Benarkah Perbankan Hindari Bisnis Nikel? Ini Kata Ekonom BCA
Sabtu, 02 Maret 2024 - 20:00 WIB
TANGERANG - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu menyinggung industri perbankan nasional yang disebutnya enggan membiayai industri pertambangan hingga hilirisasi nikel .
Benarkah demikian? Merespons tudingan tersebut, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan bahwa pendanaan perbankan untuk sektor-sektor yang terkait dengan nikel sudah relatif cukup meningkat. Kendati bukan ke hulu, David meyakini perbankan nasional sudah terlibat dengan proyek hilirisasi yang diinisiasi pemerintah, termasuk nikel.
"Sebenarnya banyak bank-bank, bahkan bank swasta termasuk BCA juga masuk, jadi lumayan besar exposure kita di hilirisasi nikel," jelasnya dalam rangkaian acara BCA EXPOVERSARY yang digelar di ICE BSD, Tangerang, Sabtu (2/3/2024).
David mengakui, ada kendala dalam pembiayaan hilirisasi nikel, yaitu modal yang dibutuhkan tidak sedikit, serta likuiditas dolar AS. "Jadi memang salah satu kendalanya dari USD liquidity, karena pendanaannya kan tidak semuanya dalam rupiah, sedangkan kita tuh bank-bank nasional kuatnya di pendanaan rupiah bukan valas," tuturnya.
Terkait melemahnya harga nikel di pasaran global belakangan ini, David menilai hal justru menjadi peluang bagi Indonesia. Indonesia berpeluang menjadi pemain dominan komoditas ini, setelah banyak pemain lain tumbang akibat gejolak harga.
Di sisi lain, permintaan nikel diyakini akan tetap besar ke depannya. Sebab, nikel dan produk turunannya, tidak hanya sebagai bahan baku untuk komponen pembuatan baterai kendaraan listrik, namun juga penting untuk baja tahan karat serta barang-barang terkait energi baru terbarukan (EBT) lainnya.
Benarkah demikian? Merespons tudingan tersebut, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengungkapkan bahwa pendanaan perbankan untuk sektor-sektor yang terkait dengan nikel sudah relatif cukup meningkat. Kendati bukan ke hulu, David meyakini perbankan nasional sudah terlibat dengan proyek hilirisasi yang diinisiasi pemerintah, termasuk nikel.
Baca Juga
"Sebenarnya banyak bank-bank, bahkan bank swasta termasuk BCA juga masuk, jadi lumayan besar exposure kita di hilirisasi nikel," jelasnya dalam rangkaian acara BCA EXPOVERSARY yang digelar di ICE BSD, Tangerang, Sabtu (2/3/2024).
David mengakui, ada kendala dalam pembiayaan hilirisasi nikel, yaitu modal yang dibutuhkan tidak sedikit, serta likuiditas dolar AS. "Jadi memang salah satu kendalanya dari USD liquidity, karena pendanaannya kan tidak semuanya dalam rupiah, sedangkan kita tuh bank-bank nasional kuatnya di pendanaan rupiah bukan valas," tuturnya.
Terkait melemahnya harga nikel di pasaran global belakangan ini, David menilai hal justru menjadi peluang bagi Indonesia. Indonesia berpeluang menjadi pemain dominan komoditas ini, setelah banyak pemain lain tumbang akibat gejolak harga.
Di sisi lain, permintaan nikel diyakini akan tetap besar ke depannya. Sebab, nikel dan produk turunannya, tidak hanya sebagai bahan baku untuk komponen pembuatan baterai kendaraan listrik, namun juga penting untuk baja tahan karat serta barang-barang terkait energi baru terbarukan (EBT) lainnya.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda