Izin Ekspor Freeport dan Newmont Diperpanjang
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya menyetujui kembali perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dalam jangka waktu enam bulan kedua tahun ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, Newmont mendapat izin ekspor setelah perusahaan tambang emas dan tembaga itu menyerahkan dokumen kerja sama pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan Freeport.
Dia beralasan, izin ekspor diberikan karena pemerintah perlu mendukung perusahaan-perusahaan yang sedang membangun smelter. Dengan begitu, pembangunan smelter diharapkan bisa cepat diselesaikan. Sukhyar memperkirakan, nilai ekspor konsentrat kedua perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini mencapai USD6,16 miliar dengan rincian USD4,48 miliar untuk Freeport dan USD1,68 miliar untuk Newmont.
Selain Freeport dan Newmont, beberapa perusahaan tambang yang juga memperoleh surat izin ekspor (SPE) konsentrat, yakni PT Sebuku Iron Electric Ores, PT Lumbung Mineral Sentosa, PT Smelting, PT Sumber Baja Prima, PT Kapuas Prima Coal, dan PT Megatop Inti Selaras.
”Mungkin akan ada permintaan SPE lagi, seperti dari PT Bintang Delapan, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara yang sudah mengajukan SPE tanpa pengenaan ET (eksportir terdaftar) karena mereka produk pemurnian,” kata Sukhyar di Jakarta kemarin. Sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Susilo mengatakan, tahun ini ada tujuh smelter yang siap beroperasi. Enam di antaranya adalah smelter nikel dan sisanya smelter aluminium. ”Luar biasa nilai tambahnya. Jadi, pembangunan smelter harus dipercepat,” tandasnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, sejauh ini sudah ada komitmen serius dari perusahaan besar seperti Freeport dan Newmont dalam mendukung program hilirisasi pertambangan. Dampak pelarangan ekspor, akan dikompensasi manfaat jangka panjang yang diperoleh setelah smelter dibangun di dalam negeri.
”Saat ini memang kita merasakan ekspor menurun, namun itu jangka pendek. Jangka panjang kita akan dapat manfaat yangjauhlebihbaik,” tandasnya. Dihubungi terpisah, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso menilai pembangunan smelter Newmont semestinya tidak bergantung pada Freeport. Menurut dia, Newmont seharusnya memberi kesempatan pada perusahaan tambang lain untuk bekerja sama membangun smelter.
”Newmont yang mengandalkan Freeport sepertinya kurang tepat karena kontrak karya Freeport akan habis lebih awal yakni pada 2021, sementara Newmont masih 13 tahun lagi. Mengapa Newmont tidak menawarkan kepada publik siapa yang mau membangun smelter, nanti Newmont yang menyuplai konsentratnya,” kata dia.
Dia menambahkan, kerja sama Newmont dengan Freeport bisa diartikan bahwa perusahaan itu sudah mengetahui bahwa pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport. ”Pemerintah bisa menyalahi undang-undang kalau memang sudah memberi jaminan (kontrak) Freeport akan diperpanjang,” cetusnya.
Berdasarkan rekomendasi ekspor per enam bulan, total nilai ekspor konsentrat dari delapan perusahaan tambang mineral tersebut mencapai USD7,44 miliar, di mana 83% di antaranya berasal dari Freeport dan Newmont. Nilai ekspor konsentrat Freeport yang tertinggi berdasarkan alokasi volume ekspor konsentrat 940.989 ton dan harga sebesar USD2.385 per ton.
Sedangkan, nilai ekspor Newmont berdasarkan volume ekspor konsentrat sebesar 400.000 ton dengan harga USD2.100 per ton. Selain Freeport dan Newmont, Sebuku mendapat izin ekspor konsentrat besi 3 juta ton dengan perkiraan harga USD17 per ton; Lumbung Mineral mendapat izin ekspor konsentrat timbal 8.697 ton dengan perkiraan harga USD700 per ton; PT Smelting mendapat rekomendasi ekspor anode slime 800 ton dengan perkiraan harga USD600 per ton.
Adapun, Sumber Baja Prima mendapat izin ekspor konsentrat pasir besi 300.000 ton dengan perkiraan harga USD40 per ton serta 100.000 ton pelet besi dengan perkiraan harga USD50 per ton. Sedangkan, Kapuas Prima dan Megatop masing-masing memperoleh izin ekspor konsentrat timbal dan konsentrat pasir besi sebesar 40.000 ton dan 691.200 ton dengan perkiraan harga USD650 per ton dan USD32 per ton.
