Percepat Proyek Kilang Pertamina Butuh Perpres

Senin, 11 Mei 2015 - 09:16 WIB
Percepat Proyek Kilang Pertamina Butuh Perpres
Percepat Proyek Kilang Pertamina Butuh Perpres
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait pembangunan kilang minyak baru untuk mempercepat pelaksanaan pembangunannya.

Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan, kilang baru mendesak untuk diwujudkan mengingat kebutuhan energi yang terus meningkat. Pertamina pun berkomitmen untuk mendorong pembangunan kilang baru guna memenuhi kebutuhan tersebut. Namun, upaya percepatan oleh Pertamina butuh payung hukum dari pemerintah.

”Perlu penerbitan perpres penugasan kepada Pertamina untuk mempercepat implementasi pengadaan barang dan jasa,” kata Rachmad di Jakarta kemarin. Menurut dia, tender untuk mempercepat pembangunan kilang, proses pengadaan barang dan jasa tidak bisa dilakukan secara terbuka. Butuh jalan pintas dengan memilih beberapa provider tertentu untuk penugasan dan percepatan sehingga prosesnya jauh lebih cepat.

”Tapi Pertamina tidak bisa melaksanakan itu kalau tidak ada payung hukumnya,” tambah Hardadi. Bagi Pertamina, pembangunan kilang baru secara normal butuh waktu sekitar delapan tahun. Namun, berdasarkan pengalaman, BUMN energi tersebut yakin dapat merealisasikan pembangunan kilang dalam kurun waktu lima tahun, yakni dengan skema khusus (extra ordinary).

Melalui skema tersebut tahapantahapan yang ada seperti perencanaan, pengadaan investor, land improvement, engineering, and procurement dan pelaksanaan konstruksi dapat diakselerasi dan bisa dilaksanakan selama lima tahun. ”Bila skema normal itu dimulai pada 2015, maka kilang baru itu dapat beroperasi pada 2022. Namun, bila memakai skema extra ordinary, Pertamina mampu menuntaskan pembangunan kilang baru pada 2019,” papar Hardadi.

Demi mengakselerasi pembangunan kilang Pertamina perlu melakukan penunjukan langsung untuk sejumlah hal. Lantaran sifatnya yang luar biasa, kata dia, maka dalam akselerasi kilang baru itu perlu dibentuk gugus tugas yang di bawah kendali langsung pemerintah. ”Tim ini perlu dikawal oleh KPK dan supervisi dari Kejaksanaan Agung. Skema ini bisa dilaksanakan kalau memang ada perlakukan khusus,” ungkap Hardadi.

Hardadi mengatakan, skema percepatan pembangunan kilang baru ini diperlukan supaya kapasitas kilang nasional segera dapat ditingkatkan. Bila kapasitas kilang nasional saat ini baru mampu memproduksi BBM 1 juta barel per hari (bph), maka dengan adanya kilang baru tersebut pada 2020 kapasitasnya diharapkan telah meningkat menjadi 1,3 juta bph. Pertamina pada 2015 telah mampu mengoperasionalkan RFCC (residual fluid catalytic cracking) dan Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC) pada 2018.

Namun dua proyek tersebut belum mampu meningkatkan kuantitas produksi kilang, melainkan hanya peningkatan kualitas produk. ”Untuk mengejar kapasitas kilang sehingga mampu memproduksi BBM 2,3 juta bph pada 2024 dibutuhkan tiga kilang baru. Hal ini baru akan tercapai bila ada akselerasi pembangunan,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, pemerintah menargetkan mampu mencapai swasembada energi pada 2025. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan membangun kilang-kilang baru maupun meningkatkan kapasitas kilang yang sudah ada.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja, pemerintah berencana membangun empat kilang baru berkapasitas masing-masing 300.000 atau total 1,2 juta bph dalam 10 tahun ke depan untuk mencapai target swasembada BBM pada 2025. Selain membangun kilang baru, program swasembada BBM juga dilaksanakan dengan merevitalisasi empat kilang Pertamina, yakni Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai dengan target penambahan produksi BBM sekitar 800.000 bph.

Melalui pembangunan dan revitalisasi delapan kilang tersebut diperkirakan ada tambahan produksi BBM sekitar 2 juta bph.

Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3650 seconds (0.1#10.140)