ADB Nilai Reformasi Struktural Jokowi Kerek Ekonomi RI
A
A
A
JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menilai reformasi struktural yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mampu mengerek ekonomi Indonesia hingga dua tahun mendatang. Karena itu, pemerintah sebaiknya tetap mempertahankan momentum reformasi struktural seperti pengurangan subsidi bahan bakar.
Deputy Country Director ADB Indonesia Edimon Ginting mengatakan, saat ini pemerintah telah memulai reformasi kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi. Sebab itu, pemerintah perlu melanjutkan reformasi ini dengan mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, mengurangi biaya logistik dan memperkuat proses implementasi anggaran.
"Kebijakan ini memang terdapat sejumlah risiko, baik internal seperti pendapatan yang lebih rendah, dan eskternal seperti potensi melemahnya pertumbuhan mitra perdagangan utama serta kenaikan suku bunga Amerika Serikat," ujarnya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Dalam laporan terbarunya, ADB memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 5,5% tahun ini, dan 6% pada 2016. Pada 2014, perekonomian Indonesia tumbuh 5,0%.
Dia mengatakan, reformasi struktural yang dilakukan pemerintah melalui pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sangat berpotensi memperbaiki kondisi fiskal Indonesia. Hal tersebut pun menyebabkan tersedianya sumber daya yang besar untuk dialokasikan ke hal-hal yang lebih produktif, termasuk infrastruktur fisik dan sosial.
"Penghematan tersebut memungkinkan pemerintah untuk menambah alokasi belanja modal 2015 hingga lebih dari dua kali lipat, meningkatkan belanja program pendidikan dan kesehatan, serta menurunkan target defisit fisal menjadi 1,9% dari PDB," tuturnya.
Sementara, faktor-faktor lain adalah rencana untuk menaikkan penerimaan pajak, eksekusi anggaran yang lebih baik, dan reformasi kebijakan untuk mendorong investasi pihak swasta. "Pengeluaran rumah tangga yang cukup besar, serta penurunan tajam angka inflasi juga menjadi pendorongnya," pungkas Edimon.
Deputy Country Director ADB Indonesia Edimon Ginting mengatakan, saat ini pemerintah telah memulai reformasi kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi. Sebab itu, pemerintah perlu melanjutkan reformasi ini dengan mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, mengurangi biaya logistik dan memperkuat proses implementasi anggaran.
"Kebijakan ini memang terdapat sejumlah risiko, baik internal seperti pendapatan yang lebih rendah, dan eskternal seperti potensi melemahnya pertumbuhan mitra perdagangan utama serta kenaikan suku bunga Amerika Serikat," ujarnya di Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Dalam laporan terbarunya, ADB memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mencapai 5,5% tahun ini, dan 6% pada 2016. Pada 2014, perekonomian Indonesia tumbuh 5,0%.
Dia mengatakan, reformasi struktural yang dilakukan pemerintah melalui pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sangat berpotensi memperbaiki kondisi fiskal Indonesia. Hal tersebut pun menyebabkan tersedianya sumber daya yang besar untuk dialokasikan ke hal-hal yang lebih produktif, termasuk infrastruktur fisik dan sosial.
"Penghematan tersebut memungkinkan pemerintah untuk menambah alokasi belanja modal 2015 hingga lebih dari dua kali lipat, meningkatkan belanja program pendidikan dan kesehatan, serta menurunkan target defisit fisal menjadi 1,9% dari PDB," tuturnya.
Sementara, faktor-faktor lain adalah rencana untuk menaikkan penerimaan pajak, eksekusi anggaran yang lebih baik, dan reformasi kebijakan untuk mendorong investasi pihak swasta. "Pengeluaran rumah tangga yang cukup besar, serta penurunan tajam angka inflasi juga menjadi pendorongnya," pungkas Edimon.
(izz)