Tukar Saham Mitratel-TBIG Tunggu Izin
A
A
A
JAKARTA - Rencana alih tukar (share swap) anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) masih menunggu persetujuan dari Kementerian BUMN.
Karena itu, manajemen Telkom saat ini diminta menjelaskan keuntungan aksi korporasi tersebut kepada pemegang saham mayoritas yaitu Kementerian BUMN. Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI) Sanusi mengatakan, sebelumnya jajaran direksi Telkom yang lama telah menyetujui aksi korporasi tersebut. Kini, tinggal bagaimana sikap manajemen Telkom yang baru atas rencana aksi korporasi tersebut.
”Jika share swap tersebut menguntungkan, jelaskan kepada pemegang saham mayoritas, sehingga menteri BUMN juga dapat meyakinkan anggota DPR agar mendapat restu untuk melaksanakan aksi korporasi tersebut,” kata Sanusi di Jakarta kemarin. Transaksi tukar guling Telkom dengan TBIG telah bergulir sejak 2014.
Secara ringkas, transaksi tersebut terdiri dari empat bagian, pertama adalah TBIG membeli 100% saham TLKM di Mitratel dengan memberikan kepemilikan Telkom di TBIG sebesar 13,7%. Kedua, Telkom juga menerima tambahan pembayaran earn out maksimum sebesar Rp1,74 triliun, untuk beberapa pencapaian kinerja Mitratel setelah dikonsolidasi ke TBIG.
Ketiga, pengalihan utang Telkom sebesar Rp2,63 triliun kepada TBIG. Keempat, post closing adjustment yang senilai Rp534 miliar salah satunya diperuntukkan bagi tambahan aset atau modal kerja setelah tanggal penilaian. Keempat bagian itu ditukar dengan 100% kepemilikan saham Mitratel, sehingga Telkom tidak hanya menerima 13,7% kepemilikan di TBIG namun juga menerima nilai moneter mencapai Rp4,9 triliun.
Sedang, TLKM tetap menjadi pemegang saham di Mitratel melalui TBIG. Ketua Masyarakat Pengamat Investasi Indonesia (MPII) Chandra Budiman menilai, ketidakpastian transaksi tersebut menimbulkan kegusaran investor terhadap saham Telkom. Demi mengatasi hal tersebut, pemerintah diminta mampu melindungi saham emiten telekomunikasi pelat merah ini.
”Seharusnya pemerintah bisa melindungi saham Telkom dari kerugian yang disebabkan oleh kesimpangsiuran pernyataan dan mencampuradukkan keputusan bisnis dengan kepentingan politik. Selain itu, Telkom sebagai salah satu penggerak indeks juga akan menarik turun IHSG lebih dalam jika hal ini terjadi terus,” tandasnya.
Menurut Chandra, dalam jangka pendek transaksi ini menguntungkan Telkom karena memberikan kas masuk yang besar. Share swap juga memberikan kepastian keberhasilan bisnis yang lebih baik dibandingkan metode lain seperti penawaran umum saham perdana yang lebih tidak pasti. Sementara untuk jangka panjang, divestasi Telkom dari Mitratel akan membawa beberapa manfaat.
Bisnis operator menara juga merupakan bisnis yang membutuhkan modal besar. Untuk membangun satu menara, dibutuhkan dana USD100.000, di luar pemeliharaannya. ”Oleh karena itu, Telkom akan diringankan dalam dana untuk belanja modal, dan biaya operasional. Telkom ke depan bisa lebih fokus kepada pengembangan jasa operator telekomunikasi. Apalagi, persaingan ke depan akan sangat tinggi,” pungkasnya.
Heru febrianto
Karena itu, manajemen Telkom saat ini diminta menjelaskan keuntungan aksi korporasi tersebut kepada pemegang saham mayoritas yaitu Kementerian BUMN. Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI) Sanusi mengatakan, sebelumnya jajaran direksi Telkom yang lama telah menyetujui aksi korporasi tersebut. Kini, tinggal bagaimana sikap manajemen Telkom yang baru atas rencana aksi korporasi tersebut.
”Jika share swap tersebut menguntungkan, jelaskan kepada pemegang saham mayoritas, sehingga menteri BUMN juga dapat meyakinkan anggota DPR agar mendapat restu untuk melaksanakan aksi korporasi tersebut,” kata Sanusi di Jakarta kemarin. Transaksi tukar guling Telkom dengan TBIG telah bergulir sejak 2014.
Secara ringkas, transaksi tersebut terdiri dari empat bagian, pertama adalah TBIG membeli 100% saham TLKM di Mitratel dengan memberikan kepemilikan Telkom di TBIG sebesar 13,7%. Kedua, Telkom juga menerima tambahan pembayaran earn out maksimum sebesar Rp1,74 triliun, untuk beberapa pencapaian kinerja Mitratel setelah dikonsolidasi ke TBIG.
Ketiga, pengalihan utang Telkom sebesar Rp2,63 triliun kepada TBIG. Keempat, post closing adjustment yang senilai Rp534 miliar salah satunya diperuntukkan bagi tambahan aset atau modal kerja setelah tanggal penilaian. Keempat bagian itu ditukar dengan 100% kepemilikan saham Mitratel, sehingga Telkom tidak hanya menerima 13,7% kepemilikan di TBIG namun juga menerima nilai moneter mencapai Rp4,9 triliun.
Sedang, TLKM tetap menjadi pemegang saham di Mitratel melalui TBIG. Ketua Masyarakat Pengamat Investasi Indonesia (MPII) Chandra Budiman menilai, ketidakpastian transaksi tersebut menimbulkan kegusaran investor terhadap saham Telkom. Demi mengatasi hal tersebut, pemerintah diminta mampu melindungi saham emiten telekomunikasi pelat merah ini.
”Seharusnya pemerintah bisa melindungi saham Telkom dari kerugian yang disebabkan oleh kesimpangsiuran pernyataan dan mencampuradukkan keputusan bisnis dengan kepentingan politik. Selain itu, Telkom sebagai salah satu penggerak indeks juga akan menarik turun IHSG lebih dalam jika hal ini terjadi terus,” tandasnya.
Menurut Chandra, dalam jangka pendek transaksi ini menguntungkan Telkom karena memberikan kas masuk yang besar. Share swap juga memberikan kepastian keberhasilan bisnis yang lebih baik dibandingkan metode lain seperti penawaran umum saham perdana yang lebih tidak pasti. Sementara untuk jangka panjang, divestasi Telkom dari Mitratel akan membawa beberapa manfaat.
Bisnis operator menara juga merupakan bisnis yang membutuhkan modal besar. Untuk membangun satu menara, dibutuhkan dana USD100.000, di luar pemeliharaannya. ”Oleh karena itu, Telkom akan diringankan dalam dana untuk belanja modal, dan biaya operasional. Telkom ke depan bisa lebih fokus kepada pengembangan jasa operator telekomunikasi. Apalagi, persaingan ke depan akan sangat tinggi,” pungkasnya.
Heru febrianto
(bbg)