Gula Impor 945.463 Ton Siap Masuk

Rabu, 25 Maret 2015 - 09:38 WIB
Gula Impor 945.463 Ton Siap Masuk
Gula Impor 945.463 Ton Siap Masuk
A A A
JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali membuka keran impor gula mentah (raw sugar) sebanyak 945.463 ton untuk kuartal II/2015 atau bulan April-Juni 2015.

tuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan menjelang bulan Ramadan yang jatuh pada bulan Juli 2015. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan mengatakan, pemerintah berkomitmen mengeluarkan izin impor gula setiap kuartal. Impor tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri menjelang bulan puasa mendatang. ”Kita impor 945.463 ton. Kita tetap berkomitmen mengeluarkanizinsetiapkuartal,” katanya di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, Kementerian Perdagangan sudah mendapatkan rekomendasi impor gula kuartal II dan kuartal III (Juli-September2015) sebesar1.576.000ton. Berdasarkan hasil evaluasi, pemerintah berkesimpulan bahwa kuartal II/2015 mengambil jatah 60% dari total tersebut. ”Kalau konsisten dengan kuartal, harusnya 50%. Tapi untuk kebutuhan puasa, kita naikkan jadi 60% sehinggatotal 945.463ton,” ujar dia.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kuota impor gula mentah untuk 2015 sebesar 2,8 juta ton. Pada kuartal I (Januari-Maret 2015), kuota impor gula mentah yang ditetapkan sebesar 672.000 ton dengan realisasi di lapangan sebanyak 636.782 ton. Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengatakan, kebijakan impor gula memang tidak bisa dihindari karena terjadi defisit produksi gula nasional. Kendati demikian, dia memperingatkan kepada pemerintah untuk memperhatikan kondisi petani. ”Jangan sampai karena impor mengancam harga di level petani,” kata Andreas.

Dia mencontohkan, tidak jarang gula rafinasi yang tadinya untuk industri ternyata bocor ke pasar. Menurutnya, pada tahun lalu pasokan gula rakyat di gudang petani mencapai 1 juta ton. Namun, pemerintah justru mengambil jalan untuk mengimpor gula. ”Data juga harus diperhatikan. Data di kita ini amburadul,” ucap dia.

Andreas mengatakan, kelemahan data inilah yang digunakan para importir yang kerap mendesak pemerintah untuk mengimpor gula dengan data yang mereka miliki. Hal ini pun menjadi celah bagi importir untuk meraup keuntungan. Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bustanul Arifin mengatakan, pemerintah perlu membuka opsi tata niaga baru dan menyusun peta jalan (roadmap) yang jelas untuk mengatasi masalah industri gula dan mewujudkan target swasembada.

Dia mengusulkan, solusi sederhana untuk mengatasi masalah pergulaan yaitu strategi loose-loose untuk ditawarkan ke pemangku kepentingan pergulaan di Indonesia. Dalam konteks ini, dia mencontohkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak harus memberikan izin baru impor gula rafinasi atau bisa melakukan penghitungan ulang. Begitu pula Kementerian Perindustrian, dia minta agar fokus pada pengembangan industri gula dan mempertimbangkan kapasitas industri gula rafinasi.

Untuk jangka panjang, industri gula harus terintegrasi dari hilirkehuluatauhulukehilir. ”Adapun, Kementerian Pertanian enggak harus membuat rekomendasi-rekomendasi baru, fokus saja pada teknik budi daya dan bongkar ratun di lapangan,” ujar di Jakarta beberapa waktu lalu. Bustanul mendorong agar pemerintah secepatnya membuat pemetaan dan menyelesaikan persoalan serta ancaman industri gula tanpa harus menunggu swasembada padi, jagung, dan kedelai.

Menurut Bustanul, swasembada gula cenderung agak dilupakan bahkan tidak secara eksplisit disebutkan dalam rencana pembangunan jangka menengah, kemungkinan lantaran targettarget selama ini sering tidak tercapai. Dia juga mengkritisi target pertumbuhan produksi gula rata-rata 7,9% dengan target volume produksi sebanyak 3,8 juta ton pada 2019. ”Saya rasa enggak akan tercapai,” sebutnya.

rahmat fiansyah/ inda susanti
(bhr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6847 seconds (0.1#10.140)