Atasi Diskriminasi Sawit, Wamendag Intensifkan Diplomasi dan Kampanye

Senin, 27 Juli 2020 - 18:57 WIB
Wamendag Jerry Sambuaga mengajak pelaku usaha bersinergi untuk lebih menggalakkan diplomasi dan kampanye sawit di luar negeri. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus mendorong kampanye positif mengenai minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya yang masih dianggap negatif di pasar internasional. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, pemerintah tidak tinggal diam dengan diskriminasi dan kampanye negatif sawit yang selama ini merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia.

"Sawit adalah salah satu penopang ekspor Indonesia. Oleh karena itu, bagaimana pun harus diperjuangkan. Kita ingin sawit memberikan dampak positif yang luas bagi kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan hanya pengusaha tetapi juga petani sawit, buruh di industri sawit dan seluruh masyarakat pada umumnya," katanya melalui keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

(Baca Juga: Diserang Corona, Wamendag: Perjanjian Dagang Tetap Jalan Terus)



Jerry menggandeng pelaku usaha bersinergi untuk lebih menggalakkan diplomasi dan kampanye sawit di luar negeri. Dari sisi diplomasi, kata Jerry, perjanjian perdagangan yang didorong pemerintah bisa meningkatkan daya saing produk sawit. Dengan perjanjian seperti FTA dan CEPA, tarif masuk produk Indonesia bisa ditekan hingga 0% sehingga bisa menekan harga.

"Perjanjian perdagangan itu kunci, karena dari situ kita mendapatkan preferensi tarif hingga 0%. Itu sangat menguntungkan sekali karena menghasilkan harga yang kompetitif," ucapnya.

Namun, menurut Jerry, perjanjian perdagangan saja tak cukup. Dia menyadari ada isu sensitif soal sawit yang dapat mengganggu proses perundingan perdagangan. CPO sering dituding sebagai tanaman yang tidak ramah lingkungan di samping tuduhan-tuduhan lainnya.

Jerry percaya semua negara sudah tahu bahwa sawit relatif lebih ramah lingkungan dan efisien dibandingkan produk kompetitor. Apalagi, ndonesia juga makin aktif menegakkan aturan-aturan sosial dan ekologis dalam perkebunan dan industri kelapa sawit. Semua negara harus melihat permasalahan ini dengan lebih obyektif.

(Baca Juga: Dongkrak Ekspor Minyak Sawit, Jadikan Perdagangan Panglima)

"Kita menyadari bahwa ini bukan semata-mata berkaitan dengan isu negatif itu sendiri, tetapi berkaitan dengan kepentingan yang ada di baliknya. Minyak-minyak nabati lain belum ada yang seefisien kelapa sawit dan karenanya pasti akan ada yang akan kalah jika bersaing secara bebas. Itulah sebabnya banyak instrumen dipakai untuk membuat kelapa sawit terhambat di perdagangan internasional," tuturnya.

Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak bersinergi untuk memberikan wacana-wacana positif tentang sawit. Dia yakin pemerintah saja tidak akan bisa menangani isu tersebut sendirian.

Pengusaha dan organisasi nonpemerintah, kata dia, sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jerry ingin peran mereka diwadahi gerakan bersama yang sinergis dan koordinatif.

Pemerintah, kata Jerry, terus berjuang di forum internasional untuk melawan diskriminasi sawit. Gugatan Indonesia kepada Uni Eropa di WTO masih berlanjut. Saat ini, ekspor biodesel ke Benua Biru dikenakan bea masuk dengan tarif 8-18 persen. "Indonesia menuntut prinsip kesetaraan dan keadilan dalam perdagangan dunia," pungkasnya.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More