Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan
A
A
A
JAKARTA - Beberapa pengamat ekonomi mengungkapkan alasan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 7,5% pada bulan ini.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, BI tetap menahan suku bunga karena inflasi yang terjadi pada Maret. Hal ini juga dilakukan untuk mencegah dana asing keluar, serta mengantisipasi dinamika ekonomi internasional yang bergejolak.
"Mungkin ini win win solution antara stabilitasasi untuk mencegah dana asing tidak keluar. Kalau ekspektasi dari pelaku usaha dan dunia perbankan harus di-support dengan suku bunga menarik," ujarnya, Selasa (14/4/2015).
Dia menuturkan, jika pilihannya menaikkan BI rate maka suku bunga perbankan juga akan naik, sehingga potensi untuk ekspansi perbankan menjadi tidak optimal.
Eko juga menyebutkan, jika BI menurunkan suku bunga acuan maka risiko nilai tukar rupiah dapat kembali goncang. "Saya rasa pilihan cukup rasional untuk dipertahankan, karena kalau pilihannya diturunkan maka risiko nilai tukar tergoncang lagi," jelasnya.
Menurut Eko, untuk bertahan di level 7,5% akan lebih menenangkan pasar serta dapat mengakomodasi gejolak eksternal, tapi tidak melupakan gejolak potensi ekonomi yang meningkat di kuartal II.
Sementara ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, suku bunga acuan yang tetap ditahan oleh BI karena ada pengaruh deflasi selama dua bulan terakhir. Di samping itu, tekanan dari eskternal juga masih mendominasi kinerja perekonomian Indonesia.
"Karena ada tren kenaikan inflasi di Maret kemarin, sehingga BI masih menahan BI rate. Ini dilakukan, agar sepanjang tahun ini inflasi bisa terjangkau sesuai dengan target BI sendiri," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, BI mengantisipasi tekanan eksternal agar volatilitas rupiah bisa terjaga dengan cara mempertahankan suku bunga acuan. "Rupiah masih akan fluktuatif, fokus BI tetap menjaga nilai tukar untuk menjaga inflasi. Makanya BI mempertahankan BI rate,"tegasnya.
Menurut Josua, BI akan mempertahankan suku bunga atau memangkas suku bunga acuan bila momentum inflasi mereda dan pertumbuhan ekonomi di bawah 5%.
"BI lagi nunggu momentum kalau inflasi sudah reda dan ekonomi sudah di bawah 5%, maka ada kemungkinan BI Rate dipangkas. Makanya nunggu data pertumbuhan ekonomi di kuartal I, dan data inflasi masih nunggu momentum sampai BI nyaman tekanan inflasinya mereda lagi," tandasnya.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, BI tetap menahan suku bunga karena inflasi yang terjadi pada Maret. Hal ini juga dilakukan untuk mencegah dana asing keluar, serta mengantisipasi dinamika ekonomi internasional yang bergejolak.
"Mungkin ini win win solution antara stabilitasasi untuk mencegah dana asing tidak keluar. Kalau ekspektasi dari pelaku usaha dan dunia perbankan harus di-support dengan suku bunga menarik," ujarnya, Selasa (14/4/2015).
Dia menuturkan, jika pilihannya menaikkan BI rate maka suku bunga perbankan juga akan naik, sehingga potensi untuk ekspansi perbankan menjadi tidak optimal.
Eko juga menyebutkan, jika BI menurunkan suku bunga acuan maka risiko nilai tukar rupiah dapat kembali goncang. "Saya rasa pilihan cukup rasional untuk dipertahankan, karena kalau pilihannya diturunkan maka risiko nilai tukar tergoncang lagi," jelasnya.
Menurut Eko, untuk bertahan di level 7,5% akan lebih menenangkan pasar serta dapat mengakomodasi gejolak eksternal, tapi tidak melupakan gejolak potensi ekonomi yang meningkat di kuartal II.
Sementara ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, suku bunga acuan yang tetap ditahan oleh BI karena ada pengaruh deflasi selama dua bulan terakhir. Di samping itu, tekanan dari eskternal juga masih mendominasi kinerja perekonomian Indonesia.
"Karena ada tren kenaikan inflasi di Maret kemarin, sehingga BI masih menahan BI rate. Ini dilakukan, agar sepanjang tahun ini inflasi bisa terjangkau sesuai dengan target BI sendiri," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, BI mengantisipasi tekanan eksternal agar volatilitas rupiah bisa terjaga dengan cara mempertahankan suku bunga acuan. "Rupiah masih akan fluktuatif, fokus BI tetap menjaga nilai tukar untuk menjaga inflasi. Makanya BI mempertahankan BI rate,"tegasnya.
Menurut Josua, BI akan mempertahankan suku bunga atau memangkas suku bunga acuan bila momentum inflasi mereda dan pertumbuhan ekonomi di bawah 5%.
"BI lagi nunggu momentum kalau inflasi sudah reda dan ekonomi sudah di bawah 5%, maka ada kemungkinan BI Rate dipangkas. Makanya nunggu data pertumbuhan ekonomi di kuartal I, dan data inflasi masih nunggu momentum sampai BI nyaman tekanan inflasinya mereda lagi," tandasnya.
(dmd)