Rencana Tukar Guling Mitratel-TBIG Untungkan Telkom
A
A
A
JAKARTA - Rencana tukar guling saham (share swap ) antara anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yaitu Mitratel dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) akan menguntungkan perseroan dalam jangka waktu panjang.
Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan, rencana tukar guling saham antara Telkom dan Tower Bersama Infrastructure tidak akan merugikan apalagi dilihat secara jangka panjang.
”Aksi share swap tidak bisa dilihat dalam jangka pendek dan di satu sisi. Bicaranya harus jangka panjang karena bisnis menara itu kontraknya jangka panjang semua, minimal lima hingga 10 tahun. Istilahnya, berkelanjutan. Harus jeli melihat ke sana,” kata William di Jakarta kemarin.
Menurut William, terdapat pengalaman yang bisa menjadi rujukan dalam melihat transaksi akuisisi menara yaitu ketika Tower Bersama membeli 2.500 menara milik PT Indosat Tbk (ISAT) pada 2012. Saat itu Indosat tidak dibayar secara tunai, tetapi melalui kepemilikan saham sebesar 5% di TBIG.
”Hanya dipegang dua tahun, dijual saham 5% itu naiknya berlipat-lipat. Nah , kalau ternyata transaksi Telkom-TBIG menghasilkan yang sama, tidak merugikan dong . Apalagi, kedua perusahaan ini terus berkembang,” paparnya.
Dalam catatan, Indosat menetapkan harga penjualan 5% saham milik Tower Bersama pada 2014 dengan harga Rp5.800 per saham. Dana yang diraup sekitar Rp1,39 triliun sebelum komisi dan biaya-biaya. Harga penjualan tersebut lebih tinggi 110% dari awal Indosat memiliki saham penyedia menara itupada 2012 di angka Rp2.757 per saham.
Dia menambahkan, pasar masih optimistis transaksi antara Telkom dan Tower Bersama bisa terjadi walau batas perjanjian conditional purchase agreement (CSPA) pada Juni mendatang.
”Belajar dari aksi akuisisi menara Indosat pada 2012, itu kan juga mepet. Sekarang tergantung kedua belah pihak menuntaskan kewajiban masing-masing agar transaksi terealisasi. Pasalnya, investor melihat kedua perusahaan itu oke kinerjanya, kalau bergabung tentu bagus,” pungkasnya.
Sementara, analis dari CLSA Abdullah Hashim dalam kajiannya awal Maret lalu menyarankan Telkom tidak melepas transaksi tersebut mengingat kinerja dari Tower Bersama secara operasional menjanjikan. Operator telekomunikasi pelat merah itu diyakini bisa ikut menikmati pertumbuhan bisnis menara.
”Jika transaksi itu terjadi tenancyratio dari Tower Bersama bisa dobel dalam empat tahun, tetapi jika tidak terjadi industri masih butuh menara untuk menempatkan BTS sehingga dalam enam tahun tenancy ratio TBIG bisa double digit,” jelas Hashim dalam risetnya.
Dia memperkirakan, transaksi ini akan disetujui oleh pemegang saham Telkom karena menguntungkan, mengingat valuasi menara dari Mitratel di harga premium dan bisa menikmati gain saham dari Tower Bersama yang akan terus tumbuh. ”Telkom akan kesulitan menaikkan tenancy ratio dari Mitratel jika sendirian, sementara Tower Bersama dapat menaikkan EBITDA-nya 35% jika transaksi ini closed ,” tutupnya.
Sebelumnya Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga mengakui, transaksi tukar guling saham antara Mitratel dan Tower Bersama ini telah sesuai koridor hukum dan transparan. ”Terlalu banyak isu soal transaksi ini, padahal semua berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kami selalu transparan dengan transaksi ini,” ungkapnya.
Heru febrianto
Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan, rencana tukar guling saham antara Telkom dan Tower Bersama Infrastructure tidak akan merugikan apalagi dilihat secara jangka panjang.
”Aksi share swap tidak bisa dilihat dalam jangka pendek dan di satu sisi. Bicaranya harus jangka panjang karena bisnis menara itu kontraknya jangka panjang semua, minimal lima hingga 10 tahun. Istilahnya, berkelanjutan. Harus jeli melihat ke sana,” kata William di Jakarta kemarin.
Menurut William, terdapat pengalaman yang bisa menjadi rujukan dalam melihat transaksi akuisisi menara yaitu ketika Tower Bersama membeli 2.500 menara milik PT Indosat Tbk (ISAT) pada 2012. Saat itu Indosat tidak dibayar secara tunai, tetapi melalui kepemilikan saham sebesar 5% di TBIG.
”Hanya dipegang dua tahun, dijual saham 5% itu naiknya berlipat-lipat. Nah , kalau ternyata transaksi Telkom-TBIG menghasilkan yang sama, tidak merugikan dong . Apalagi, kedua perusahaan ini terus berkembang,” paparnya.
Dalam catatan, Indosat menetapkan harga penjualan 5% saham milik Tower Bersama pada 2014 dengan harga Rp5.800 per saham. Dana yang diraup sekitar Rp1,39 triliun sebelum komisi dan biaya-biaya. Harga penjualan tersebut lebih tinggi 110% dari awal Indosat memiliki saham penyedia menara itupada 2012 di angka Rp2.757 per saham.
Dia menambahkan, pasar masih optimistis transaksi antara Telkom dan Tower Bersama bisa terjadi walau batas perjanjian conditional purchase agreement (CSPA) pada Juni mendatang.
”Belajar dari aksi akuisisi menara Indosat pada 2012, itu kan juga mepet. Sekarang tergantung kedua belah pihak menuntaskan kewajiban masing-masing agar transaksi terealisasi. Pasalnya, investor melihat kedua perusahaan itu oke kinerjanya, kalau bergabung tentu bagus,” pungkasnya.
Sementara, analis dari CLSA Abdullah Hashim dalam kajiannya awal Maret lalu menyarankan Telkom tidak melepas transaksi tersebut mengingat kinerja dari Tower Bersama secara operasional menjanjikan. Operator telekomunikasi pelat merah itu diyakini bisa ikut menikmati pertumbuhan bisnis menara.
”Jika transaksi itu terjadi tenancyratio dari Tower Bersama bisa dobel dalam empat tahun, tetapi jika tidak terjadi industri masih butuh menara untuk menempatkan BTS sehingga dalam enam tahun tenancy ratio TBIG bisa double digit,” jelas Hashim dalam risetnya.
Dia memperkirakan, transaksi ini akan disetujui oleh pemegang saham Telkom karena menguntungkan, mengingat valuasi menara dari Mitratel di harga premium dan bisa menikmati gain saham dari Tower Bersama yang akan terus tumbuh. ”Telkom akan kesulitan menaikkan tenancy ratio dari Mitratel jika sendirian, sementara Tower Bersama dapat menaikkan EBITDA-nya 35% jika transaksi ini closed ,” tutupnya.
Sebelumnya Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga mengakui, transaksi tukar guling saham antara Mitratel dan Tower Bersama ini telah sesuai koridor hukum dan transparan. ”Terlalu banyak isu soal transaksi ini, padahal semua berjalan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kami selalu transparan dengan transaksi ini,” ungkapnya.
Heru febrianto
(ftr)