KKP Masih Kaji Aturan Larangan Transhipment
A
A
A
NUSA DUA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih mengkaji larangan transhipment, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 tahun 2014.
Seperti diketahui, adanya kebijakan itu disebabkan oleh banyaknya para nelayan yang langsung mengekspor ikannya ke negara tetangga. Buntutnya, sekitar 8.000 anak buah kapal (ABK) di Bali tidak bisa melaut.
Bahkan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) mengklaim rugi hingga 35% akibat kebijakan tersebut.
"Saya sudah beberapa kali bertemu dengan ATLI membicarakan hal ini, kami masih akan mengevaluasinya," ucap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, usai menjadi pembicara di Internasional Womens Conference di Hotel Westin Nusa Dua, Badung, Sabtu (5/4/2015).
Menurut Susi, Bali kemungkinan akan diberikan pengecualian terhadap peraturan transhipment tersebut. Sebab, tempat pengambilan ikan yang tergabung dalam ATLI ini hanya sampai Samudera Hindia, dan jauh dari negara tetangga.
Berbeda dengan para nelayan yang dekat dengan Samudera Pasifik yang berdekatan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia, dan Taiwan. Kondisi tersebut sangat memudahkan para nelayan langsung bisa menjual ikannya ke negara tetangga.
"Sekarang ini kami masih membicarakannya, mengenai pengecualian di beberapa daerah terkait transisment ini," imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Made Gunaja mengakui semenjak adanya kebijakan tersebut, provinsi Bali tidak bisa mengirim ikan segar ke Jepang dan beberapa negara lainnya.
"Saat belum ada pelarangan itu hampir setiap hari kelompok para nelayan itu mengambil ikan, dan waktu dijual ikannya masih segar," terang dia.
Ketika tidak ada kapal kolekting yang mengambil ikan, maka Bali akan kesulitan mengirimkan ikan segar ke negara lain.
"Kami meminta kepada bu menteri (Susi Pudjiastuti), untuk di Bali ini supaya diberi pengecualian dari Permen Nomor 57 itu. Karena jika ikan tidak segera diambil kapal collecting, ikannya tidak segar lagi," tandas Gunaja.
Pihaknya mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan KKP, namun hingga saat ini masih belum menemukan titik temu.
Seperti diketahui, adanya kebijakan itu disebabkan oleh banyaknya para nelayan yang langsung mengekspor ikannya ke negara tetangga. Buntutnya, sekitar 8.000 anak buah kapal (ABK) di Bali tidak bisa melaut.
Bahkan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) mengklaim rugi hingga 35% akibat kebijakan tersebut.
"Saya sudah beberapa kali bertemu dengan ATLI membicarakan hal ini, kami masih akan mengevaluasinya," ucap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, usai menjadi pembicara di Internasional Womens Conference di Hotel Westin Nusa Dua, Badung, Sabtu (5/4/2015).
Menurut Susi, Bali kemungkinan akan diberikan pengecualian terhadap peraturan transhipment tersebut. Sebab, tempat pengambilan ikan yang tergabung dalam ATLI ini hanya sampai Samudera Hindia, dan jauh dari negara tetangga.
Berbeda dengan para nelayan yang dekat dengan Samudera Pasifik yang berdekatan langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia, dan Taiwan. Kondisi tersebut sangat memudahkan para nelayan langsung bisa menjual ikannya ke negara tetangga.
"Sekarang ini kami masih membicarakannya, mengenai pengecualian di beberapa daerah terkait transisment ini," imbuhnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Made Gunaja mengakui semenjak adanya kebijakan tersebut, provinsi Bali tidak bisa mengirim ikan segar ke Jepang dan beberapa negara lainnya.
"Saat belum ada pelarangan itu hampir setiap hari kelompok para nelayan itu mengambil ikan, dan waktu dijual ikannya masih segar," terang dia.
Ketika tidak ada kapal kolekting yang mengambil ikan, maka Bali akan kesulitan mengirimkan ikan segar ke negara lain.
"Kami meminta kepada bu menteri (Susi Pudjiastuti), untuk di Bali ini supaya diberi pengecualian dari Permen Nomor 57 itu. Karena jika ikan tidak segera diambil kapal collecting, ikannya tidak segar lagi," tandas Gunaja.
Pihaknya mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan KKP, namun hingga saat ini masih belum menemukan titik temu.
(izz)