Kita Butuh Pemimpin Seperti Apa?
A
A
A
Tiga bulan belakangan ini, hampir di setiap kesempatan entah itu di keluarga maupun ruang publik, banyak sahabat dan saudara menceritakan apa yang sedang terjadi dengan negeri ini. Mulai dari soal hukum, politik, ekonomi, hingga kesejahteraan sosial.
Kalau membandingkan dengan beberapa tahun silam, orang-orang di sekitar saya bisa dikatakan agak terlalu kurang membicarakan apa yang sedang terjadi dengan negara ini dibandingkan sekarang. Ada nuansa keresahan, kesedihan, atau mungkin juga kebingungan karena melihat orang orang yang seharusnya bisa berbuat banyak, bertindak, berperilaku sesuai dengan komitmen namun justru belum terlihat sebuah terobosan.
Berita baiknya adalah setidaknya kita bisa mulai merasakan di mana orang mulai peduli akan kebaikan, peduli agar negara ini menjadi lebih baik, peduli bahwa prinsip-prinsip kebenaran harus dijunjung tinggi. Dan, uniknya dalam setiap pembahasan, tanpa disadari, kebanyakan orang justru bicara mengenai kualitas seorang pemimpin dalam penanganan masalah. Apapun persoalannya, baik hukum, politik maupun ekonomi, selalu dikaitkan siapa penanggung jawabnya dan apa yang dilakukannya.
Selain itu, pendekatan apa yang coba diupayakan oleh pemimpin untuk menyelesaikan masalah juga menjadi salah satu perhatian. Mereka yang sudah menduduki posisi penting sebagai seorang pemimpin memang patut kita apresiasi, karena tentu ada perjuangan dan usaha yang dilakukan sebelumnya. Hanya saja, setelah menjadi pemimpin, apakah kehadirannya dirasakan dan bermanfaat untuk timnya maupun orang banyak? Ataukah, apakah pemimpin itu tidak lebih hanya sebuah jabatan semata? Lantas pemimpin seperti apa yang kita butuhkan?
Ketegasan dan Konsistensi
Melihat gaya kepemimpinan satu orang dengan yang lain tentu berbeda-beda. Akan tetapi perbedaan itu semestinya dilihat dari konteks permasalahan dan situasi yang ada. Salah seorang rekan mengeluhkan bagaimana pemimpin dalam grupnya lambat dalam mengambil keputusan. Padahal pada saat yang bersamaan dibutuhkan kepastian dan keputusan yang cepat.
Namun, di sisi lain adapula yang kerap bercerita bagaimana atasannya seringkali meluapkan amarah karena berbagai ketidakberesan yang terjadi di perusahaan. Fenomena ini tidak hanya terjadi di lingkup perusahaan, namun bisa saja terjadi di lingkup yang lebih besar. Di balik setiap kepribadian seorang pemimpin, tentunya tidak dapat memuaskan semua pihak. Akan selalu ada pihak yang pro dan pihak yang kontra dalam sebuah kepemimpinan.
Pertanyaannya, tipe pemimpin mana yang Anda pilih? Saya pernah bicara dengan salah seorang pimpinan cabang, ia berkata, “Saya akan marah ketika seseorang melakukan pelanggaran dan tidak patuh akan aturan main yang berlaku dan bertindak hanya untuk mementingkan dirinya sendiri. Saya tidak ingin marah, tapi terkadang marah dibutuhkan untuk memperbaiki yang salah”. Saya pribadi lebih senang menyebutnya dengan sebuah ketegasan dalam berkata, bertindak, dan berperilaku.
Di balik ketegasan, mungkin bisa diartikan oleh orang lain sebagai marah, tapi saya paham jika seorang pemimpin yang benar, ia melakukannya untuk sebuah kebaikan bukan untuk menjatuhkan orang lain. Pemimpin yang baik juga tidak melakukan pembiaran, tapi harus mau turun tangan dan bertindak dengan benar. Konsistensi antara kata dan perbuatan menjadi kunci bagi pengikut untuk percaya akan pemimpinnya.
Penebar Inspirasi
Banyak tokoh dunia seperti Gandhi, Martin Luther King, ataupun Paus Fransiskus, yang begitu dikagumi. Mungkin mereka bukanlah orang yang menduduki posisi penting dalam sebuah negara atau pemerintahan, tapi kehadiran mereka dianggap sebagai sosok yang menebarkan inspirasi positif. Jabatan yang melekat pada seorang pemimpin tidak akan berarti apa-apa ketika apa yang dilakukannya justru bukan menyebar inspirasi, melainkan pesimisme.
Mungkin sepenggal kalimat ini perlu menjadi renungan kita bersama: Punya mulut, tapi kurang dipakai untuk menyampaikan tutur kata yang baik. Punya mata, tapi tidak mau membuka melihat realita yang terjadi di masyarakat. Punya telinga, tapi seakan tuli dan tidak mau mendengar suara rakyat.
Punya hati nurani, tapi kadang lupa diaktifkan sehingga menjadi kurang peka akan lingkungan sekitar. Bagi yang sudah menjadi pemimpin, kiranya dapat menjadi teladan bagi pengikutnya. Bagi yang akan menjadi pemimpin kelak, semoga terus tidak sekadar mengejar posisi, tapi mengejar kebaikan dan kebenaran dibalik posisi tersebut.
