Investasi MMM Berisiko
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama satgas waspada investasi menilai kegiatan investasi Mavrodi Mondial Moneybox (MMM) berpotensi merugikan masyarakat.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, penilaian OJK tersebut berdasar pertimbangan bahwa MMM tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang, tidak ada kejelasan terkait badan hukum serta domisili hukum, dan tidak memiliki struktur organisasi yang jelas.
”Kita mendapatkan pertanyaan terkait maraknya tawaran investasi yang dilakukan MMM,” ujarnya saat konferensi pers di Jakarta kemarin. Dari data yang berhasil dihimpun OJK, terdapat 235 pertanyaan informasi terkait investasi MMM. Adapun rinciannya yakni, dari daerah Jawa Timur sebanyak 25 konsumen, DKI terdapat 16, Jawa Barat 13, Bali 10. ”Ada pula dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Riau, Maluku, NTB, Papua, serta dari Hong Kong.
Konsumen hanya menanyakan informasi MMM, tapi hingga saat ini belum ada keluhan yang masuk ke OJK,” ujarnya. Dia menjelaskan, kegiatan investasi yang dilakukan MMM menyerupai money game dan ponzi scheme yang sangat berisiko menyebabkan terjadinya kegagalan untuk mengembalikan dana masyarakat.
OJK pun langsung bertindak preventif demi menanggulangi maraknya investasi bodong. OJK senantiasa melakukan edukasi dan sosialisasi terkait investasi yang legal dan melakukan koordinasi dengan komisi penyiaran Indonesia (KPI).
”Kami telah mengirimkan surat kepada Kementerian Informasi dan Komunikasi (kominfo) dan KPI untuk menindak lanjuti investasi MMM tersebut. Pasalnya, mereka sudah sangat gencar memasarkan investasinya ke media elektronik maupun cetak,” jelasnya. Selain itu, OJK mengimbau kepada masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan apa pun dalam bentuk investasi agar selalu memperhatikan rasionalitas, risiko, biaya, dan manfaat.
Masyarakat dapat menyampaikan pertanyaan dan meminta informasi kepada OJK melalui layanan konsumen. Untuk itu, OJK mendorong masyarakat tetap bersikap kritis dan bijaksana dalam menggunakan uangnya, baik untuk kegiatan investasi maupun kegiatan lain yang bersifat mempercayakan uangnya pada sistem atau pihak lain. ”OJK juga membuka pintu yang selebar- lebarnya bagi masyarakat yang ingin bertanya mengenai segala produk investasi yang mencurigakan,” tuturya.
Kusumaningtuti memaparkan, ciri-ciri investasi ilegal yakni kegiatan tidak ada izin usaha dari instansi yang berwenang, imbal hasil di luar batas kewajaran, tidak adanya penjelasan tentang underlying usaha kegiatan investasi, tidak adanya penjelasan tentang cara pengelolaan investasinya. ”Selain itu, tidak jelasnya struktur kepengurusan, struktur kepemilikan, struktur kegiatan usaha, dan alamat domisili usaha,” ungkap Tituk, sapaan akrabnya.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Rusli Nasution menilai, imbal hasil yang ditawarkan oleh MMM sebesar 30% tidak rasional. ”Ini yang menyebabkan masyarakat tidak berpikir secara logis. Justru yang mendatangkan hasil yang sangat besar tanpa harus bekerja lebih banyak membuat masyarakat ketagihan dan malas,” tegasnya.
Dia mengatakan, OJK gencar menginvestigasi sebagai langkah antisipasi investasi ilegal yang meresahkan masyarakat luas.
Arsy ani s
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, penilaian OJK tersebut berdasar pertimbangan bahwa MMM tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang, tidak ada kejelasan terkait badan hukum serta domisili hukum, dan tidak memiliki struktur organisasi yang jelas.
”Kita mendapatkan pertanyaan terkait maraknya tawaran investasi yang dilakukan MMM,” ujarnya saat konferensi pers di Jakarta kemarin. Dari data yang berhasil dihimpun OJK, terdapat 235 pertanyaan informasi terkait investasi MMM. Adapun rinciannya yakni, dari daerah Jawa Timur sebanyak 25 konsumen, DKI terdapat 16, Jawa Barat 13, Bali 10. ”Ada pula dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Riau, Maluku, NTB, Papua, serta dari Hong Kong.
Konsumen hanya menanyakan informasi MMM, tapi hingga saat ini belum ada keluhan yang masuk ke OJK,” ujarnya. Dia menjelaskan, kegiatan investasi yang dilakukan MMM menyerupai money game dan ponzi scheme yang sangat berisiko menyebabkan terjadinya kegagalan untuk mengembalikan dana masyarakat.
OJK pun langsung bertindak preventif demi menanggulangi maraknya investasi bodong. OJK senantiasa melakukan edukasi dan sosialisasi terkait investasi yang legal dan melakukan koordinasi dengan komisi penyiaran Indonesia (KPI).
”Kami telah mengirimkan surat kepada Kementerian Informasi dan Komunikasi (kominfo) dan KPI untuk menindak lanjuti investasi MMM tersebut. Pasalnya, mereka sudah sangat gencar memasarkan investasinya ke media elektronik maupun cetak,” jelasnya. Selain itu, OJK mengimbau kepada masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan apa pun dalam bentuk investasi agar selalu memperhatikan rasionalitas, risiko, biaya, dan manfaat.
Masyarakat dapat menyampaikan pertanyaan dan meminta informasi kepada OJK melalui layanan konsumen. Untuk itu, OJK mendorong masyarakat tetap bersikap kritis dan bijaksana dalam menggunakan uangnya, baik untuk kegiatan investasi maupun kegiatan lain yang bersifat mempercayakan uangnya pada sistem atau pihak lain. ”OJK juga membuka pintu yang selebar- lebarnya bagi masyarakat yang ingin bertanya mengenai segala produk investasi yang mencurigakan,” tuturya.
Kusumaningtuti memaparkan, ciri-ciri investasi ilegal yakni kegiatan tidak ada izin usaha dari instansi yang berwenang, imbal hasil di luar batas kewajaran, tidak adanya penjelasan tentang underlying usaha kegiatan investasi, tidak adanya penjelasan tentang cara pengelolaan investasinya. ”Selain itu, tidak jelasnya struktur kepengurusan, struktur kepemilikan, struktur kegiatan usaha, dan alamat domisili usaha,” ungkap Tituk, sapaan akrabnya.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Rusli Nasution menilai, imbal hasil yang ditawarkan oleh MMM sebesar 30% tidak rasional. ”Ini yang menyebabkan masyarakat tidak berpikir secara logis. Justru yang mendatangkan hasil yang sangat besar tanpa harus bekerja lebih banyak membuat masyarakat ketagihan dan malas,” tegasnya.
Dia mengatakan, OJK gencar menginvestigasi sebagai langkah antisipasi investasi ilegal yang meresahkan masyarakat luas.
Arsy ani s
(ars)