Uang Pensiun Dibayar Sekaligus Vs Bulanan

Minggu, 05 April 2015 - 09:45 WIB
Uang Pensiun Dibayar Sekaligus Vs Bulanan
Uang Pensiun Dibayar Sekaligus Vs Bulanan
A A A
Pemerintah kita sedang mengkaji perubahan sistem pensiun pegawai negeri sipil (PNS). Dengan sistem pembayaran bulanan seperti saat ini, tahun lalu pemerintah mengalokasikan Rp70 triliun dalam APBN untuk belanja pensiunan dan naik menjadi Rp80 triliun untuk tahun ini.

Angka ini terus meningkat mengingat uang pensiun yang cenderung naik dan ada 120.000 orang pensiunan baru PNS setiap tahunnya. Dengan 4,4 juta PNS dari 250 juta penduduk, PT Taspen memperkirakan beban pensiunan PNS ini bakal melonjak menjadi Rp300 triliun pada 2043.

Inilah yang membuat pemerintah mempertimbangkan wacana penghapusan pembayaran uang pensiun bulanan dan menggantinya menjadi pembayaran sekaligus di muka seperti pesangon yang diberikan korporasi swasta dan BUMN. Rencana perubahan ini ditanggapi dingin di kalangan PNS.

Wakil Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) tetap menginginkan pensiun dibayar bulanan meski banyak negara sudah menerapkan pembayaran sekaligus di muka. Salah satu alasannya adalah karena kebanyakan PNS kita belum bisa mengelola uang besar seperti uang pesangon. Bagaimana matematika keuangan memandang dua sistem uang pensiun ini?

Perpetuitas

Untuk dapat membandingkan keduanya, seseorang perlu memahami konsep perpetuitas yaitu arus kas yang diterima atau dibayarkan setiap periode tertentu secara terus menerus alias tak terhingga. Contoh perpetuitas adalah dividen yang dibayarkan sebuah saham setiap tahun, royalti tahunan seorang penulis buku atau lagu, uang sewa/ kontrak yang diterima setiap bulan atau tahun oleh pemilik properti, dan uang pensiun yang diterima bulanan.

Misalkan Anda menulis sebuah buku yang cukup laris. Penerbit berniat untuk membeli hak cipta buku Anda itu. Dia menawarkan dua skema pembayaran. Anda boleh memilih menerima Rp100 juta sekali saja pada hari ini atau Rp500.000 setiap bulan seumur hidup mulai satu bulan lagi. Tawaran kedua adalah contoh perpetuitas biasa seperti uang pensiun bulanan. Asumsikan Anda hanya tahu deposito dengan bunga bersih 0,5% per bulan untuk dana yang Anda miliki.

Mana yang mesti Anda pilih? Yang kita lakukan dalam kasus ini adalah, menghitung nilai sekarang atau PV (present value) dari pilihan kedua dan membandingkannya dengan PV pilihan pertama yang Rp100 juta. PV pilihan kedua adalah Rp500.000/0,5% yaitu Rp100 juta. Menerima Rp500.000 setiap bulan seumur hidup ternyata sama menariknya dengan menerima Rp100 juta sekali saja pada hari ini.

Anda dapat mengambil pilihan Rp100 juta hari ini dan jika Anda merasa tidak bisa mengelolanya, silakan menggantinya menjadi Rp500.000 setiap bulan dengan menaruhnya di deposito bank berbunga 0,5% per bulan. Contoh kedua, misalkan, Anda memiliki sebuah rumah kos-kosan yang setiap bulan memberikan pendapatan bersih rata-rata, setelah dikurangi biaya-biaya, sebesar Rp5 juta.

Ada yang menawar rumah koskosan Anda ini Rp1 miliar. Jika Anda menjualnya, Anda dapat menempatkan dana yang diterima dalam deposito bank dengan bunga bersih 0,5% per bulan. Setelah dihitung ternyata uang bulanan yang Anda peroleh dari bunga deposito juga Rp5 juta. Karenanya, kita dapat mengatakan menjual rumah dan mendapatkan Rp1 miliar sama menariknya dengan tidak menjual rumah tetapi mendapatkan Rp5 juta setiap bulan dari uang kos-kosan.

Sama Menariknya

Kembali ke dua sistem uang pensiun di awal. Dalam pandangan matematika keuangan, uang pensiun dibayar bulanan atau sekaligus di awal sejatinya akan sama menariknya jika suku bunga yang digunakan adalah yang relevan. Dalam dua contoh di atas, uang sekarang Rp100 juta akan ekuivalen dengan Rp500 setiap bulan dan Rp1 miliar dengan Rp5 juta per bulan mulai satu bulan lagi jika suku bunga yang akan diperoleh investor adalah 6% p.a. atau 0,5% per bulan.

Mereka yang lebih suka uang pensiun yang dibayarkan bulanan karena merasa tidak bisa mengelolanya gagal untuk menyadari bahwa dia dapat mengubah uang pesangon yang didapatnya itu menjadi uang pensiun bulanan dengan cara menaruhnya di deposito atau membeli rumah kos-kosan atau membangun rumah untuk dikontrakkan. Masalah akan timbul jika suku bunga yang digunakan tidak relevan atau tidak realistis.

Dalam kasus di atas, jika suku bunga bukan 0,5% per bulan atau 6% p.a. yang membuat kedua pilihan ekuivalen, yang satu akan lebih menarik daripada yang lainnya. Misalkan, suku bunga yang diperoleh adalah 0,4% per bulan atau 4,8% p.a. Dengan returnbulanan serendah ini, nilai uang pensiun Rp5 juta per bulan adalah ekuivalen dengan Rp1,25 miliar sehingga lebih menarik daripada pilihan Rp1 miliar sekaligus di muka.

Sebaliknya jika seorang pensiunan dapat memperoleh return atau bunga bersih 0,6% per bulan atau 7,2% p.a. Dia akan lebih diuntungkan dengan memilih uang pensiun Rp1 miliar di muka karena uang sejumlah ini dapat memberikan uang Rp6 juta per bulan (0,6% x Rp1 miliar). Berapa suku bunga yang relevan untuk seseorang tergantung kemampuannya berinvestasi.

Silakan baca buku saya, Lihai Sebagai Investor untuk tujuan itu. Anda ingin tahu dana tambahan yang diperlukan pemerintah untuk membayar uang pensiun dari 120.000 pensiunan baru setiap tahunnya jika jadi mengadopsi sistem baru ini? Dengan asumsi uang pesangon itu Rp400 juta per pensiunan, kebutuhan dana tambahan itu mencapai Rp48 triliun yaitu 120.000 kali Rp400 juta.

Masih dalam batas wajar dan mampu dipenuhi pemerintah, bukan? Berdasarkan pemahaman di atas, saya mendukung pemerintah menerapkan sistem uang pensiun sekaligus di muka daripada yang bulanan. Sistem ini akan membebaskan pemerintah dari urusan penyimpanan data jutaan penerima pensiun dan alamat serta nomor rekening banknya. Tenaga dan waktu ribuan PNS untuk mengurusi data dan pembayaran pensiunan ini dapat dialihkan untuk tugas negara yang lain.

BUDI FRENSIDY
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan,
www.fund-and-fun.com
@BudiFrensidy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3843 seconds (0.1#10.140)