Pemda Dukung Percepatan SVLK
A
A
A
JAKARTA - Percepatan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah (pemda). Hal itu memunculkan optimisme, seluruh usaha kehutanan skala rakyat termasuk mebel bisa memenuhi batas waktu pemenuhan SVLK pada 31 Desember 2015.
Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono menyatakan, dukungan pemda ikut memacu pelaku usaha kehutanan mengikuti proses sertifikasi SVLK. ”Industri mebel kini berbondong- bondong antusias untuk sertifikasi, tidak ada yang menolak karena mereka tahu SVLK sangat bermanfaat. Prosedurnya pun tidak sulit,” ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Sejumlah pemda yang sudah menegaskan dukungan dan menandatangani deklarasi untuk percepatan SVLK adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan yang terbaru Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda lain termasuk Jawa Barat, Banten, serta Bali juga sudah dijadwalkan melakukan deklarasi serupa.
Dukungan pemda sangat berarti sebab selama ini kesulitan yang kerap dihadapi pelaku usaha adalah mendapat legalitas seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI), atau izin gangguan (HO) yang merupakan kewenangan pemda. Berdasarkan inventarisasi awal di Yogyakarta misalnya, baru ada empat unit dari 31 unit izin usaha industri primer pemanfaatan hasil hutan kayu (IUIPHHK) dengan kapasitas kurang dari 6.000 m3 per tahun yang telah memiliki SVLK.
Sementara dari 56 industri kecil furnitur yang telah terdaftar sebagai eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK), sudah 28 unit yang mendapat SVLK. Secara nasional, bantuan sertifikasi SVLK membidik 3.566 unit IUIPHHK dan 743 IKM mebel. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian LHK Dwi Sudharto menambahkan, kemudahan lain bagi usaha rakyat adalah dibolehkannya sertifikasi secara berkelompok.
Selain itu, mereka juga sudah diperbolehkan untuk mengikuti sertifikasi SVLK walaupun legalitas seperti SIUP, TDP, dan izin HO baru diproses. Namun saat penilikan, legalitas tersebut harus sudah dimiliki atau sertifikat SVLK-nya dicabut. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, Dwi pun heran jika masih ada yang merasa kesulitan dalam meraih sertifikat SVLK.
”SVLK itu tunduk pada aturan hukum yang berlaku,” katanya. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi DI Yogyakarta Riyadi Ida Bagus menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung percepatan SVLK. Untuk itu, koordinasi antar-instansi akan terus diperkuat agar para pelaku usaha kecil menengah tidak lagi kesulitan untuk mendapat berbagai legalitas.
Riyadi juga menyatakan, penerapan SVLK sangat bermanfaat agar pelaku usaha kecil menengah semakin tertib. Selain itu, SVLK juga meningkatkan posisi tawar dan memudahkan menembus pasar ekspor. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.95/Menhut-II/ 2014danPeraturanMenteri Perdagangan No.97 Tahun 2014 seluruh usaha berbasis kayu harus sudah memiliki SVLK paling lambat 31 Desember 2015.
Oktiani endarwati
Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bambang Hendroyono menyatakan, dukungan pemda ikut memacu pelaku usaha kehutanan mengikuti proses sertifikasi SVLK. ”Industri mebel kini berbondong- bondong antusias untuk sertifikasi, tidak ada yang menolak karena mereka tahu SVLK sangat bermanfaat. Prosedurnya pun tidak sulit,” ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Sejumlah pemda yang sudah menegaskan dukungan dan menandatangani deklarasi untuk percepatan SVLK adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan yang terbaru Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda lain termasuk Jawa Barat, Banten, serta Bali juga sudah dijadwalkan melakukan deklarasi serupa.
Dukungan pemda sangat berarti sebab selama ini kesulitan yang kerap dihadapi pelaku usaha adalah mendapat legalitas seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI), atau izin gangguan (HO) yang merupakan kewenangan pemda. Berdasarkan inventarisasi awal di Yogyakarta misalnya, baru ada empat unit dari 31 unit izin usaha industri primer pemanfaatan hasil hutan kayu (IUIPHHK) dengan kapasitas kurang dari 6.000 m3 per tahun yang telah memiliki SVLK.
Sementara dari 56 industri kecil furnitur yang telah terdaftar sebagai eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK), sudah 28 unit yang mendapat SVLK. Secara nasional, bantuan sertifikasi SVLK membidik 3.566 unit IUIPHHK dan 743 IKM mebel. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian LHK Dwi Sudharto menambahkan, kemudahan lain bagi usaha rakyat adalah dibolehkannya sertifikasi secara berkelompok.
Selain itu, mereka juga sudah diperbolehkan untuk mengikuti sertifikasi SVLK walaupun legalitas seperti SIUP, TDP, dan izin HO baru diproses. Namun saat penilikan, legalitas tersebut harus sudah dimiliki atau sertifikat SVLK-nya dicabut. Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, Dwi pun heran jika masih ada yang merasa kesulitan dalam meraih sertifikat SVLK.
”SVLK itu tunduk pada aturan hukum yang berlaku,” katanya. Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Provinsi DI Yogyakarta Riyadi Ida Bagus menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung percepatan SVLK. Untuk itu, koordinasi antar-instansi akan terus diperkuat agar para pelaku usaha kecil menengah tidak lagi kesulitan untuk mendapat berbagai legalitas.
Riyadi juga menyatakan, penerapan SVLK sangat bermanfaat agar pelaku usaha kecil menengah semakin tertib. Selain itu, SVLK juga meningkatkan posisi tawar dan memudahkan menembus pasar ekspor. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.95/Menhut-II/ 2014danPeraturanMenteri Perdagangan No.97 Tahun 2014 seluruh usaha berbasis kayu harus sudah memiliki SVLK paling lambat 31 Desember 2015.
Oktiani endarwati
(bbg)