Penerapan Pajak Tol Ditunda
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan menyatakan bahwa keputusan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% atas tarif tol belum akan dikenakan dalam waktu dekat atau ditunda. Pemerintah menyatakan, penundaan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terakhir, antara lain kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
Alasan lain penundaan pajak tol adalah ada kenaikan tarif sejumlah ruas tol tahun ini. Jika PPN tol diterapkan, ditambah kenaikan tarif tol, artinya ada kenaikan tarif di sejumlah ruas tol dua kali dalam setahun.
“Belum akan diterapkan karena kami memperhatikan schedule kenaikan tarif tol yang lain. Dengan kata lain, belum akan diterapkan,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro seusai rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Sofjan Djalil di Jakarta kemarin.
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) tahun ini juga merencanakan penyesuaian tarif terhadap 19 ruas tol di Indonesia. Di tempat yang sama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono mengatakan, pemerintah masih akan melihat situasi dan kondisi dalam negeri.
Basuki menyimpulkan, penerapan pajak tol tinggal akan mencari waktu yang tepat. Pemerintah pun masih membahas lebih detail mengenai pajak tol tersebut. “Akan dilihat lagi pada 20 Maret. Kenapa 20 Maret, karena pemerintah juga melihat situasi mempertimbangkan nilai tukar rupiah yang masih melemah terhadap dolar. Kalau diterapkan dengan kondisi sekarang, nanti bisa gaduh, makanya belum diterapkan,” ujarnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan PPN atas Penyerahan Jasa Jalan Tol, yang menyebutkan bahwa pengenaan pajak kepada pengguna jasa jalan tol sebesar 10% akan diberlakukan mulai 1 April 2015.
Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Wahju Tumakaka dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, melalui aturan tersebut, pengusaha jalan tol diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, yang selanjutnya memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang.
Ketua Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman mengatakan, pengenaan PPN pada tarif tol tidak akan menurunkan jumlah pengguna jasa jalan tol. Sebab, tarif tol di Indonesia menurutnya masih sangat murah. “Kenaikan 10% saya kira tidak memberatkan,” ujar dia belum lama ini.
Namun, sejumlah kalangan justru menolak pengenaan PPN untuk jalan tol. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut tiga alasan PPN tol harus dibatalkan.
Pertama, pelayanan jalan tol yang masih buruk. Selain itu, belum semua operator menurutnya mampu memenuhi standar pelayanan minimum. Kedua, PPN atas jalan tol akan berdampak terhadap biaya logistik yang pada akhirnya berdampak pada konsumen dengan kenaikan harga-harga bahan pokok.
Ketiga, pengenaan PPN jalan tol merupakan kenaikan tarif terselubung yang akan menggandakan kenaikan tarif sejumlah ruas tol yang tahun ini akan dinaikkan. “Penerapan pajak tol ini jelas- jelas akan merugikan konsumen dalam hal ini pengguna jasa jalan tol,” tandasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said juga menyatakan bahwa pengenaan PPN sebesar 10% yang akan dibebankan kepada pengguna jasa tol harus mempertimbangkan standar pelayanan minimum.
“Sekali lagi yang menanggung itu para pengguna jasa tol. Tentu itu harus dilihat, sejauh mana pelayanan yang diberikan pengelola, apakah memuaskan atau tidak? Tentu kalau tidak memuaskan, jangan dulu dikenakan tarif,” ujarnya.
Pengamat pajak Gunadi juga berpendapat, pemberlakuan PPN tol perlu selektif agar tidak membebani konsumen atau pedagang menengah ke bawah. Sebab, tidak semua akses tol digunakan untuk kebutuhan pribadi. “Sebaiknya transportasi umum antardaerah dan juga angkutan pembawa logistik bisa mendapatkan dispensasi,” tegasnya.
ichsan amin
Alasan lain penundaan pajak tol adalah ada kenaikan tarif sejumlah ruas tol tahun ini. Jika PPN tol diterapkan, ditambah kenaikan tarif tol, artinya ada kenaikan tarif di sejumlah ruas tol dua kali dalam setahun.
“Belum akan diterapkan karena kami memperhatikan schedule kenaikan tarif tol yang lain. Dengan kata lain, belum akan diterapkan,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro seusai rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian Sofjan Djalil di Jakarta kemarin.
Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) tahun ini juga merencanakan penyesuaian tarif terhadap 19 ruas tol di Indonesia. Di tempat yang sama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono mengatakan, pemerintah masih akan melihat situasi dan kondisi dalam negeri.
Basuki menyimpulkan, penerapan pajak tol tinggal akan mencari waktu yang tepat. Pemerintah pun masih membahas lebih detail mengenai pajak tol tersebut. “Akan dilihat lagi pada 20 Maret. Kenapa 20 Maret, karena pemerintah juga melihat situasi mempertimbangkan nilai tukar rupiah yang masih melemah terhadap dolar. Kalau diterapkan dengan kondisi sekarang, nanti bisa gaduh, makanya belum diterapkan,” ujarnya.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan PPN atas Penyerahan Jasa Jalan Tol, yang menyebutkan bahwa pengenaan pajak kepada pengguna jasa jalan tol sebesar 10% akan diberlakukan mulai 1 April 2015.
Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Wahju Tumakaka dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, melalui aturan tersebut, pengusaha jalan tol diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, yang selanjutnya memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang.
Ketua Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman mengatakan, pengenaan PPN pada tarif tol tidak akan menurunkan jumlah pengguna jasa jalan tol. Sebab, tarif tol di Indonesia menurutnya masih sangat murah. “Kenaikan 10% saya kira tidak memberatkan,” ujar dia belum lama ini.
Namun, sejumlah kalangan justru menolak pengenaan PPN untuk jalan tol. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut tiga alasan PPN tol harus dibatalkan.
Pertama, pelayanan jalan tol yang masih buruk. Selain itu, belum semua operator menurutnya mampu memenuhi standar pelayanan minimum. Kedua, PPN atas jalan tol akan berdampak terhadap biaya logistik yang pada akhirnya berdampak pada konsumen dengan kenaikan harga-harga bahan pokok.
Ketiga, pengenaan PPN jalan tol merupakan kenaikan tarif terselubung yang akan menggandakan kenaikan tarif sejumlah ruas tol yang tahun ini akan dinaikkan. “Penerapan pajak tol ini jelas- jelas akan merugikan konsumen dalam hal ini pengguna jasa jalan tol,” tandasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said juga menyatakan bahwa pengenaan PPN sebesar 10% yang akan dibebankan kepada pengguna jasa tol harus mempertimbangkan standar pelayanan minimum.
“Sekali lagi yang menanggung itu para pengguna jasa tol. Tentu itu harus dilihat, sejauh mana pelayanan yang diberikan pengelola, apakah memuaskan atau tidak? Tentu kalau tidak memuaskan, jangan dulu dikenakan tarif,” ujarnya.
Pengamat pajak Gunadi juga berpendapat, pemberlakuan PPN tol perlu selektif agar tidak membebani konsumen atau pedagang menengah ke bawah. Sebab, tidak semua akses tol digunakan untuk kebutuhan pribadi. “Sebaiknya transportasi umum antardaerah dan juga angkutan pembawa logistik bisa mendapatkan dispensasi,” tegasnya.
ichsan amin
(bbg)