Output Manufaktur Jepang Turun
A
A
A
TOKYO - Output manufaktur Jepang turun 3,5% pada Februari. Penurunan ini lebih buruk dibandingkan proyeksi analis bahwa penurunan kurang dari 2%.
Data terbaru itu menambah suram gambaran kondisi ekonomi Jepang saat negara itu harus bekerja keras menghadapi dampak kenaikan pajak penjualan tahun lalu. Penurunan ini juga kebalikan dari kenaikan 3,7% pada Januari. Data ini dirilis beberapa hari setelah data terpisah menunjukkan inflasi terhenti bulan lalu dengan ukuran utama harga yang tetap untuk pertama kali dalam hampir dua tahun.
Perkembangan ini juga menjadi pukulan bagi upaya Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe untuk mengatasi deflasi dan memulihkan pertumbuhan ekonomi. ”Data hari ini mengonfirmasi bahwa ekonomi melemah pada kuartal I/2015. Kami tetap pada proyeksi kami bahwa produk domestik bruto (PDB) Jepang akan datar tahun ini dibandingkan pertumbuhan 1,0% seperti proyeksi analis,” ungkap Marcel Thieliant dari Capital Economics dalam catatan setelah data produksi industri itu diumumkan, dikutip kantor berita AFP .
Terkait data output pabrik tersebut, Kementerian Industri Jepang tetap memiliki pendapat yang sama. ”Produksi industri menunjukkan tanda-tanda peningkatan di level moderat,” papar laporan Kementerian Industri Jepang untuk Februari.
Beberapa ekonom menyebut hari libur Tahun Baru China sebagai faktor lain yang menurunkan permintaan untuk barang-barang asal Jepang. Proyeksi output manufaktur yang dirilis menunjukkan produksi akan turun hingga 2,0% pada Maret, sebelum naik 3,6% pada April. ”Tapi proyeksi ini menaksir terlalu tinggi level output manufaktur di masa depan, jadi hasil sebenarnya mungkin lebih lemah,” papar Thieliant.
Pekan lalu Pemerintah Jepang menyampaikan bahwa inflasi terhenti pada Februari, tertekan oleh penurunan harga minyak dan lemahnya belanja konsumen. Hal ini terjadi setelah Jepang terlepas dari resesi pada kuartal IV/2014.
Data harga yang suram ini muncul setelah Gubernur Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/ BoJ) Haruhiko Kuroda mengakui bulan ini bahwa mengeluarkan negara dari bertahun- tahun deflasi merupakan tugas yang sangat menantang. Dia memperingatkan bahwa inflasi mungkin turun sementara menjadi nol. Adapun inflasi inti, tidak termasuk harga makanan segar, naik 2,0% pada Februari.
Hal itu membuat BoJ menilai dampak kenaikan pajak penjualan pada April lalu sama dengan tahun lalu. Data itu masih jauh dari target BoJ untuk mencapai inflasi 2,0% dan menandai bulan pertama pertumbuhan nol sejak Mei 2013, hanya setelah Tokyo meluncurkan berbagai kebijakan untuk memulihkan ekonomi dan mengatasi deflasi.
Inflasi menjadi kunci rencana Abe untuk mengakhiri penurunan harga yang mengganggu pertumbuhan ekonomi. Meskipun deflasi mungkin terdengar bagus bagi konsumen Jepang, mungkin hal itu membuat orang menunda pembelian karena mengharapkan harga terus turun.
Deflasi juga membuat para produsen menunda ekspansi dan rencana perekrutan karyawan. Keduanya merupakan berita buruk bagi perekonomian secara lebih luas. Bulan lalu, BoJ mempertahankan program stimulus skala besar.
BoJ yakin pemulihan ekonomi yang mantap akan membantu mencapai target inflasi tanpa harus menerapkan kebijakan moneter dana murah yang baru. BoJ juga mengungkapkan outlook inflasi yang lebih suram, meski menekankan bahwa penurunan inflasi itu akibat melemahnya harga minyak dunia.
Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengakui, penurunan harga minyak dapat mengakibatkan harga konsumen Jepang kembali ke wilayah negatif.
Syarifudin
Data terbaru itu menambah suram gambaran kondisi ekonomi Jepang saat negara itu harus bekerja keras menghadapi dampak kenaikan pajak penjualan tahun lalu. Penurunan ini juga kebalikan dari kenaikan 3,7% pada Januari. Data ini dirilis beberapa hari setelah data terpisah menunjukkan inflasi terhenti bulan lalu dengan ukuran utama harga yang tetap untuk pertama kali dalam hampir dua tahun.
Perkembangan ini juga menjadi pukulan bagi upaya Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe untuk mengatasi deflasi dan memulihkan pertumbuhan ekonomi. ”Data hari ini mengonfirmasi bahwa ekonomi melemah pada kuartal I/2015. Kami tetap pada proyeksi kami bahwa produk domestik bruto (PDB) Jepang akan datar tahun ini dibandingkan pertumbuhan 1,0% seperti proyeksi analis,” ungkap Marcel Thieliant dari Capital Economics dalam catatan setelah data produksi industri itu diumumkan, dikutip kantor berita AFP .
Terkait data output pabrik tersebut, Kementerian Industri Jepang tetap memiliki pendapat yang sama. ”Produksi industri menunjukkan tanda-tanda peningkatan di level moderat,” papar laporan Kementerian Industri Jepang untuk Februari.
Beberapa ekonom menyebut hari libur Tahun Baru China sebagai faktor lain yang menurunkan permintaan untuk barang-barang asal Jepang. Proyeksi output manufaktur yang dirilis menunjukkan produksi akan turun hingga 2,0% pada Maret, sebelum naik 3,6% pada April. ”Tapi proyeksi ini menaksir terlalu tinggi level output manufaktur di masa depan, jadi hasil sebenarnya mungkin lebih lemah,” papar Thieliant.
Pekan lalu Pemerintah Jepang menyampaikan bahwa inflasi terhenti pada Februari, tertekan oleh penurunan harga minyak dan lemahnya belanja konsumen. Hal ini terjadi setelah Jepang terlepas dari resesi pada kuartal IV/2014.
Data harga yang suram ini muncul setelah Gubernur Bank Sentral Jepang (Bank of Japan/ BoJ) Haruhiko Kuroda mengakui bulan ini bahwa mengeluarkan negara dari bertahun- tahun deflasi merupakan tugas yang sangat menantang. Dia memperingatkan bahwa inflasi mungkin turun sementara menjadi nol. Adapun inflasi inti, tidak termasuk harga makanan segar, naik 2,0% pada Februari.
Hal itu membuat BoJ menilai dampak kenaikan pajak penjualan pada April lalu sama dengan tahun lalu. Data itu masih jauh dari target BoJ untuk mencapai inflasi 2,0% dan menandai bulan pertama pertumbuhan nol sejak Mei 2013, hanya setelah Tokyo meluncurkan berbagai kebijakan untuk memulihkan ekonomi dan mengatasi deflasi.
Inflasi menjadi kunci rencana Abe untuk mengakhiri penurunan harga yang mengganggu pertumbuhan ekonomi. Meskipun deflasi mungkin terdengar bagus bagi konsumen Jepang, mungkin hal itu membuat orang menunda pembelian karena mengharapkan harga terus turun.
Deflasi juga membuat para produsen menunda ekspansi dan rencana perekrutan karyawan. Keduanya merupakan berita buruk bagi perekonomian secara lebih luas. Bulan lalu, BoJ mempertahankan program stimulus skala besar.
BoJ yakin pemulihan ekonomi yang mantap akan membantu mencapai target inflasi tanpa harus menerapkan kebijakan moneter dana murah yang baru. BoJ juga mengungkapkan outlook inflasi yang lebih suram, meski menekankan bahwa penurunan inflasi itu akibat melemahnya harga minyak dunia.
Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengakui, penurunan harga minyak dapat mengakibatkan harga konsumen Jepang kembali ke wilayah negatif.
Syarifudin
(ftr)