Muk Kuang
Professional Trainer, Speaker Author-Messages of Hope, Amazing Life, Think and Act Like A Winner Email : [email protected] @mukkuang
Kalau membandingkan dengan beberapa tahun silam, orang-orang di sekitar saya bisa dikatakan agak terlalu kurang membicarakan apa yang sedang terjadi dengan negara ini dibandingkan sekarang. Ada nuansa keresahan, kesedihan, atau mungkin juga kebingungan karena melihat orang orang yang seharusnya bisa berbuat banyak, bertindak, berperilaku sesuai dengan komitmen namun justru belum terlihat sebuah terobosan.
Berita baiknya adalah setidaknya kita bisa mulai merasakan di mana orang mulai peduli akan kebaikan, peduli agar negara ini menjadi lebih baik, peduli bahwa prinsip-prinsip kebenaran harus dijunjung tinggi. Dan, uniknya dalam setiap pembahasan, tanpa disadari, kebanyakan orang justru bicara mengenai kualitas seorang pemimpin dalam penanganan masalah. Apapun persoalannya, baik hukum, politik maupun ekonomi, selalu dikaitkan siapa penanggung jawabnya dan apa yang dilakukannya.
Selain itu, pendekatan apa yang coba diupayakan oleh pemimpin untuk menyelesaikan masalah juga menjadi salah satu perhatian. Mereka yang sudah menduduki posisi penting sebagai seorang pemimpin memang patut kita apresiasi, karena tentu ada perjuangan dan usaha yang dilakukan sebelumnya. Hanya saja, setelah menjadi pemimpin, apakah kehadirannya dirasakan dan bermanfaat untuk timnya maupun orang banyak? Ataukah, apakah pemimpin itu tidak lebih hanya sebuah jabatan semata? Lantas pemimpin seperti apa yang kita butuhkan?
Ketegasan dan Konsistensi
Melihat gaya kepemimpinan satu orang dengan yang lain tentu berbeda-beda. Akan tetapi perbedaan itu semestinya dilihat dari konteks permasalahan dan situasi yang ada. Salah seorang rekan mengeluhkan bagaimana pemimpin dalam grupnya lambat dalam mengambil keputusan. Padahal pada saat yang bersamaan dibutuhkan kepastian dan keputusan yang cepat.
Namun, di sisi lain adapula yang kerap bercerita bagaimana atasannya seringkali meluapkan amarah karena berbagai ketidakberesan yang terjadi di perusahaan. Fenomena ini tidak hanya terjadi di lingkup perusahaan, namun bisa saja terjadi di lingkup yang lebih besar. Di balik setiap kepribadian seorang pemimpin, tentunya tidak dapat memuaskan semua pihak. Akan selalu ada pihak yang pro dan pihak yang kontra dalam sebuah kepemimpinan.
Pertanyaannya, tipe pemimpin mana yang Anda pilih? Saya pernah bicara dengan salah seorang pimpinan cabang, ia berkata, “Saya akan marah ketika seseorang melakukan pelanggaran dan tidak patuh akan aturan main yang berlaku dan bertindak hanya untuk mementingkan dirinya sendiri. Saya tidak ingin marah, tapi terkadang marah dibutuhkan untuk memperbaiki yang salah”. Saya pribadi lebih senang menyebutnya dengan sebuah ketegasan dalam berkata, bertindak, dan berperilaku.
Di balik ketegasan, mungkin bisa diartikan oleh orang lain sebagai marah, tapi saya paham jika seorang pemimpin yang benar, ia melakukannya untuk sebuah kebaikan bukan untuk menjatuhkan orang lain. Pemimpin yang baik juga tidak melakukan pembiaran, tapi harus mau turun tangan dan bertindak dengan benar. Konsistensi antara kata dan perbuatan menjadi kunci bagi pengikut untuk percaya akan pemimpinnya.
Penebar Inspirasi
Banyak tokoh dunia seperti Gandhi, Martin Luther King, ataupun Paus Fransiskus, yang begitu dikagumi. Mungkin mereka bukanlah orang yang menduduki posisi penting dalam sebuah negara atau pemerintahan, tapi kehadiran mereka dianggap sebagai sosok yang menebarkan inspirasi positif. Jabatan yang melekat pada seorang pemimpin tidak akan berarti apa-apa ketika apa yang dilakukannya justru bukan menyebar inspirasi, melainkan pesimisme.
Mungkin sepenggal kalimat ini perlu menjadi renungan kita bersama: Punya mulut, tapi kurang dipakai untuk menyampaikan tutur kata yang baik. Punya mata, tapi tidak mau membuka melihat realita yang terjadi di masyarakat. Punya telinga, tapi seakan tuli dan tidak mau mendengar suara rakyat.
Punya hati nurani, tapi kadang lupa diaktifkan sehingga menjadi kurang peka akan lingkungan sekitar. Bagi yang sudah menjadi pemimpin, kiranya dapat menjadi teladan bagi pengikutnya. Bagi yang akan menjadi pemimpin kelak, semoga terus tidak sekadar mengejar posisi, tapi mengejar kebaikan dan kebenaran dibalik posisi tersebut.
Muk Kuang
Professional Trainer, Speaker Author-Messages of Hope, Amazing Life, Think and Act Like A Winner Email : [email protected] @mukkuang
(ars)