Industri Ingin Suku Bunga Lebih Rendah
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai urgennya keberadaan lembaga pembiayaan khusus industri. Kadin pun mendesak pemerintah segera membentuk lembaga yang dapat mendorong peningkatan daya saing industri nasional tersebut.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Sudirman Maman Rusdi mengharapkan, keberadaan lembaga pembiayaan pembangunan industri sesuai dengan amanat Undang-Undang No 3/2014 tentang Perindustrian. Lembaga tersebut fokus pada pembiayaan investasi di sektor industri.
”Lembaganya dapat dirancang sesuai kebutuhan pelaku usaha, seperti memfasilitasi pembiayaan yang kompetitif sehingga akan lebih murah dibandingkan dengan bunga bank komersial,” ujar Sudirman dalam Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri di Jakarta kemarin. Pembiayaan tersebut juga bisa dialokasikan untuk keperluan investasi maupun modal kerja atau skema pembiayaan tertentu untuk restrukturisasi industri.
Menurut Sudirman, sektor industri membutuhkan pembiayaan jangka panjang yang kompetitif untuk investasi dan suku bunga yang rendah. ”Selain itu, modal kerja dan mekanisme perizinan juga harus sederhana,” ujar dia. Dia melanjutkan, adanya lembaga pembiayaan industri bisa mendongkrak daya saing industri nasional, setidaknya bisa menyamai daya saing negara pesaing di Asia, seperti Korea Selatan, India, Taiwan, Thailand, yang sudah memiliki lembaga pembiayaan khusus industri.
Oleh karena itu, dukungan pemerintah seperti penyertaan modal dalam investasi di industri hulu sangat dibutuhkan untuk mendorong kemandirian industri nasional. Dengan demikian, ketergantungan impor bahan baku penolong dan barang modal bisa dikurangi. ”Kebutuhan dana investasi yang sangat besar di industri hulu menyebabkan sektor swasta tidak terlalu tertarik membangun industri hulu di dalam negeri.
Oleh karena itu, butuh dukungan serius dari pemerintah untuk memfasilitasi pembangunan industri hulu,” kata Sudirman. Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, lembaga pembiayaan khusus industri harus segera diimplementasikan. Dia pun menilai, suku bunga di Indonesia yang tinggi dibandingkan di negara-negara ASEAN masih membebani pengusaha.
Tingkat suku bunga ideal di Indonesia seharusnya tidak berbeda jauh dengan tingkat suku bunga di negara-negara ASEAN atau paling tidak di bawah 10%. ”Target pertumbuhan industri kita 6,3-6,8%. Tentu kita upayakan bisa 6,8%, tapi perlu dukungan dari sektor perbankan,” ungkapnya. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P Roeslani mengatakan, keberadaan lembaga pembiayaan khusus industri akan menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan.
Namun, hal itu diharapkan tidak terlalu memengaruhi bisnis jasa perbankan yang selama ini sudah berjalan. ”Untuk pembiayaan, diperkirakan bisa diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah, atau penyertaan modal pemerintah yang diharapkan dapat mendorong pembangunan industri hulu dan pengembangan industri antara,” jelasnya.
Selain itu, menurut Rosan, tantangan lain yang dihadapi pemerintah adalah mewujudkan komitmen dalam proses pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri. Misalnya, dalam bentuk injeksi dana secara berkesinambungan. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, lembaga pembiayaan pembangunan industri dapat membuka akses pembiayaan bagi industri kecil dan menengah serta meningkatkan daya saing industri nasional.
Secara tidak langsung, dapat mendorong tercapainya kemandirian ekonomi nasional, tidak saja terhadap ketergantungan pinjaman luar negeri, tetapi juga terhadap ketergantungan bahan baku dan barang modal industri. ”Kita tahu selama ini lembaga yang membiayai industri memang tidak ada.
Salah satu kendalanya adalah bunga yang cukup tinggi sehingga tidak kompetitif. Ini yang harus kita garap bersama agar ini bisa terbentuk dan sejalan dengan amanat undang-undang, satu lembaga yang membiayai khusus industri yang melakukan pembiayaan industri,” jelasnya.
Saleh melanjutkan, pembentukan lembaga tersebut diatur dalam UU tersendiri, yaitu UU Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri yang saat ini sedang disiapkan pemerintah untuk disahkan oleh DPR. ”Ini akan diakselerasi dengan UU perbankan. Jadi, harus secepatnya,” tegasnya.
