Pemerintah Didesak Atasi Ketimpangan Ekonomi
A
A
A
JAKARTA - Direktur Koalisi Anti Utang (KAU) Dani Setiawan menegaskan, pemerintah harus segera mengatasi ketimpangan ekonomi Indonesia. Hal ini juga berkaitan dengan kejahatan ekonomi pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merusak sistematik ekonomi Indonesia.
Dani mengatakan, selama ini pemerintah terkesan menutup mata. Ketika oknum jahat tersebut melakukan praktik kejahatan, dan sudah diketahui pemerintah, tidak ada upaya sama sekali untuk mengungkapnya.
"Harus ada kesadaran, bahwa praktik-praktik itu ada, harusnya ketika reformasi datang, praktik-praktik ketimpangan ekonomi harus dikoreksi," ujar Dani di Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Selain itu, Dani menambahkan, perusahaan-perusahaan yang besar karena pihak tertentu juga harus segera dikelola pemerintah. "Misalnya mereka pengusaha yang mendapat pertolongan cendana, itu harus dikelola negara. Karena itu nanti bisa menguntungkan negara dan hajat hidup orang banyak dan nilai ekonominya bisa kembali," katanya.
Sekarang, para pengusaha tersebut kebanyakan membuat sektor perbankan yang kemudian menyalahi kebijakan likuiditas BLBI. Hal ini terkonfirmasi pula dengan perilaku sejumlah bank penerima BLBI yang menyalahgunakan BLBI.
Dari total penerimaan BLBI pada 48 bank, yaitu senilai Rp144,53 triliun, telah ditemukan berbagai pelanggaran. Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan mencapai nilai Rp84,84 triliun atau 59,7% dari keseluruhan BLBI.
"Nah ini ironis, para perampok BLBI yang dianggap jatuh kekayaan karena telah dijamin ke negara, ternyata tetap kaya raya, bahkan masuk ke dalam daftar 30 orang terkaya di Indonesia versi Forbes dan bebas melenggang serta melarikan asetnya ke luar negeri untuk menghindari penagihan utangnya," pungkas Dani.
Dani mengatakan, selama ini pemerintah terkesan menutup mata. Ketika oknum jahat tersebut melakukan praktik kejahatan, dan sudah diketahui pemerintah, tidak ada upaya sama sekali untuk mengungkapnya.
"Harus ada kesadaran, bahwa praktik-praktik itu ada, harusnya ketika reformasi datang, praktik-praktik ketimpangan ekonomi harus dikoreksi," ujar Dani di Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Selain itu, Dani menambahkan, perusahaan-perusahaan yang besar karena pihak tertentu juga harus segera dikelola pemerintah. "Misalnya mereka pengusaha yang mendapat pertolongan cendana, itu harus dikelola negara. Karena itu nanti bisa menguntungkan negara dan hajat hidup orang banyak dan nilai ekonominya bisa kembali," katanya.
Sekarang, para pengusaha tersebut kebanyakan membuat sektor perbankan yang kemudian menyalahi kebijakan likuiditas BLBI. Hal ini terkonfirmasi pula dengan perilaku sejumlah bank penerima BLBI yang menyalahgunakan BLBI.
Dari total penerimaan BLBI pada 48 bank, yaitu senilai Rp144,53 triliun, telah ditemukan berbagai pelanggaran. Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan mencapai nilai Rp84,84 triliun atau 59,7% dari keseluruhan BLBI.
"Nah ini ironis, para perampok BLBI yang dianggap jatuh kekayaan karena telah dijamin ke negara, ternyata tetap kaya raya, bahkan masuk ke dalam daftar 30 orang terkaya di Indonesia versi Forbes dan bebas melenggang serta melarikan asetnya ke luar negeri untuk menghindari penagihan utangnya," pungkas Dani.
(izz)