Pemerintah Diminta Perhatikan Potensi Kelas Menengah
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan masyarakat kelas menengah di Indonesia yang pesat menjadi potensi besar produsen asing. Untuk itu, pemerintah diminta memperhatikan secara maksimal potensi tersebut agar dapat membantu perekonomian nasional.
"Jika tidak dapat dimaksimalkan maka hadirnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada penghujung tahun ini hanya akan menjadi pasar menggiurkan bagi produk-produk impor yang membanjiri negeri ini," ujar Founder IndoSterling Capital, William Henley di Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan perkembangan kelas menengah terbesar di dunia. Menurutnya, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami perkembangan pesat setelah krisis moneter 1997/1998. Bank Dunia mencatat, pertumbuhan kelas menengah dari 0% pada 1999 menjadi 6,5% pada 2011 menjadi 130 juta jiwa.
"Diperkirakan juga angka tersebut bakal meningkat menjadi 141 juta pada 2030,'' ujar William, yang juga aktif dalam bisnis teknologi digital.
Sebab itu, dia meminta kepada pemerintah, agar tidak peduli pada masalah ini karena pada akhir tahun Indonesia sudah memasuki era MEA.
Hadirnya MEA, menurut William, akan membuat aliran barang dan jasa bisa berjalan secara mudah. Bahkan, Indonesia sudah pasti akan menjadi incaran karena pasarnya yang besar dengan pertumbuhan ekonomi terus meningkat.
''Jika hanya menjadi jajahan pasar, sudah pasti pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia tidak akan berkesinambungan. Industri tidak tumbuh, tenaga kerja tidak terserap, hingga minimnya devisa ke kas negara,'' terangnya.
Di samping itu, pertumbuhan ekonomi kelas menengah ternyata juga mendorong tumbuhnya pengguna sosial media di negeri ini. Hingga kini, Indonesia tercatat sebagai pengguna aktif terbanyak untuk Twitter dan Facebook.
Dari total pengguna aktif Twitter secara global sebanyak 284 juta, Indonesia menyumbang angka 50 juta atau hampir 18%. Sementara pengguna aktif Facebook di Indonesia mencapai sekitar 60 juta dan ada di peringkat keempat setelah Amerika Serikat, India, dan Brasil.
''Pasar yang besar ini tentu sangat menarik. Namun, pasar yang besar juga menjadi sebuah pekerjaan rumah besar bagi pemerintah Indonesia. Jika tidak tertangani dengan baik, maka pasar besar Indonesia ini justru akan menggerogoti perekonomian Indonesia,'' pungkasnya.
"Jika tidak dapat dimaksimalkan maka hadirnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada penghujung tahun ini hanya akan menjadi pasar menggiurkan bagi produk-produk impor yang membanjiri negeri ini," ujar Founder IndoSterling Capital, William Henley di Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan perkembangan kelas menengah terbesar di dunia. Menurutnya, jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami perkembangan pesat setelah krisis moneter 1997/1998. Bank Dunia mencatat, pertumbuhan kelas menengah dari 0% pada 1999 menjadi 6,5% pada 2011 menjadi 130 juta jiwa.
"Diperkirakan juga angka tersebut bakal meningkat menjadi 141 juta pada 2030,'' ujar William, yang juga aktif dalam bisnis teknologi digital.
Sebab itu, dia meminta kepada pemerintah, agar tidak peduli pada masalah ini karena pada akhir tahun Indonesia sudah memasuki era MEA.
Hadirnya MEA, menurut William, akan membuat aliran barang dan jasa bisa berjalan secara mudah. Bahkan, Indonesia sudah pasti akan menjadi incaran karena pasarnya yang besar dengan pertumbuhan ekonomi terus meningkat.
''Jika hanya menjadi jajahan pasar, sudah pasti pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia tidak akan berkesinambungan. Industri tidak tumbuh, tenaga kerja tidak terserap, hingga minimnya devisa ke kas negara,'' terangnya.
Di samping itu, pertumbuhan ekonomi kelas menengah ternyata juga mendorong tumbuhnya pengguna sosial media di negeri ini. Hingga kini, Indonesia tercatat sebagai pengguna aktif terbanyak untuk Twitter dan Facebook.
Dari total pengguna aktif Twitter secara global sebanyak 284 juta, Indonesia menyumbang angka 50 juta atau hampir 18%. Sementara pengguna aktif Facebook di Indonesia mencapai sekitar 60 juta dan ada di peringkat keempat setelah Amerika Serikat, India, dan Brasil.
''Pasar yang besar ini tentu sangat menarik. Namun, pasar yang besar juga menjadi sebuah pekerjaan rumah besar bagi pemerintah Indonesia. Jika tidak tertangani dengan baik, maka pasar besar Indonesia ini justru akan menggerogoti perekonomian Indonesia,'' pungkasnya.
(dmd)