Freeport Ajukan Permohonan Tak Gunakan Letter of Credit
A
A
A
JAKARTA – PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan pengecualian kewajiban menggunakan letter of credit (L/C) untuk ekspor konsentrat tembaga. Pengecualian itu disampaikan karena perusahaan asal Amerika Serikat ini mengklaim telah menjalankan peraturan di Indonesia dengan baik.
”Salah satu dasar pengecualiannya adalah Freeport sudah menunjukkan kepatuhannya terhadap peraturan yang ada,” ujar Plt Kepala Sub Direktorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) Ferry Ardiyanto di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Jakarta kemarin. Ferry menjelaskan, salah satu bentuk kepatuhan Freeport selama ini adalah menyetorkan devisa hasil ekspor (DHE) kepada Bank Indonesia (BI) secara rutin setiap bulan.
Freeport juga memiliki pembeli serta transaksi yang jelas melalui satu rekening sehingga mudah dilacak. ”Jadi, Freeport selama ini menggunakan telegraphic transfer karena telah memiliki performance invoice dan invoice akhir yang baik. Dan, Freeport tidak melanggar,” ujar Ferry. Dia mengatakan, sampai saat ini hanya Freeport yang mengajukan permohonan ini. Menurut dia, sebelumnya Freeport juga pernah mengajukan pengecualian penggunaan L/C pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, kuota ekspor yang dimiliki Freeport adalah 540.000 metrik ton yang berlaku hingga Juli 2015 dengan potensi penerimaan sekitar Rp981 miliar. Angka tersebut menurun drastis dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 940.000 metrik ton. Sebelumnya Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan menteri perdagangan No.04/M-DAG/PER/1/- 2015 tentang ketentuan penggunaan L/C untuk ekspor barang tertentu. Peraturan tersebut berlaku mulai 1 April 2015.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengakui, Freeport mengajukan permohonan pengecualian kewajiban menggunakan L/C. Kendati demikian, pemerintah belum memutuskan apa pun soal ini, meski tidak tertutup kemungkinan pengecualian itu diberikan. ”Kita akan memberikan pengecualian dengan alasan yang sangat kuat dan betul-betul realistis,” kata dia di Jakarta kemarin.
Partogi menyatakan, tidak hanya Freeport yang mengajukan permohonan itu. Sekitar dua belas perusahaan yang mengajukan keberatan terkait kewajiban penggunaan L/C yang tersebar di berbagai sektor industri, seperti pertambangan, minyak dan gas, dan crude palm oil (CPO/minyak kelapa sawit).
rahmat fiansyah .
”Salah satu dasar pengecualiannya adalah Freeport sudah menunjukkan kepatuhannya terhadap peraturan yang ada,” ujar Plt Kepala Sub Direktorat Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) Ferry Ardiyanto di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Jakarta kemarin. Ferry menjelaskan, salah satu bentuk kepatuhan Freeport selama ini adalah menyetorkan devisa hasil ekspor (DHE) kepada Bank Indonesia (BI) secara rutin setiap bulan.
Freeport juga memiliki pembeli serta transaksi yang jelas melalui satu rekening sehingga mudah dilacak. ”Jadi, Freeport selama ini menggunakan telegraphic transfer karena telah memiliki performance invoice dan invoice akhir yang baik. Dan, Freeport tidak melanggar,” ujar Ferry. Dia mengatakan, sampai saat ini hanya Freeport yang mengajukan permohonan ini. Menurut dia, sebelumnya Freeport juga pernah mengajukan pengecualian penggunaan L/C pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai, kuota ekspor yang dimiliki Freeport adalah 540.000 metrik ton yang berlaku hingga Juli 2015 dengan potensi penerimaan sekitar Rp981 miliar. Angka tersebut menurun drastis dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 940.000 metrik ton. Sebelumnya Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan menteri perdagangan No.04/M-DAG/PER/1/- 2015 tentang ketentuan penggunaan L/C untuk ekspor barang tertentu. Peraturan tersebut berlaku mulai 1 April 2015.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengakui, Freeport mengajukan permohonan pengecualian kewajiban menggunakan L/C. Kendati demikian, pemerintah belum memutuskan apa pun soal ini, meski tidak tertutup kemungkinan pengecualian itu diberikan. ”Kita akan memberikan pengecualian dengan alasan yang sangat kuat dan betul-betul realistis,” kata dia di Jakarta kemarin.
Partogi menyatakan, tidak hanya Freeport yang mengajukan permohonan itu. Sekitar dua belas perusahaan yang mengajukan keberatan terkait kewajiban penggunaan L/C yang tersebar di berbagai sektor industri, seperti pertambangan, minyak dan gas, dan crude palm oil (CPO/minyak kelapa sawit).
rahmat fiansyah .
(bhr)