Aktivitas Industri China Melemah

Kamis, 12 Maret 2015 - 10:09 WIB
Aktivitas Industri China Melemah
Aktivitas Industri China Melemah
A A A
BEIJING - China kembali menunjukkan tanda pertumbuhan yang lemah pada dua bulan pertama tahun ini. Data industri dan ritel menunjukkan penurunan sehingga muncul perkiraan pemerintah akan mengucurkan stimulus baru untuk mendorong perekonomian.

”Output industri yang mengukur produksi di pabrik, workshop , dan pertambangan China naik 6,8% year on year (yoy) pada Januari dan Februari,” ungkap data Biro Statistik Nasional (NBS) China kemarin, dikutip kantor berita AFP .

Data itu merupakan yang terendah dalam enam tahun, sejak pertumbuhan 5,7% pada Desember 2008 dan lebih sedikit dibandingkan proyeksi ratarata pertumbuhan 7,7% dalam survei ekonom oleh Bloomberg News. ”Penjualan ritel yang menjadi indikator kunci belanja konsumen naik 10,7% selama dua bulan pertama 2015, dibandingkan tahun lalu,” ungkap NBS.

Ini merupakan yang terburuk sejak pertumbuhan 9,4% pada Februari 2006. Investasi aset tetap yang mengukur belanja pemerintah untuk infrastruktur, tumbuh 13,9% selama periode tersebut. Ini merupakan yang terendah dalam 13 tahun sejak peningkatan 13,7% pada 2001.

Data ini merupakan gambaran terbaru kondisi kesehatan ekonomi China yang menjadi penggerak utama perekonomian global. Keadaan ini merupakan bagian dari fase transisi dari pertumbuhan tahunan dua digit selama beberapa dekade menjadi model pertumbuhan terbaru yang menurut pemerintah China akan lebih berkelanjutan.

”Secara keseluruhan, data aktivitas inti menunjukkan melemahnya momentum pertumbuhan. Tren penurunan sekarang merupakan isu struktural yang melibatkan koreksi pasar properti dan over kapasitas di sektor manufaktur. Demi mengatasi penurunan pertumbuhan ekonomi, kita sekarang memperkirakan kebijakan moneter akan diperlonggar lagi,” tulis ekonom Nomura dalam analisis atas data tersebut.

NBS merilis statistik dalam dua bulan pertama untuk mengurangi distorsi akibat musim libur Tahun Baru China bulan lalu. Produk domestik bruto (PDB) China tumbuh 7,4% tahun lalu, hasil terburuk sejak 1990. Pekan lalu para pemimpin China menurunkan target pertumbuhan PDB 2015 menjadi sekitar 7% dari target tahun lalu yang sebesar 7,5%.

Data yang ada sepanjang tahun ini menunjukkan terus terjadinya penurunan ekonomi. Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC) memangkas suku bunga pinjaman dan tabungan pada Februari lalu untuk kedua kalinya dalam tiga bulan, dengan menyebut inflasi yang rendah sepanjang sejarah.

”Beragamnya indikator aktivitas riil menunjukkan dampak kebijakan moneter sejauh ini masih terbatas. Kami yakin pemerintah akan mempercepat investasi infrastruktur setelah Kongres Rakyat Nasional. Sebagai tambahan, kebijakan moneter baru atau stimulus fiskal diperlukan untuk menahan risiko penurunan ekonomi,” papar ekonom ANZ, Liu Li-Gang dan Zhou Hao.

Kongres Rakyat Nasional merupakan sesi tahunan parlemen China yang akan berakhir pada akhir pekan ini. Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional yang menjadi badan perencanaan ekonomi utama di China pekan lalu memangkas target pertumbuhan investasi aset tetap menjadi 15% pada 2015 dari tahun lalu 17,5%, sesuai tujuan pemerintah merestrukturisasi ekonomi menjadi lebih mengandalkan belanja konsumen.

Inflasi konsumen menguat kembali pada Februari dari level terendah dalam lima tahun. Meski demikian, terus menurunnya harga di gerbang pabrik yang menjadi indikator utama untuk harga ritel meningkatkan kekhawatiran bahwa China dapat menghadapi deflasi.

Para analis menilai peningkatan inflasi konsumen menjadi 1,4% terkait Tahun Baru China dan diperkirakan meningkat ke level moderat dalam beberapa bulan mendatang. Indeks harga produsen yang terus turun selama tiga tahun melemah menjadi 4,8% pada bulan lalu. ”Peningkatan indeks harga konsumen (consumer price index /CPI) itu dibandingkan dengan peningkatan 0,8% pada Januari,” ungkap data NBS.

Inflasi moderat dapat menjadi basis untuk konsumsi karena mendorong konsumen membeli sebelum harga naik lagi. Adapun, penurunan harga membuat konsumen menunda pembelian dan perusahaan menunda investasi sehingga dapat mengganggu pertumbuhan. Secara terpisah, indeks harga produsen (producer price index /PPI) turun selama 36 bulan berturut-turut pada Februari.

PPI mengukur biaya untuk barang di pintu pabrik dan menjadi indikator utama untuk CPI. PPI turun 4,8% year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan penurunan 4,3% pada Januari dan hasil terburuk sejak Oktober 2009.

Syarifudin
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3053 seconds (0.1#10.140)