Roadmad Pariwisata Belum Jelas
A
A
A
JAKARTA - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyatakan, belum ada suatu peta jalan (roadmap) yang jelas terkait strategi pengembangan sektor pariwisata dalam lima tahun ke depan.
Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 20 juta orang. ”Jika pemerintah tidak melakukan perubahan secara fundamental di sektor pariwisata dan secara aktif melakukan terobosan- terobosan baru, diperkirakan kunjungan wisman pada 2019 hanya akan mencapai 14 juta orang,” ujar Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, percepatan pertumbuhan sektor pariwisata dapat mengatasi defisit neraca jasa yang menjadi salah pemicu defisit neraca transaksi berjalan Indonesia selama ini. Tetapi, untuk dapat meredam defisit pada neraca jasa, pertumbuhan sektor pariwisata harus didorong lebih cepat, tidak sekadar mengikuti tren pertumbuhan linier seperti yang terjadi selama ini.
Hendri menilai, kebijakan bebas visa bagi 30 negara untuk kunjungan singkat/wisata ke Indonesia sebenarnya merupakan langkah penting untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah. Selain itu, aturan tersebut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata yang selama ini masih tertinggal dari negara tetangga di ASEAN.
”Kebijakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak jumlah wisatawan dari negaranegara tersebut untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat mendongkrak penerimaan devisa negara,” ujarnya.
Dia melanjutkan, untuk dapat merespons dinamika dalam bisnis pariwisata secara cepat, efektif dan efisien, pengelolaan pariwisata di Indonesia perlu menggunakan pendekatan bisnis.
Menurut dia, pendekatan secara bisnis perlu diterapkan dengan mendirikan badan pengembangan pariwisata independen yang dikelola secara profesional dan menempatkan pemerintah serta seluruh stakeholder di sektor ini. ”Pendekatan ini akan mendorong program yang lebih inovatif dan lebih responsif terhadap dalam menangkap peluang bisnis pariwisata yang sangat dinamis,” kata dia.
Sementara, Direktur Riset CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, kebijakan bebas visa merupakan langkah terobosan yang bagus. Namun untuk mendongkrak kinerja sektor pariwisata dan melakukan percepatan pertumbuhan sektor ini secara signifikan, tidak bisa hanya dengan mengandalkan satu kebijakan.
Menurut dia, kebijakan bebas visa juga harus diikuti dengan langkah-langkah lain yang bersifat pro-aktif dan inovatif, melakukan promosi wisata secara gencar. Di samping itu, harus juga diikuti dengan memacu pembangunan infrastruktur khususnya yang berdampak terhadap peningkatan daya saing wisata.
”Indonesia perlu lebih sigap dalam menjaring wisatawan dari pasar-pasar wisatawan di berbagai penjuru,” paparnya.
Kunthi fahmar sandy
Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, pemerintah menargetkan jumlah kunjungan wisatawan asing mencapai 20 juta orang. ”Jika pemerintah tidak melakukan perubahan secara fundamental di sektor pariwisata dan secara aktif melakukan terobosan- terobosan baru, diperkirakan kunjungan wisman pada 2019 hanya akan mencapai 14 juta orang,” ujar Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, percepatan pertumbuhan sektor pariwisata dapat mengatasi defisit neraca jasa yang menjadi salah pemicu defisit neraca transaksi berjalan Indonesia selama ini. Tetapi, untuk dapat meredam defisit pada neraca jasa, pertumbuhan sektor pariwisata harus didorong lebih cepat, tidak sekadar mengikuti tren pertumbuhan linier seperti yang terjadi selama ini.
Hendri menilai, kebijakan bebas visa bagi 30 negara untuk kunjungan singkat/wisata ke Indonesia sebenarnya merupakan langkah penting untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah. Selain itu, aturan tersebut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata yang selama ini masih tertinggal dari negara tetangga di ASEAN.
”Kebijakan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak jumlah wisatawan dari negaranegara tersebut untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga dapat mendongkrak penerimaan devisa negara,” ujarnya.
Dia melanjutkan, untuk dapat merespons dinamika dalam bisnis pariwisata secara cepat, efektif dan efisien, pengelolaan pariwisata di Indonesia perlu menggunakan pendekatan bisnis.
Menurut dia, pendekatan secara bisnis perlu diterapkan dengan mendirikan badan pengembangan pariwisata independen yang dikelola secara profesional dan menempatkan pemerintah serta seluruh stakeholder di sektor ini. ”Pendekatan ini akan mendorong program yang lebih inovatif dan lebih responsif terhadap dalam menangkap peluang bisnis pariwisata yang sangat dinamis,” kata dia.
Sementara, Direktur Riset CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, kebijakan bebas visa merupakan langkah terobosan yang bagus. Namun untuk mendongkrak kinerja sektor pariwisata dan melakukan percepatan pertumbuhan sektor ini secara signifikan, tidak bisa hanya dengan mengandalkan satu kebijakan.
Menurut dia, kebijakan bebas visa juga harus diikuti dengan langkah-langkah lain yang bersifat pro-aktif dan inovatif, melakukan promosi wisata secara gencar. Di samping itu, harus juga diikuti dengan memacu pembangunan infrastruktur khususnya yang berdampak terhadap peningkatan daya saing wisata.
”Indonesia perlu lebih sigap dalam menjaring wisatawan dari pasar-pasar wisatawan di berbagai penjuru,” paparnya.
Kunthi fahmar sandy
(ftr)