Menperin Perjuangkan Galangan Kapal Bebas PPN
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin memperjuangkan agar industri galangan kapal mendapat fasilitas insentif berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurut Saleh, pihaknya kini tengah mendesak realisasi fasilitas keringanan fiskal. Dia menginginkan agar PPN di sektor galangan kapal ke depan tidak lagi diterapkan. ”Ini sedang kami perjuangkan agar secepatnya berlaku, karena rekan-rekan industri galangan sangat membutuhkan,” ujar dia saat kunjungan ke lokasi galangan kapal PT Dumas Tanjung Perak Shipyard di Surabaya, Jawa Timur, akhir pekan lalu.
Selain itu, Saleh mengatakan bahwa kebijakan strategis Kementerian Perindustrian ke depan adalah penguatan dari sisi suplai untuk industri galangan kapal di antaranya melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif agar kemampuan industri nasional semakin meningkat. Saleh mengungkapkan, kebijakan soal PPN diharapkan mampu mengurangi biaya produksi kapal dalam negeri yang pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing industri perkapalan.
Terkait produksi komponen, Salehmengatakan bahwa pihaknya terus mempromosikan peluang investasi industri komponen kapal di dalam negeri. ”Selain memperkuat industri perkapalan, juga agar bisa menekan biaya produksi,” ungkapnya. Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyard Yance Gunawan mengatakan saat ini industri perkapalan dihadapkan pada kondisi dilematis.
Di satu sisi ada peluang besar untuk mengembangkannya, seperti target pemerintah memperkuat sektor maritim. Namun di sisi lain, banyak komponen yang masih harus diimpor. Menurutnya, salah satu beban industri galangan kapal saat ini adalah bea masuk untuk mesin dan komponen yang mencapai 5-15%.
”Ini yang membuat kami susah bersaing,” ujar Yance . Insentif bagi bagi galangan kapal sebelumnya pernah dijanjikan oleh pemerintah pada Desember tahun lalu. Saat itu, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman menyatakan akan menghapus PPN untuk industri galangan kapal serta menanggung bea masuk sejumlah komponen impor bagi industri tersebut. Namun revisi sejumlah aturan perpajakan tersebut belum terwujud hingga kini.
Yance melanjutkan, masalah pasokan bahan baku dan komponen yang masih diimpor ini tidakbisadihindari karenabelum ada produsen Tanah Air yang memasok untuk kebutuhan industri galangan kapal. ”Dari dalam negeri, ya hanya pelat (baja) dan cat,” ujar dia prihatin. Kendati demikian, di tengah himpitan kendala usaha, Dumas terus berkembang dari jasa reparasi hingga membangun kapal. Para pesanan berasal dari kalangan swasta hingga perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
”Saat ini tengah dibangun galangan kami di Sreseh, Madura seluas 10 hektare,” tutur Yance. Selain itu, Dumas juga berpengalaman bekerja sama dengan perusahaan asing seperti Damen Shipyard asal Belanda. Total, jumlah kapal yang telah dibangun Dumas mencapai 132 unit.
Oktiani endarwati
Menurut Saleh, pihaknya kini tengah mendesak realisasi fasilitas keringanan fiskal. Dia menginginkan agar PPN di sektor galangan kapal ke depan tidak lagi diterapkan. ”Ini sedang kami perjuangkan agar secepatnya berlaku, karena rekan-rekan industri galangan sangat membutuhkan,” ujar dia saat kunjungan ke lokasi galangan kapal PT Dumas Tanjung Perak Shipyard di Surabaya, Jawa Timur, akhir pekan lalu.
Selain itu, Saleh mengatakan bahwa kebijakan strategis Kementerian Perindustrian ke depan adalah penguatan dari sisi suplai untuk industri galangan kapal di antaranya melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif agar kemampuan industri nasional semakin meningkat. Saleh mengungkapkan, kebijakan soal PPN diharapkan mampu mengurangi biaya produksi kapal dalam negeri yang pada akhirnya mampu meningkatkan daya saing industri perkapalan.
Terkait produksi komponen, Salehmengatakan bahwa pihaknya terus mempromosikan peluang investasi industri komponen kapal di dalam negeri. ”Selain memperkuat industri perkapalan, juga agar bisa menekan biaya produksi,” ungkapnya. Direktur Utama PT Dumas Tanjung Perak Shipyard Yance Gunawan mengatakan saat ini industri perkapalan dihadapkan pada kondisi dilematis.
Di satu sisi ada peluang besar untuk mengembangkannya, seperti target pemerintah memperkuat sektor maritim. Namun di sisi lain, banyak komponen yang masih harus diimpor. Menurutnya, salah satu beban industri galangan kapal saat ini adalah bea masuk untuk mesin dan komponen yang mencapai 5-15%.
”Ini yang membuat kami susah bersaing,” ujar Yance . Insentif bagi bagi galangan kapal sebelumnya pernah dijanjikan oleh pemerintah pada Desember tahun lalu. Saat itu, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman menyatakan akan menghapus PPN untuk industri galangan kapal serta menanggung bea masuk sejumlah komponen impor bagi industri tersebut. Namun revisi sejumlah aturan perpajakan tersebut belum terwujud hingga kini.
Yance melanjutkan, masalah pasokan bahan baku dan komponen yang masih diimpor ini tidakbisadihindari karenabelum ada produsen Tanah Air yang memasok untuk kebutuhan industri galangan kapal. ”Dari dalam negeri, ya hanya pelat (baja) dan cat,” ujar dia prihatin. Kendati demikian, di tengah himpitan kendala usaha, Dumas terus berkembang dari jasa reparasi hingga membangun kapal. Para pesanan berasal dari kalangan swasta hingga perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).
”Saat ini tengah dibangun galangan kami di Sreseh, Madura seluas 10 hektare,” tutur Yance. Selain itu, Dumas juga berpengalaman bekerja sama dengan perusahaan asing seperti Damen Shipyard asal Belanda. Total, jumlah kapal yang telah dibangun Dumas mencapai 132 unit.
Oktiani endarwati
(ars)