Indonesia Butuh 1,5 Juta Agen Asuransi
A
A
A
NUSA DUA - Indonesia yang jumlah penduduknya hampir 250 juta jiwa masih kekurangan profesional di bidang agen asuransi atau biasa disebut financial planner.
Ketua Umum Financial Planner Association Indonesia (FPAI) Henry Januar mengatakan, satu orang financial plannerhanya bisa memberikan edukasi terhadap 100 keluarga. Seorang agen asuransi yang profesional juga harus memberikan perencanaan keuangan kepada masyarakat luas.
”Sedangkan berdasarkan survey, saat ini terdapat 150 juta keluarga di Indonesia,” kata Henry usai menghadiri kongres Asia Pacific Life Insurance Council (APLIC) Ke-15 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, kemarin.
Dengan jumlah keluarga sebanyak itu, Indonesia butuh minimal 1,5 juta financial planner. Henry pun menyatakan, bukanlah sesuatu yang mudah mencetak agen sebanyak itu, mengingat anggota FPAI yang terhitung saat ini baru berjumlah 11.000 orang. ”Untuk itu, butuh pelatihan mulai dari kalangan pendidikan, misalnya mahasiswa, sehingga ke depan bisa menjangkau masyarakat sekitarnya,” tambahnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani mengatakan, pemerintah berencana menerbitkan regulasi terkait peraturan agen asuransi atau financial planner di Indonesia. Pembentukan regulasi bagi financial planner seiring makin bertambahnya jumlah agen asuransi di Tanah Air.
”Kita ingin agar dalam rangka menjual produk asuransi tentu mereka tidak sembarangan, harus benarbenar transparan,” kata Firdaus. Menurut dia, perusahaan asuransi juga mempunyai tugas untuk mengembangkan pengetahuan para agen dalam memasarkan produknya.
Dengan demikian, para agen bisa menjelaskan secara terbuka kepada nasabah yang bertindak sebagai pemegang polis. ”Jadi, tidak ada lagi hal yang disembunyikan, sehingga agen itu bisa menjelaskan secara clear,” tegasnya.
Peraturan bagi agen asuransi, kata Firdaus, sudah tertuang dalam undang-undang (UU). Di sana dijelaskan bagaimana seorang agen harus terus ditingkatkan pengetahuannya. Sedangkan yang menjadi tambahan OJK, regulasi terkait pengaturan komisi kepada agen.
”Jadi setelah agen mendapat komisi dari penjualan polish, tidak dilakukan sekaligus tapi bertahap, ini supaya si agen tetap klep contactdengan pemegang polis. Jadi, jangan hit and run,” ujarnya.
Dia mengakui, peran agensi sangat dibutuhkan bagi perusahaan asuransi terutama asuransi jiwa. Meski saat ini telah banyak berkembang, pihak yang memasarkan produk asuransi melalui internet, kantor perbankan, toko, dan sebagainya.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengatakan, selain terdapat di UU, regulasi tentang agen asuransi juga telah tertuang dalam asosiasinya. Dengan adanya peraturan yang terdapat di AAJI, seorang agen asuransi harus mempunyai kode etik.
”Peraturan yang akan dibuat OJK itu mengenai ketentuan seorang agen berpindah- pindah ke perusahaan asuransi. Meski akan diperketat, saya yakin financial planner akan terus tumbuh dalam lima tahun ke depan,” tutupnya.
Heru febrianto
Ketua Umum Financial Planner Association Indonesia (FPAI) Henry Januar mengatakan, satu orang financial plannerhanya bisa memberikan edukasi terhadap 100 keluarga. Seorang agen asuransi yang profesional juga harus memberikan perencanaan keuangan kepada masyarakat luas.
”Sedangkan berdasarkan survey, saat ini terdapat 150 juta keluarga di Indonesia,” kata Henry usai menghadiri kongres Asia Pacific Life Insurance Council (APLIC) Ke-15 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, kemarin.
Dengan jumlah keluarga sebanyak itu, Indonesia butuh minimal 1,5 juta financial planner. Henry pun menyatakan, bukanlah sesuatu yang mudah mencetak agen sebanyak itu, mengingat anggota FPAI yang terhitung saat ini baru berjumlah 11.000 orang. ”Untuk itu, butuh pelatihan mulai dari kalangan pendidikan, misalnya mahasiswa, sehingga ke depan bisa menjangkau masyarakat sekitarnya,” tambahnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Firdaus Djaelani mengatakan, pemerintah berencana menerbitkan regulasi terkait peraturan agen asuransi atau financial planner di Indonesia. Pembentukan regulasi bagi financial planner seiring makin bertambahnya jumlah agen asuransi di Tanah Air.
”Kita ingin agar dalam rangka menjual produk asuransi tentu mereka tidak sembarangan, harus benarbenar transparan,” kata Firdaus. Menurut dia, perusahaan asuransi juga mempunyai tugas untuk mengembangkan pengetahuan para agen dalam memasarkan produknya.
Dengan demikian, para agen bisa menjelaskan secara terbuka kepada nasabah yang bertindak sebagai pemegang polis. ”Jadi, tidak ada lagi hal yang disembunyikan, sehingga agen itu bisa menjelaskan secara clear,” tegasnya.
Peraturan bagi agen asuransi, kata Firdaus, sudah tertuang dalam undang-undang (UU). Di sana dijelaskan bagaimana seorang agen harus terus ditingkatkan pengetahuannya. Sedangkan yang menjadi tambahan OJK, regulasi terkait pengaturan komisi kepada agen.
”Jadi setelah agen mendapat komisi dari penjualan polish, tidak dilakukan sekaligus tapi bertahap, ini supaya si agen tetap klep contactdengan pemegang polis. Jadi, jangan hit and run,” ujarnya.
Dia mengakui, peran agensi sangat dibutuhkan bagi perusahaan asuransi terutama asuransi jiwa. Meski saat ini telah banyak berkembang, pihak yang memasarkan produk asuransi melalui internet, kantor perbankan, toko, dan sebagainya.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim mengatakan, selain terdapat di UU, regulasi tentang agen asuransi juga telah tertuang dalam asosiasinya. Dengan adanya peraturan yang terdapat di AAJI, seorang agen asuransi harus mempunyai kode etik.
”Peraturan yang akan dibuat OJK itu mengenai ketentuan seorang agen berpindah- pindah ke perusahaan asuransi. Meski akan diperketat, saya yakin financial planner akan terus tumbuh dalam lima tahun ke depan,” tutupnya.
Heru febrianto
(ftr)