April, Harga BBM Bakal Naik
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mengisyaratkan akan kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal April 2015. Hal itu atas pertimbangan harga minyak dunia yang terus terkerek naik dan kurs dolar Amerika Serikat (USD) yang kian menguat.
”Saat ini sedang dievaluasi, tetapi yang jelas harga rata-rata mengalami kenaikan, dan juga kurs dolar naik sedikit. Itu yang menjadi bahan pertimbangan,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I GN Wiratmadja di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, keputusan kenaikan harga BBM masih menunggu arahan Menteri ESDM Sudirman Said. Kebijakan kenaikan harga BBM juga melihat kondisi perekonomian di dalam negeri dan mempertimbangkan daya beli masyarakat. ”Keputusan naik atau tidak tergantung pimpinan.
Keputusan tentu mempertimbangkan parameter kondisi perekonomian negara dan daya beli masyarakat,” tutur dia. Ia pun memastikan, kenaikan harga BBM tidak terlampau besar. Hal itu yang menjadi pertimbangan pemerintah. ”Kita stok per bulan, jadi satu bulan itu ada kenaikan harga,” kata dia.
Harga minyak dunia kembali menunjukkan tren penurunan pada penutupan perdagangan Kamis, waktu Amerika Serikat, atau Jumat pagi (20/3) waktu Indonesia barat. Penurunan ini dipicu oleh aksi ambil untung, setelah sehari sebelumnya harga mengalami kenaikan.
Harga minyak meningkat pada Rabu waktu setempat, ketika The Fed secara tak terduga mengungkapkan sebuah posisi dovish, tentang kenaikan suku bunga tahun depan, yang berpotensi memicu pelemahan dolar. Namun, mata uang dolar Amerika Serikat rebound pada perdagangan Kamis dan menekan harga minyak.
Berlakukan Penggunaan Biodiesel 15%
Mulai 1 April 2015 mendatang Kementerian ESDM secara resmi memberlakukan mandatori pemanfaatan biodiesel 15% (B15). Kebijakan ini ditempuh untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). ”Ini merupakan salah satu bentuk perubahan fundamental dalam sektor energi dengan mengubah komposisi bauran energi dari yang semula bergantung pada energi fosil sekarang secara bertahap akan dialihkan ke energi baru dan terbarukan (EBT),” kata Menteri ESDM Sudirman Said dalam acara ”Launching dan Sosialisasi Mandatori Pemanfaatan B15” di Jakarta kemarin.
Ia mengatakan, kebijakan yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015 itu akan berimplikasi cukup luas, baik dari segi serapan produksi biodiesel dalam negeri sebesar 5,3 juta KL atau setara dengan 4,8 juta ton CPO) maupun penghematan devisa sebesar USD2,54 miliar. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa disparitas antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel dengan harga BBM solar makin meningkat, maka diperlukan upaya untuk dapat mengatasi kondisi tersebut melalui penyediaan CPO untuk biodiesel dalam volume dan nilai yang wajar.
Hanya, program mandatori B15 ini mendapat kritikan dan tentangan dari berbagai kalangan. Sebab, program ini dilakukan dengan memungut USD50 per ton CPO yang diekspor. Dana hasil pungutan ekspor inilah yang digunakan untuk memberikan subsidi biodiesel dalam rangka mandatori B15 atau dinamakan CPO Supporting Fund (CSF).
Enny Sri Hartati, ekonom Indef, menjelaskan bahwa rencana pemerintah menerapkan CSF dengan mengambil pungutan dari harga CPO untuk menyubsidi program mandatori biodiesel merupakan jalan pintas dan berpotensi merugikan petani sawit. ”Ini kan pemerintah maunya jalan pintas. Menteri-menterinya tidak tahu ekonomi, sehingga justru bisa merugikan petani kelapa sawit,” ujarnya.
Nanang wijayanto/ant
”Saat ini sedang dievaluasi, tetapi yang jelas harga rata-rata mengalami kenaikan, dan juga kurs dolar naik sedikit. Itu yang menjadi bahan pertimbangan,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I GN Wiratmadja di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan, keputusan kenaikan harga BBM masih menunggu arahan Menteri ESDM Sudirman Said. Kebijakan kenaikan harga BBM juga melihat kondisi perekonomian di dalam negeri dan mempertimbangkan daya beli masyarakat. ”Keputusan naik atau tidak tergantung pimpinan.
Keputusan tentu mempertimbangkan parameter kondisi perekonomian negara dan daya beli masyarakat,” tutur dia. Ia pun memastikan, kenaikan harga BBM tidak terlampau besar. Hal itu yang menjadi pertimbangan pemerintah. ”Kita stok per bulan, jadi satu bulan itu ada kenaikan harga,” kata dia.
Harga minyak dunia kembali menunjukkan tren penurunan pada penutupan perdagangan Kamis, waktu Amerika Serikat, atau Jumat pagi (20/3) waktu Indonesia barat. Penurunan ini dipicu oleh aksi ambil untung, setelah sehari sebelumnya harga mengalami kenaikan.
Harga minyak meningkat pada Rabu waktu setempat, ketika The Fed secara tak terduga mengungkapkan sebuah posisi dovish, tentang kenaikan suku bunga tahun depan, yang berpotensi memicu pelemahan dolar. Namun, mata uang dolar Amerika Serikat rebound pada perdagangan Kamis dan menekan harga minyak.
Berlakukan Penggunaan Biodiesel 15%
Mulai 1 April 2015 mendatang Kementerian ESDM secara resmi memberlakukan mandatori pemanfaatan biodiesel 15% (B15). Kebijakan ini ditempuh untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). ”Ini merupakan salah satu bentuk perubahan fundamental dalam sektor energi dengan mengubah komposisi bauran energi dari yang semula bergantung pada energi fosil sekarang secara bertahap akan dialihkan ke energi baru dan terbarukan (EBT),” kata Menteri ESDM Sudirman Said dalam acara ”Launching dan Sosialisasi Mandatori Pemanfaatan B15” di Jakarta kemarin.
Ia mengatakan, kebijakan yang tertuang dalam Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015 itu akan berimplikasi cukup luas, baik dari segi serapan produksi biodiesel dalam negeri sebesar 5,3 juta KL atau setara dengan 4,8 juta ton CPO) maupun penghematan devisa sebesar USD2,54 miliar. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa disparitas antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel dengan harga BBM solar makin meningkat, maka diperlukan upaya untuk dapat mengatasi kondisi tersebut melalui penyediaan CPO untuk biodiesel dalam volume dan nilai yang wajar.
Hanya, program mandatori B15 ini mendapat kritikan dan tentangan dari berbagai kalangan. Sebab, program ini dilakukan dengan memungut USD50 per ton CPO yang diekspor. Dana hasil pungutan ekspor inilah yang digunakan untuk memberikan subsidi biodiesel dalam rangka mandatori B15 atau dinamakan CPO Supporting Fund (CSF).
Enny Sri Hartati, ekonom Indef, menjelaskan bahwa rencana pemerintah menerapkan CSF dengan mengambil pungutan dari harga CPO untuk menyubsidi program mandatori biodiesel merupakan jalan pintas dan berpotensi merugikan petani sawit. ”Ini kan pemerintah maunya jalan pintas. Menteri-menterinya tidak tahu ekonomi, sehingga justru bisa merugikan petani kelapa sawit,” ujarnya.
Nanang wijayanto/ant
(bbg)