Pemerintah Diminta Revisi PP No 11/2015 BBM Berbahaya
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria meminta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Perhubungan direvisi. Menurutnya, dalam beleid tersebut bahan bakar minyak (BBM) digolongkan sebagai barang berbahaya.
"Dalam aturan itu BBM digolongkan barang berbahaya selain itu dipungut biaya pengawasan bongkar muat pengangkutan," katanya, di Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Sofyano mengaku heran, karena dalam aturan tersebut memuat tarif untuk jenis pengawasan bongkar atau muat barang berbahaya. Adapun biaya pengawasan BBM dalam PP tersebut ditetapkan sebesar Rp25.000 per kilogram (kg).
Dia menyebutkan, apabila harga BBM jenis solar nonsubsidi dikonversi dari liter ke kg maka hasilnya sekitar Rp9.600 per kg. Sementara, tarif pengawasan yang dikenakan menurut aturan itu adalah sebesar Rp25.000 per kg.
"Jadi biaya pengawasannya sangat tinggi ketimbang harga BBM itu sendiri. Ini teramat sangat aneh," imbuhnya.
Menurut Sofyano, aturan tersebut sangat tidak logis dan membuat beban biaya tinggi dalam pengadaan BBM di dalam negeri. Alhasil berpengaruh terhadap harga BBM di tingkat konsumen.
"Harga BBM akan menjadi termahal di dunia karena harus dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya pengawasan sebesar Rp25.000 per kg. Negara ini bisa lumpuh dan kolaps," tegas dia.
Dirinya mendesak agar pemerintah segera merevisi aturan tersebut, dengan menetapkan BBM dikecualikan dari kategori barang berbahaya. "Menteri ESDM (Sudirman Said) harus segera koordinasi dengan Menteri Perhubungan (Ignasius Jonan) dan kementerian terkait merevisi aturan kontroversial ini," tandasnya.
"Dalam aturan itu BBM digolongkan barang berbahaya selain itu dipungut biaya pengawasan bongkar muat pengangkutan," katanya, di Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Sofyano mengaku heran, karena dalam aturan tersebut memuat tarif untuk jenis pengawasan bongkar atau muat barang berbahaya. Adapun biaya pengawasan BBM dalam PP tersebut ditetapkan sebesar Rp25.000 per kilogram (kg).
Dia menyebutkan, apabila harga BBM jenis solar nonsubsidi dikonversi dari liter ke kg maka hasilnya sekitar Rp9.600 per kg. Sementara, tarif pengawasan yang dikenakan menurut aturan itu adalah sebesar Rp25.000 per kg.
"Jadi biaya pengawasannya sangat tinggi ketimbang harga BBM itu sendiri. Ini teramat sangat aneh," imbuhnya.
Menurut Sofyano, aturan tersebut sangat tidak logis dan membuat beban biaya tinggi dalam pengadaan BBM di dalam negeri. Alhasil berpengaruh terhadap harga BBM di tingkat konsumen.
"Harga BBM akan menjadi termahal di dunia karena harus dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya pengawasan sebesar Rp25.000 per kg. Negara ini bisa lumpuh dan kolaps," tegas dia.
Dirinya mendesak agar pemerintah segera merevisi aturan tersebut, dengan menetapkan BBM dikecualikan dari kategori barang berbahaya. "Menteri ESDM (Sudirman Said) harus segera koordinasi dengan Menteri Perhubungan (Ignasius Jonan) dan kementerian terkait merevisi aturan kontroversial ini," tandasnya.
(dmd)