Oktiani endarwati
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Sudirman Maman Rusdi mengharapkan, keberadaan lembaga pembiayaan pembangunan industri sesuai dengan amanat Undang-Undang No 3/2014 tentang Perindustrian. Lembaga tersebut fokus pada pembiayaan investasi di sektor industri.
”Lembaganya dapat dirancang sesuai kebutuhan pelaku usaha, seperti memfasilitasi pembiayaan yang kompetitif sehingga akan lebih murah dibandingkan dengan bunga bank komersial,” ujar Sudirman dalam Seminar Nasional Pembiayaan Investasi di Bidang Industri di Jakarta kemarin. Pembiayaan tersebut juga bisa dialokasikan untuk keperluan investasi maupun modal kerja atau skema pembiayaan tertentu untuk restrukturisasi industri.
Menurut Sudirman, sektor industri membutuhkan pembiayaan jangka panjang yang kompetitif untuk investasi dan suku bunga yang rendah. ”Selain itu, modal kerja dan mekanisme perizinan juga harus sederhana,” ujar dia. Dia melanjutkan, adanya lembaga pembiayaan industri bisa mendongkrak daya saing industri nasional, setidaknya bisa menyamai daya saing negara pesaing di Asia, seperti Korea Selatan, India, Taiwan, Thailand, yang sudah memiliki lembaga pembiayaan khusus industri.
Oleh karena itu, dukungan pemerintah seperti penyertaan modal dalam investasi di industri hulu sangat dibutuhkan untuk mendorong kemandirian industri nasional. Dengan demikian, ketergantungan impor bahan baku penolong dan barang modal bisa dikurangi. ”Kebutuhan dana investasi yang sangat besar di industri hulu menyebabkan sektor swasta tidak terlalu tertarik membangun industri hulu di dalam negeri.
Oleh karena itu, butuh dukungan serius dari pemerintah untuk memfasilitasi pembangunan industri hulu,” kata Sudirman. Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, lembaga pembiayaan khusus industri harus segera diimplementasikan. Dia pun menilai, suku bunga di Indonesia yang tinggi dibandingkan di negara-negara ASEAN masih membebani pengusaha.
Tingkat suku bunga ideal di Indonesia seharusnya tidak berbeda jauh dengan tingkat suku bunga di negara-negara ASEAN atau paling tidak di bawah 10%. ”Target pertumbuhan industri kita 6,3-6,8%. Tentu kita upayakan bisa 6,8%, tapi perlu dukungan dari sektor perbankan,” ungkapnya. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan dan Finansial Rosan P Roeslani mengatakan, keberadaan lembaga pembiayaan khusus industri akan menjadi tantangan tersendiri bagi perbankan.
Namun, hal itu diharapkan tidak terlalu memengaruhi bisnis jasa perbankan yang selama ini sudah berjalan. ”Untuk pembiayaan, diperkirakan bisa diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman, hibah, atau penyertaan modal pemerintah yang diharapkan dapat mendorong pembangunan industri hulu dan pengembangan industri antara,” jelasnya.
Selain itu, menurut Rosan, tantangan lain yang dihadapi pemerintah adalah mewujudkan komitmen dalam proses pembentukan lembaga pembiayaan pembangunan industri. Misalnya, dalam bentuk injeksi dana secara berkesinambungan. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, lembaga pembiayaan pembangunan industri dapat membuka akses pembiayaan bagi industri kecil dan menengah serta meningkatkan daya saing industri nasional.
Secara tidak langsung, dapat mendorong tercapainya kemandirian ekonomi nasional, tidak saja terhadap ketergantungan pinjaman luar negeri, tetapi juga terhadap ketergantungan bahan baku dan barang modal industri. ”Kita tahu selama ini lembaga yang membiayai industri memang tidak ada.
Salah satu kendalanya adalah bunga yang cukup tinggi sehingga tidak kompetitif. Ini yang harus kita garap bersama agar ini bisa terbentuk dan sejalan dengan amanat undang-undang, satu lembaga yang membiayai khusus industri yang melakukan pembiayaan industri,” jelasnya.
Saleh melanjutkan, pembentukan lembaga tersebut diatur dalam UU tersendiri, yaitu UU Lembaga Pembiayaan Pembangunan Industri yang saat ini sedang disiapkan pemerintah untuk disahkan oleh DPR. ”Ini akan diakselerasi dengan UU perbankan. Jadi, harus secepatnya,” tegasnya.
Oktiani endarwati
(bbg)