Malaysia Terapkan Pajak Konsumsi

Kamis, 02 April 2015 - 11:55 WIB
Malaysia Terapkan Pajak Konsumsi
Malaysia Terapkan Pajak Konsumsi
A A A
KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia resmi menerapkan pajak konsumsi sebesar 6% yang diharapkan mampu menambal kebocoran pajak, sekaligus mengatasi melebarnya defisit fiskal negara tersebut.

Namun, kebijakan itu diyakini bakal kembali memicu protes dari kubu oposisi. Menurut Pemerintah Malaysia, pajak barang dan jasa itu akan menolong mengatasi kekurangan penerimaan pajak akibat sistem pemungutan yang kurang baik. Saat ini penerimaan pajak di Malaysia hanya diperoleh dari pembayaran sekitar 11% perusahaan yang terdaftar dan 14,8% pekerja yang ada di negara tersebut.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan, pajak barang dan jasa tersebut tidak dikenakan pada bahan pangan utama seperti beras, gula, dan minyak goreng dan juga sejumlah obat-obatan. Karena itu, pemerintah yakin pajak itu tidak akan terlalu membebani masyarakat.

Berbarengan dengan pengenaan pajak itu, pajak korporasi, bisnis, dan pendapatan pribadi akan sedikit dikurangi. ”Di saat yang sama, pajak ini akan meningkatkan pendapatan negara, dan ini adalah untuk kebaikan masyarakat,” ujarnya seperti dikutip AFP dari sejumlah media Malaysia.

Namun, pajak barang dan jasa tersebut sebelumnya telah memicu aksi demonstrasi dari kubu oposisi. Pajak barang dan jasa itu diibaratkan sebagai pengalihan beban akibat kesalahan pengelolaan ekonomi oleh pemerintah kepada konsumen.

Pemerintah Malaysia menyatakan pajak barang dan jasa tersebut akan menghasilkan penerimaan sekitar 22 miliar ringgit (sekitar USD6 miliar) dalam setahun. Melalui tambahan penerimaan itu, Malaysia berharap mampu memangkas defisit fiskalnya menjadi 3,2% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2015, dibandingkan 3,5% tahun lalu.

Target defisit sebesar 3% yang ditetapkan sebelumnya direvisi setelah terpuruknya harga minyak dunia. Malaysia adalah negara pengekspor minyak, sehingga penurunan harga minyak mentah yang mencapai 60% dari pertengahan tahun lalu menyebabkan Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi Negeri Jiran itu menjadi 4,7% dari sebelumnya 4,9%.

Sementara itu, nilai tukar ringgit pun ikut terpangkas akibat kekhawatiran terkait harga minyak dan juga ketakutan investor akan stabilitas dana investasi pemerintah, 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Ekonom Kenanga Research Wan Suhaimi Saidi mengatakan, pajak barang dan jasa akan melebarkan basis pajak negara tersebut. Namun, apakah itu bisa mengurangi defisit fiskal tergantung pada banyak faktor lain, khususnya bagaimana langkah pemerintah mengatasi kebocoran.

M faizal
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6389 seconds (0.1#10.140)