Nanang wijayanto
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, Newmont mendapat izin ekspor setelah perusahaan tambang emas dan tembaga itu menyerahkan dokumen kerja sama pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan Freeport.
Dia beralasan, izin ekspor diberikan karena pemerintah perlu mendukung perusahaan-perusahaan yang sedang membangun smelter. Dengan begitu, pembangunan smelter diharapkan bisa cepat diselesaikan. Sukhyar memperkirakan, nilai ekspor konsentrat kedua perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini mencapai USD6,16 miliar dengan rincian USD4,48 miliar untuk Freeport dan USD1,68 miliar untuk Newmont.
Selain Freeport dan Newmont, beberapa perusahaan tambang yang juga memperoleh surat izin ekspor (SPE) konsentrat, yakni PT Sebuku Iron Electric Ores, PT Lumbung Mineral Sentosa, PT Smelting, PT Sumber Baja Prima, PT Kapuas Prima Coal, dan PT Megatop Inti Selaras.
”Mungkin akan ada permintaan SPE lagi, seperti dari PT Bintang Delapan, PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara yang sudah mengajukan SPE tanpa pengenaan ET (eksportir terdaftar) karena mereka produk pemurnian,” kata Sukhyar di Jakarta kemarin. Sebelumnya Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Susilo mengatakan, tahun ini ada tujuh smelter yang siap beroperasi. Enam di antaranya adalah smelter nikel dan sisanya smelter aluminium. ”Luar biasa nilai tambahnya. Jadi, pembangunan smelter harus dipercepat,” tandasnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menambahkan, sejauh ini sudah ada komitmen serius dari perusahaan besar seperti Freeport dan Newmont dalam mendukung program hilirisasi pertambangan. Dampak pelarangan ekspor, akan dikompensasi manfaat jangka panjang yang diperoleh setelah smelter dibangun di dalam negeri.
”Saat ini memang kita merasakan ekspor menurun, namun itu jangka pendek. Jangka panjang kita akan dapat manfaat yangjauhlebihbaik,” tandasnya. Dihubungi terpisah, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso menilai pembangunan smelter Newmont semestinya tidak bergantung pada Freeport. Menurut dia, Newmont seharusnya memberi kesempatan pada perusahaan tambang lain untuk bekerja sama membangun smelter.
”Newmont yang mengandalkan Freeport sepertinya kurang tepat karena kontrak karya Freeport akan habis lebih awal yakni pada 2021, sementara Newmont masih 13 tahun lagi. Mengapa Newmont tidak menawarkan kepada publik siapa yang mau membangun smelter, nanti Newmont yang menyuplai konsentratnya,” kata dia.
Dia menambahkan, kerja sama Newmont dengan Freeport bisa diartikan bahwa perusahaan itu sudah mengetahui bahwa pemerintah akan memperpanjang kontrak Freeport. ”Pemerintah bisa menyalahi undang-undang kalau memang sudah memberi jaminan (kontrak) Freeport akan diperpanjang,” cetusnya.
Berdasarkan rekomendasi ekspor per enam bulan, total nilai ekspor konsentrat dari delapan perusahaan tambang mineral tersebut mencapai USD7,44 miliar, di mana 83% di antaranya berasal dari Freeport dan Newmont. Nilai ekspor konsentrat Freeport yang tertinggi berdasarkan alokasi volume ekspor konsentrat 940.989 ton dan harga sebesar USD2.385 per ton.
Sedangkan, nilai ekspor Newmont berdasarkan volume ekspor konsentrat sebesar 400.000 ton dengan harga USD2.100 per ton. Selain Freeport dan Newmont, Sebuku mendapat izin ekspor konsentrat besi 3 juta ton dengan perkiraan harga USD17 per ton; Lumbung Mineral mendapat izin ekspor konsentrat timbal 8.697 ton dengan perkiraan harga USD700 per ton; PT Smelting mendapat rekomendasi ekspor anode slime 800 ton dengan perkiraan harga USD600 per ton.
Adapun, Sumber Baja Prima mendapat izin ekspor konsentrat pasir besi 300.000 ton dengan perkiraan harga USD40 per ton serta 100.000 ton pelet besi dengan perkiraan harga USD50 per ton. Sedangkan, Kapuas Prima dan Megatop masing-masing memperoleh izin ekspor konsentrat timbal dan konsentrat pasir besi sebesar 40.000 ton dan 691.200 ton dengan perkiraan harga USD650 per ton dan USD32 per ton.
Nanang wijayanto
(ars)