Cilamaya Ancam Pasokan Gas ke Pabrik Pupuk

Senin, 23 Maret 2015 - 12:12 WIB
Cilamaya Ancam Pasokan Gas ke Pabrik Pupuk
Cilamaya Ancam Pasokan Gas ke Pabrik Pupuk
A A A
JAKARTA - Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, diperkirakan berdampak pada berkurangnya pasokan gas ke pabrik pupuk yang ada di wilayah tersebut.

Menurut Direktur Produksi Teknik dan Pengembangan PT Pupuk Kujang Dana Sudjana, jika pembangunan pelabuhan tersebut terlaksana, pasokan gas dari Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE-ONWJ) bagi Pupuk Kujang yang berlokasi di Karawang akan terhenti karena banyak pipa gas Pertamina yang kemungkinan terganggu proyek.

Diketahui bahwa gas menjadi bahan baku produksi pupuk jenis urea. ”Akibatnya akan sangat luar biasa. Petani di Jawa Barat, termasuk Karawang yang selama ini menjadi lumbung padi nasional akan menjerit, karena tidak akan ada lagi pupuk yang sangat dibutuhkan,” ujar Dana dalam keterangan tertulisnya kemarin.

Selama ini kebutuhan urea bersubsidi bagi petani Jawa Barat yang mencapai 600.000 ton per tahun dipasok oleh Pupuk Kujang. Dampak lebih luas adalah terganggunya program pemerintah terkait kedaulatan pangan. Dia menambahkan, terhentinya pasokan gas akan berakibat pada industri lain sepanjang jalur pipa gas sampai dengan Cilegon, Banten.

Pengguna gas dari Pertamina bukan hanya Pupuk Kujang tapi industri lainnya. Dia pun berpendapat, pemerintah bisa menggeser rencana pembangunan pelabuhan ke tempat lain, seperti Cirebon, di mana pembangunan pelabuhan besar tidak mempunyai dampak terhadap infrastruktur gas.

Sektor lain yang berpotensi terganggu jika pasokan gas dari PHE-ONWJ terhenti adalah kelistrikan, dalam hal ini yang dikelola PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kepala Divisi Minyak dan Gas Bumi PLN Suryadi Mardjoeki mengakui, beban PLN akan semakin berat karena ada beban biaya tambahan sebagai konsekuensi pengalihan pada jenis liquefied natural gas (LNG).

”Bebannya sangat besar. Sebagai gambaran, selisih harga antara harga gas LNG dan PHE-ONWJ sekarang sekitar USD5 per mmbtu. Artinya, jika volume yang dibutuhkan 120 bbtud, maka beban biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah USD600.000 per hari,” ujar dia.

Apabila dihitung dengan kurs saat ini, sekitar Rp13.000 per dolar AS, maka kerugian yang akan dialami PLN adalah Rp234 miliar per bulan atau sekitar Rp2,8 triliun per tahun. ”Sudah pasti ini sangat memberatkan PLN,” katanya.

Yanto kusdiantono
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5983 seconds (0.1#10.140)