Sofyan: Hukuman Mati Tak Berhubungan Ekonomi

Kamis, 30 April 2015 - 18:04 WIB
Sofyan: Hukuman Mati...
Sofyan: Hukuman Mati Tak Berhubungan Ekonomi
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil menegaskan, pada hukuman mati terpidana narkoba kemarin, tidak ada urusan dengan ekonomi.

Pasalnya, semua negara seharusnya menghargai keputusan hukum yang ada di Indonesia. Sehingga, penegak hukum Indonesia punya kewenangan mutlak untuk menjalankan kewajibannya dalam menjalankan tugas hukumnya.

"Sebenarnya, ini kan tidak ada urusan ya masalah ekonomi dengan hukuman mati. Yang kita lakukan adalah penegakan hukum di dalam negeri. Itu dilakukan berbagai negara, Amerika melakukan, kemudian Saudi Arabia, apalagi China, Malaysia, Singapura. Semua negara mempunyai hak untuk menetapkan kebijakan tentang bagaimana hukuman maksimum," terangnya di Jakarta, Kamis (30/4/2015).

Sofyan mengatakan, sebenarnya sudah ada negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk terpidana narkoba. Namun, Indonesia tidak mau ikut-ikutan menghapus aturan hukuman tersebut. Karena, narkoba sudah dianggap kasus darurat.

"Ada negara sudah menghapuskan bagaimana hukuman mati di negara mereka, tapi kita tidak menghapuskan. Apalagi narkoba sudah dianggap begitu darurat. Kalau ada orang protes, ya kita protes juga dong. Kita pun kalau warga negara kita dihukum di luar, kita harus memprotes karena dalam rangka melindungi warga negara kita," ujar dia.

Jadi, aksi protes yang meminta pembebasan hukuman mati seperti yang dilakukan ‎Australia, Brazil dan lain-lain, sangat wajar. "Kalau kita dalam posisi mereka kita akan protes juga kok. Seperti kemarin waktu dihukum warga negara kita di Arab Saudi, kita memang protes, tapi pada akhirnya kita menghargai hukum di sana," jelas Sofyan.

Maka, jika ada penarikan duta besar dari negara tersebut, itu hanya bersifat sementara dan dia yakin tidak akan ganggu ekonomi Indonesia atau hubungan bilateral negara.

"Percayalah. Karena kalau gara-gara hukuman mati menganggu ekonomi, hubungan antar negara itu jadi kacau balau. Karena setiap negara itu punya kebijakan untuk menerapkan hukum yang dianggap tepat," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5686 seconds (0.1#10.140)