Politik Mulai Menghangat, Pengamat: BI Tak Perlu Buru-buru Naikkan Suku Bunga
Kamis, 19 Oktober 2023 - 12:14 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai masih memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga BI7DRR di level 5,75%. Pengamat Ekonomi dan Perbankan Binus University, Doddy Ariefianto menerangkan, keyakinan investor kepada Indonesia masih terjaga sehingga ini memberikan ruang bagi BI, bukan untuk menurunkan suku bunga, tetapi untuk menahan BI rate.
"Kita melihat inflasi terkendali di bawah 3%, politik mulai menghangat itu biasa, tapi Indonesia sudah dipandang sebagai negara yang mature," ujar Doddy kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
"BI tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga, memang ada tekanan nilai tukar Rupiah, tapi saya pikir belum perlu direspon dengan kenaikan suku bunga," sambung Doddy.
BI rate menurutnya masih masih bisa ditahan dan menurutnya BI masih akan memegang stance mempertahankan suku bunga. Baca Juga: The Fed Siap Naikkan Suku Bunga Lanjutan, Rupiah Ditutup Stagnan
Dia pun menyoroti bahwa harga minyak mengalami kenaikan imbas tensi geopolitik di Timur Tengah karena perang Israel dan Hamas, dan harga BBM non subsidi sudah mulai menunjukkan kenaikan, sementara kenaikan BBM subsidi masih berusaha ditahan oleh pemerintah.
"Ini akan melebar, tapi perang itu susah diprediksi outcome-nya. Dan di dalam kondisi seperti ini, memang dolar AS menjadi safe haven, dan yang terpukul juga adalah mata uang lainnya, bukan hanya Rupiah yang melemah," kata Doddy.
Diterangkan, bahwa Rupiah tertekan pun juga karena adanya defisit neraca berjalan. Defisit neraca berjalan berarti Indonesia membutuhkan devisa dari luar negeri, dan ini berasal dari hot money.
"Hot money ini akan masuk kalau paritas terjaga, artinya suku bunga riil Indonesia dengan suku bunga riil Amerika Serikat biasanya selisih 2-3%. Masih lebih tinggi Indonesia karena itu country-risk ya, apalagi era sekarang mata uang dolar AS menjadi primadona di tengah situasi perang atau tegangnya geopolitik," ucap Doddy.
Menurut pandangan Doddy, bahwa melemahnya Rupiah dengan rendahnya inflasi masih memberikan ruang bagi BI untuk menahan suku bunga, karena berbahaya bagi BI untuk menurunkan suku bunganya.
"Kita juga melihat bahwa secara politik kita juga tetap stabil meski memasuki tahun politik, dari sejak zaman reformasi hingga saat ini, bergejolak dan protes pun tidak sampai level kisruh seperti tahun politik AS era Trump," pungkas Doddy.
"Kita melihat inflasi terkendali di bawah 3%, politik mulai menghangat itu biasa, tapi Indonesia sudah dipandang sebagai negara yang mature," ujar Doddy kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
"BI tidak perlu buru-buru menaikkan suku bunga, memang ada tekanan nilai tukar Rupiah, tapi saya pikir belum perlu direspon dengan kenaikan suku bunga," sambung Doddy.
BI rate menurutnya masih masih bisa ditahan dan menurutnya BI masih akan memegang stance mempertahankan suku bunga. Baca Juga: The Fed Siap Naikkan Suku Bunga Lanjutan, Rupiah Ditutup Stagnan
Dia pun menyoroti bahwa harga minyak mengalami kenaikan imbas tensi geopolitik di Timur Tengah karena perang Israel dan Hamas, dan harga BBM non subsidi sudah mulai menunjukkan kenaikan, sementara kenaikan BBM subsidi masih berusaha ditahan oleh pemerintah.
"Ini akan melebar, tapi perang itu susah diprediksi outcome-nya. Dan di dalam kondisi seperti ini, memang dolar AS menjadi safe haven, dan yang terpukul juga adalah mata uang lainnya, bukan hanya Rupiah yang melemah," kata Doddy.
Diterangkan, bahwa Rupiah tertekan pun juga karena adanya defisit neraca berjalan. Defisit neraca berjalan berarti Indonesia membutuhkan devisa dari luar negeri, dan ini berasal dari hot money.
"Hot money ini akan masuk kalau paritas terjaga, artinya suku bunga riil Indonesia dengan suku bunga riil Amerika Serikat biasanya selisih 2-3%. Masih lebih tinggi Indonesia karena itu country-risk ya, apalagi era sekarang mata uang dolar AS menjadi primadona di tengah situasi perang atau tegangnya geopolitik," ucap Doddy.
Menurut pandangan Doddy, bahwa melemahnya Rupiah dengan rendahnya inflasi masih memberikan ruang bagi BI untuk menahan suku bunga, karena berbahaya bagi BI untuk menurunkan suku bunganya.
"Kita juga melihat bahwa secara politik kita juga tetap stabil meski memasuki tahun politik, dari sejak zaman reformasi hingga saat ini, bergejolak dan protes pun tidak sampai level kisruh seperti tahun politik AS era Trump," pungkas Doddy.
(akr)
tulis komentar anda