10 Negara dengan Utang Paling Sedikit di Dunia, Nomor 9 Sedang Perang
Jum'at, 11 Agustus 2023 - 19:23 WIB
JAKARTA - Utang global melonjak. Pada 2020, utang ini meningkat 30% menjadi 263% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menandai peningkatan paling signifikan sejak tahun 1970. Bank Dunia mencatat bahwa lonjakan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan suku bunga, inflasi yang tinggi, dan perlambatan ekonomi.
Negara-negara maju mengalami peningkatan utang sebesar 300% dari PDB. Sementara, pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang (emerging markets and Developing Economies/EMDA) mengalami peningkatan sebesar 200% dari PDB.
Selain itu, penelitian terhadap negara-negara berkembang menunjukkan bahwa utang mereka juga meningkat, terutama karena defisit primer yang berkelanjutan. Tahun berikutnya menjadi saksi bahwa utang global masih bertahan di atas tingkat sebelum pandemi. Namun, IMF melaporkan total utang publik dan swasta telah turun 10% menjadi 247% dari PDB.
Perubahan rasio utang sebagian besar dapat dikaitkan dengan pemulihan ekonomi dari pandemi serta inflasi yang mengikutinya. Penurunan utang publik dan swasta terutama terjadi di negara maju, dengan penurunan sebesar 5% dari PDB pada tahun 2021.
Pasar negara berkembang, kecuali China, juga mengalami penurunan. Namun, negara-negara berkembang berpenghasilan rendah terus mengalami tingkat utang yang tinggi terutama karena utang swasta yang lebih tinggi.
Faktanya, hampir 60% negara berpenghasilan rendah telah mengalami atau berisiko tinggi mengalami kesulitan utang. Pada Desember 2021 juga menjadi akhir dari pinjaman Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT) IMF. Ditambah dengan kenaikan suku bunga, biaya pinjaman telah meningkat secara signifikan, menekan anggaran nasional dan mempersulit negara-negara untuk membayar utang mereka.
Karena pertumbuhan yang kuat dan inflasi yang tinggi, rasio utang terhadap PDB terus menurun di sebagian besar negara maju dan EMDI. Ketika kedua faktor ini berperan, mereka cenderung meningkatkan pendapatan nominal yang dikenakan pajak.
Negara-negara maju mengalami peningkatan utang sebesar 300% dari PDB. Sementara, pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang (emerging markets and Developing Economies/EMDA) mengalami peningkatan sebesar 200% dari PDB.
Selain itu, penelitian terhadap negara-negara berkembang menunjukkan bahwa utang mereka juga meningkat, terutama karena defisit primer yang berkelanjutan. Tahun berikutnya menjadi saksi bahwa utang global masih bertahan di atas tingkat sebelum pandemi. Namun, IMF melaporkan total utang publik dan swasta telah turun 10% menjadi 247% dari PDB.
Perubahan rasio utang sebagian besar dapat dikaitkan dengan pemulihan ekonomi dari pandemi serta inflasi yang mengikutinya. Penurunan utang publik dan swasta terutama terjadi di negara maju, dengan penurunan sebesar 5% dari PDB pada tahun 2021.
Pasar negara berkembang, kecuali China, juga mengalami penurunan. Namun, negara-negara berkembang berpenghasilan rendah terus mengalami tingkat utang yang tinggi terutama karena utang swasta yang lebih tinggi.
Faktanya, hampir 60% negara berpenghasilan rendah telah mengalami atau berisiko tinggi mengalami kesulitan utang. Pada Desember 2021 juga menjadi akhir dari pinjaman Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT) IMF. Ditambah dengan kenaikan suku bunga, biaya pinjaman telah meningkat secara signifikan, menekan anggaran nasional dan mempersulit negara-negara untuk membayar utang mereka.
Karena pertumbuhan yang kuat dan inflasi yang tinggi, rasio utang terhadap PDB terus menurun di sebagian besar negara maju dan EMDI. Ketika kedua faktor ini berperan, mereka cenderung meningkatkan pendapatan nominal yang dikenakan pajak.
tulis komentar anda