 50 mmscfd bisa untuk 1 pabrik pupuk, maka kalau 200 mmscfd bisa untuk 4 pabrik pupuk. Untuk membangkitkan listrik kebutuhan Jakarta, 60% listrik dipasok dari pembangkit listrik yang memasok gas dari situ (Cilamaya). Ini yang harus dipertimbangkan," pungkas dia.
Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menuturkan, dirinya menyadari bahwa pembangunan pelabuhan penting untuk menunjang perekonomian Indonesia. Namun pembangunannya tersebut tetap harus disinergikan dengan hal lain, seperti persoalan migas.
"Pelabuhan itu penting kita sadari, kita butuh pelabuhan. Tetapi kita juga butuh yang lain. Ada yang lain di situ, yaitu ada migas. Semestinya antara pelabuhan dan migas diatur sehingga dua-duanya bisa jalan dan sinergi. Tidak yang satu mematikan yang lain," katanya di Jakarta, Selasa (10/3/2015).
Dia menjelaskan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya tersebut akan berpengaruh terhadap daerah lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Sebab, wilayah laut Karawang tersebut merupakan daerah perminyakan yang sangat sibuk yang dioperasikan oleh China National Offshore Oil Company (CNOOC) dan anak usaha Pertamina, yaitu ONWJ. "Saat ini dari Karawang sampai Indramayu memproduksi minyak 40 ribu barel per hari," imbuh Kardaya.
Selain itu, di lokasi tersebut juga menghasilkan gas sebesar 200 mmscfd atau 200 juta kaki kubik per hari. Jika dikalkulasikan, gas tersebut bisa untuk menghidupi empat pabrik pupuk. Sebanyak 60% kebutuhan listrik di Jakarta pun dipasok dari pembangkit listrik di wilayah tersebut.
"Kalau 50 mmscfd bisa untuk 1 pabrik pupuk, maka kalau 200 mmscfd bisa untuk 4 pabrik pupuk. Untuk membangkitkan listrik kebutuhan Jakarta, 60% listrik dipasok dari pembangkit listrik yang memasok gas dari situ (Cilamaya). Ini yang harus dipertimbangkan," pungkas dia.
(izz)